Setiap siapa saja yang ke Beijing, jalan-jalan ke Lapangan Tiananmen seperti menjadi salah satu menu wajib selain Kota Terlarang dan Tembok Besar China. Lapangan itu menjadi saksi sejarah penting bagi perkembangan China.
Oleh
LUKI AULIA
·6 menit baca
"Di sini dulu sering jadi tempat demo anak-anak muda dan mahasiswa, termasuk peristiwa 1989. Mungkin karena itu, penjagaan ketat dan penjaganya banyak sekali". Terdengar komentar dari salah satu wartawan peserta program Pusat Komunikasi Pers Internasional China (CIPCC) yang diinisiasi Asosiasi Diplomasi Publik China, pekan lalu. Memang betul. Di depan tempat berdiri yang mengarah ke Gerbang Tiananmen, terlihat enam polisi berjalan mondar-mandir mengawasi pengunjung dan empat tentara yang berdiri diam berjaga seperti di depan Istana Buckingham; dua menghadap ke Gerbang Tiananmen dan dua lagi menghadap ke Monumen Pahlawan Rakyat.
Sebelum masuk ke kompleks Lapangan Tiananmen, penjagaan juga ketat. Memang tidak dipungut biaya masuk tetapi siapa pun yang masuk harus memindai dan menunjukkan identitas diri terlebih dahulu dan melewati pemeriksaan keamanan lengkap dengan alat pemindai barang. Selepas itu, boleh bebas berkelana di dalam Lapangan Tiananmen selama tidak melewati pagar-pagar pembatas yang terpasang. Lapangan Tiananmen ini mirip dengan Lapangan Monumen Nasional (Monas) di Jakarta atau the Mall, lapangan di Washington, D.C., Amerika Serikat, yang berbatasan dengan Gedung Putih, Lincoln Memorial, dan membentang dari Monumen Washington ke Gedung Capitol.
Lapangan Tiananmen ini berada di tengah-tengah antara Museum Nasional China, Monumen Pahlawan Rakyat, Balai Peringatan Mao Zedong, Gerbang Depan atau Qianmen yang dibangun semasa kekuasaan Kaisar Yongke periode Dinasti Ming (1402–24), dan Aula Besar Rakyat yang menjadi tempat pertemuan tahunan Kongres Rakyat Nasional. Lapangan Tiananmen kini menjadi lapangan kota terbesar ketujuh di dunia dengan luasan 440.000 meter persegi atau 109 hektar. Ini sesuai keinginan Mao Zedong memiliki lapangan terbesar di dunia. Sama seperti di Monas atau lapangan dan alun-alun yang biasa menjadi tempat orang berkumpul, Lapangan Tiananmen juga ramai dikunjungi warga yang bertamasya bersama seluruh anggota keluarga.
Sambil memotret dan merekam video di hari yang tumben panas gerah, ingatan kembali ke peristiwa berdarah 1989 di tempat ini. Membayangkan dimana dulu lokasi persisnya dan seperti apa suasananya. Tak mudah menghapuskan ingatan tentang peristiwa 4 Juni 1989 di Tiananmen yang bagi rakyat China dan -barangkali seluruh dunia- menjadi kenangan buruk terutama bagi gerakan pro-demokrasi, kebebasan, dan penegakan hak asasi manusia. Nama Tiananmen terlalu lekat dengan gerakan pro-demokrasi, gerakan mahasiswa dan rakyat, serta gerakan perubahan di China.
Tiananmen menjadi dikenal bukan hanya karena peristiwa tahun 1989 tetapi jauh sebelumnya aksi protes dan demonstrasi yang besar juga pernah terjadi tahun 1919 yang dikenal dengan Gerakan 4 Mei (May Fourth Movement). Menjadi semakin terkenal sejak 1989 karena pada waktu itu dikabarkan ribuan warga sipil tewas di tangan militer dan ratusan aktivis dipenjara. Gerakan 4 Mei, menurut Britannica, merupakan gerakan anti-imperialis dan politik yang melibatkan mahasiswa. Pada 4 Mei 1919, mereka memrotes respon lemah pemerintah China terhadap Perjanjian Versailles yang tidak adil. Ini yang menandai kebangkitan nasionalisme China.
Gerbang surgawi
Lapangan Tiananmen yang dibangun pada 1651 itu diperbesar hingga empat kali lebih besar dari ukuran aslinya lalu disemen pada 1958. Setiap batu ubinnya diberi nomor untuk memudahkan ketika ada parade. Lapangan ini kemudian mendapat nama Tiananmen dari Gerbang Tiananmen yang ada di sebelah Utara-nya yang dibangun tahun 1417 dan pernah menjadi gerbang utama Kota Terlarang. Gerbang yang memisahkan Lapangan Tiananmen dengan Kota Terlarang itu diberi nama 天安门 Tiān'ānmén atau Gerbang Kedamaian Surgawi.
Gerbang Tiananmen menjadi simbol China dan lambang nasional China karena upacara akbar peresmian Republik Rakyat China digelar di sini. Gerbang itu melambangkan keberanian dan ketekunan rakyat China dalam memperjuangkan kemerdekaan dan kebebasan. Menurut cerita salah seorang asisten dalam program CIPCC, pada akhir Dinasti Ming, gerbang itu pernah rusak parah akibat perang. Ketika dibangun kembali semasa Dinasti Qing pada 1651, namanya diubah menjadi Tiananmen dan berfungsi sebagai pintu masuk utama ke Kota Terlarang.
Gerbang Tiananmen memiliki tinggi 37,4 meter dan panjang 66 meter. Ada potret Mao Zedong terpasang di atas gerbang. Di kedua sisi potret Mao, ada dua slogan besar bertuliskan “Zhong Hua Ren Min Gong He Guo Wan Sui” yang artinya “Hidup Republik Rakyat China” di sisi kiri. Di sisi kanan tertulis “Shi Jie Ren Min Da Tuan Jie” yang artinya “Hidup Persatuan Besar Bangsa-Bangsa di Dunia”. Di masa Dinasti Ming (1368-1644) dan Qing (1644-1911), Gerbang Tiananmen menjadi tempat pejabat dan kasim mengeluarkan pengumuman dari kaisar. Gerbang dibuka hanya ketika ada acara-acara besar seperti pernikahan kaisar, penobatan, dan upacara menyembah surga atau bumi. Rakyat jelata tak bisa mengakses gerbang ini.
Ketika berada di Lapangan Tiananmen, sekitar pukul 10.00, terdengar rekaman penyanyi opera China dari arah Gerbang Tiananmen. Seiring dengan itu, terlihat air mancur di sepanjang gerbang yang ikut bergerak meliuk-liuk seperti sedang menari mengikuti irama suara penyanyi operanya. Rasanya seperti sedang menonton konser. Puas memandangi Gerbang Tiananmen, kini giliran menengok Aula Besar Rakyat yang dibangun tahun 1959 dan luasnya mencapai 170.000 meter persegi. Lima tahun lalu, Kompas pernah masuk ke salah satu gedung kongres terbesar di dunia itu untuk meliput Kongres Rakyat Nasional, Partai Komunis China (PKC). Aula Besar Rakyat itu akan kembali ramai dengan kongres PKC yang rencananya akan diadakan, November mendatang. Untuk sementara waktu, hanya bisa dilihat dari luar.
Karena waktu yang terbatas, hanya bisa satu jam, rombongan wartawan tak sempat untuk melongok Monumen Pahlawan Rakyat yang dibangun antara tahun 1952 dan 1958 untuk mengenang ribuan pahlawan yang tewas dalam perjuangan revolusi rakyat China. Ada tulisan tangan Mao di bagian depan monumen yang berbunyi, "Kemuliaan abadi bagi pahlawan rakyat”. Berbentuk obelisk, monumen ini terbuat dari sekitar 17.000 keping batu granit dan marmer putih. Tingginya mencapai 37,94 meter dengan lebar 50,44 meter dan panjang 61,54 meter.
Tak sempat pula mengunjungi Museum Nasional China yang terdiri dari Museum Revolusi China dan Museum Nasional Sejarah China. Keduanya dibangun pada 1959 dan isi koleksinya mewakili seluruh proses perjalanan sejarah bangsa China mulai dari 1,7 juta tahun yang lalu hingga akhir Dinasti Qing. Periode masanya dibagi menjadi tiga, yakni era masyarakat primitif, perbudakan, feodal, hingga berdirinya Republik Rakyat China hingga masa kini. Di dalam museum itu ada koleksi sekitar 620.385 artefak China yang berharga dan langka yang tidak akan ada di museum manapun di China ataupun di dunia. Waktu yang tersedia hanya cukup untuk jalan mengelilingi Lapangan Tiananmen dan merekam semua yang dilihat dari luar. Semoga saja ada waktu bebas di lain hari supaya bisa menyusuri satu per satu tempat-tempat yang penuh muatan sejarah di Tiananmen.