Perdana Menteri Inggris Boris Johnson menyatakan mundur sebagai Ketua Partai Konservatif, Kamis (7/7/2022), tetapi akan tetap menjabat PM Inggris hingga pemimpin baru Partai Konservatif terpilih.
Oleh
MAHDI MUHAMMAD, MUHAMMAD SAMSUL HADI
·3 menit baca
LONDON, KAMIS — Perdana Menteri Inggris Boris Johnson mengundurkan diri, Kamis (7/7/2022), setelah ia ditinggalkan oleh sejumlah menterinya dan kehilangan dukungan sekitar 50 anggota senior parlemen. Ia menyatakan mundur sebagai Ketua Partai Konservatif, tetapi akan tetap menjabat sebagai perdana menteri hingga pemimpin baru terpilih.
"Jelas saat ini atas kehendak para anggota parlemen dari Partai Konservatif, harus ada pemimpin baru dan sekaligus perdana menteri baru," kata Johnson (57) dalam pidatonya di luar kantor Downing Street 10, London.
"Proses pemilihan pemimpin baru seharusnya dimulai saat ini. Dan hari ini saya telah menunjuk kabinet untuk bekerja, sebagaimana juga diri saya, hingga pemimpin baru terpilih," ujar Johnson.
Pengumuman tersebut disampaikan setelah sekitar 50 anggota senior parlemen mundur dari pemerintahan yang dipimpin Johnson menyusul kasus skandal etik di seputar kepemimpinannya. Johnson mengatakan, kerangka waktu pemilihan ketua Partai Konservatif akan diumumkan pekan depan.
BBC dan beberapa media melaporkan, pemilihan ketua baru Partai Konservatif akan berlangsung pada musim panas. Ketua baru terpilih akan menggantikan Johnson pada pertemuan tahunan partai, awal Oktober mendatang.
Sebelumnya, sejumlah media Inggris mengabarkan, Kamis (7/7/2022) pagi waktu setempat, bahwa Johnson akan mengumumkan pengunduran dirinya. Menteri Keuangan Nadhim Zahawi, yang juga mitra terdekatnya, mendesak Johnson untuk mundur demi kebaikan negara. Para anggota parlemen dari Konservatif juga menyatakan, Johnson sudah tidak layak memimpin lagi.
”Tuan Perdana Menteri: ini tidak dapat dipertahankan lagi dan hanya akan membuat segalanya semakin buruk: bagi Anda, bagi Partai Konservatif, dan yang terpenting juga bagi negara,” tulis Zahawi dalam suratnya kepada Johnson. ”Anda harus melakukan hal yang tepat dan mundurlah sekarang.”
Sebuah sumber yang dikutip kantor berita Reuters menyebutkan, dengan delapan menteri—termasuk dua menteri negara—mengundurkan diri, Johnson kini terisolasi dan tak berdaya. Tidak terhindarkan lagi, kata sumber tersebut, ia harus menyerah dan akan menyatakan pengunduran dirinya, hari Kamis ini.
Kabar mundurnya Johnson juga disampaikan Editor Politik media Inggris BBC, Chris Mason. ”Boris Johnson akan mengundurkan diri sebagai pemimpin Konservatif hari ini (Kamis),” kata Mason. Akan tetapi, lanjut Mason, Johnson kemungkinan masih akan memimpin Inggris sampai musim gugur tahun ini. Pemilihan pemimpin baru akan berlangsung pada Oktober mendatang.
Kantor PM Inggris, Downing Street, menyatakan, Johnson akan berbicara kepada publik Kamis siang waktu setempat. ”Perdana Menteri akan membuat pernyataan kepada negara hari ini,” kata seorang juru bicara.
”Pengunduran dirinya tidak bisa dihindari lagi,” kata Justin Tomlinson, Wakil Ketua Partai Konservatif, melalui Twitter. ”Sebagai partai, kami harus cepat bersatu dan fokus pada persoalan-persoalan. Ini adalah saat-saat serius di banyak front.”
Johnson terpilih sebagai perdana menteri Inggris menggantikan Theresa May yang mundur. Dia memenangi pemilihan setelah bersaing dengan rivalnya, Jeremy Hunt. Johnson, mantan Wali Kota London, dilantik sebagai PM Inggris pada 23 Juli 2019.
Terpilihnya Johnson sebagai PM Inggris tiga tahun lalu juga diselimuti krisis karena setidaknya tiga menteri mundur dari jabatannya. Alasan Anne Milton (menteri pendidikan), Alan Duncan (menteri muda urusan luar negeri), dan Margot James (menteri kebudayaan) mundur dari jabatannya pada saat itu adalah karena tidak bisa menerima sikap Johnson memilih opsi Brexit tanpa kesepakatan (Kompas, 24 Juli 2019).
Hanya beberapa bulan setelah menjabat, Johnson juga sempat didesak untuk mundur dari jabatannya setelah parlemen Inggris meloloskan sebuah aturan perundangan yang mewajibkan perdana menteri mengupayakan perpanjangan negosiasi keluarnya negara itu dari Uni Eropa hingga akhir Januari 2020.
Johnson mendapat tekanan dari parlemen jika gagal mengikuti UU itu. Namun, dia menolak dan berhasil mengelola konflik dengan parlemen serta menjalankan strateginya sendiri dalam persoalan keluarnya Inggris dari Uni Eropa (Kompas.id, 30 September 2019).
(AP/REUTERS/SAM)
-------
Catatan redaksi:
Artikel ini telah diperbarui pada judul, paragraf pembuka, dan lima paragraf berikutnya sesuai perkembangan terkini seputar pengunduran diri Perdana Menteri Inggris Boris Johnson. Pembaruan tulisan dilakukan pada Kamis, 7 Juli 2022, pukul 19.30 WIB. Terima kasih.