Proyeksi Ekonomi Suram, Harga Minyak Dunia Terkontraksi
Harga minyak mentah dunia mengalami kontraksi hingga 10 persen dan diperdagangkan di bawah 100 dollar AS per barrel. Ini nilai penjualan terendah sejak Maret dan dibaca sebagai pertanda perlambatan ekonomi.
Oleh
MAHDI MUHAMMAD
·3 menit baca
New York, Rabu – Untuk pertama kalinya dalam dua bulan terakhir harga minyak mentah dunia merosot di bawah 100 dollar AS per barel, Selasa (5/7/2022). Situasi tersebut mencerminkan kekhawatiran pada potensi resesi ekonomi dunia di tengah upaya pemulihan ekonomi, yang kini diwarnai perang di Ukraina.
Indikator lain yang tengah diwaspadai sejumlah pengamat dan pelaku ekonomi adalah kenaikan angka penularan Covid-19 di China dan beberapa negara lainnya. Ini dikhawatirkan akan membuat pemerintah di negara-negara tersebut memberlakukan kebijakan penguncian (lockdown) kembali.
Dikutip dari laman CNN, harga minyak mentah West Texas Intermediate (WTI) terkontraksi hingga 10 persen dan dipasarkan dengan harga 97,43 dollar AS per barrel, sebelum ditutup pada 99,50 dollar AS per barrel. Sementara, harga minyak Brent turun lebih dari 10 persen dan diperdagangkan dengan harga 101,10 dollar AS per barrel sebelum mengalami kenaikan sedikit menjadi 102,77 dollar AS per barrel pada sesi penutupan perdagangan.
Ini pertama kalinya harga minyak WTI berada di bawah 100 dollar AS sejak 11 Mei. Itu juga terakhir kalinya Brent, yang biasanya diperdagangkan sedikit lebih tinggi, berada di bawah level 102 dollar AS per barel. Sejak 25 April, harga minyak Brent tidak pernah dijual pada harga 100 dollar AS per barrel.
Tom Kloza, Kepala Analis Energi Global untuk Oil Price Information Service (OPIS) mengatakan, situasi tersebut telah meningkatkan kekhawatiran kemungkinan terjadinya resesi ekonomi. "Sekarang ada risiko penurunan besar yang dirasakan terkait risiko resesi," katanya.
Dikutip dari laman The Washington Post, Kepala Analis Minyak untuk GasBuddy Patrick De Haan mengatakan, konsumen tidak serta-merta senang dengan penurunan harga minyak itu. Bagi mereka, situasi itu bisa memberi dua arti, yaitu harga minyak atau bahan bakar bisa naik kembali sewaktu-waktu ke level lebih tinggi atau sebaliknya benar-benar bisa turun apabila situasi itu kemerosotan harga bertahan selama beberapa waktu ke depan.
Haan mengatakan, yang paling mengkhawatirkan bagi para analis adalah harga minyak jatuh karena proyeksi ekonomi yang suram karena aktivitas perekonomian dan bisnis kembali tersendat.
Dalam catatannya, indikasi yang mengarah pada perlambatan itu telah muncul. Salah satunya penurunan permintaan bahan bakar minyak (BBM) sebesar 2,6 persen menjadi 8,93 juta barrel per hari pada 24 Juni. Penurunan ini didasarkan pada periode atau rentang waktu yang sama di tahun lalu.
"Meskipun tidak ada yang menginginkan resesi, faktanya perlambatan ekonomi adalah salah satu dari hanya dua cara untuk menurunkan harga minyak secara signifikan dari level saat ini," kata Pavel Molchanov, Direktur dan Dnalis Riset Ekuitas di Raymond James, bank investasi dan perusahaan jasa keuangan.
Kenaikan penularan
Kebijakan tes virus Covid-19 di Shanghai yang dikeluarkan oleh Pemerintah China menambah kekhawatiran pasar minyak dunia. China, salah satu negara ekonomi utama dunia, telah mengeluarkan daftar 26 bangunan yang akan dikarantina total mulai Rabu (6/7/2022). Total bangunan yang harus menjalani kebijakan itu menjadi 31 gedung.
Shanghai, salah satu pusat pertumbuhan ekonomi China dengan populasi 25 juta orang, telah melaporkan setidaknya 24 kasus penularan Covid-19 baru, Selasa atau naik 18 kasus dibandingkan sehari sebelumnya. Kenaikan jumlah kasus ini memaksa otoritas kesehatan melakukan pengujian bagi seluruh warga di sembilan dari 16 distrik yang ada di kota ini. China masih memberlakukan kebijakan nihil Covid-19 yang ketat.
Dikutip dari The Washington Post, konsumsi solar dan bensin di China hampir kembali ke level sebelum Covid-19 melanda negara tersebut, Maret 2020. Konsumsi bahan bakar menyumbang separuh dari penggunaan minyak di China. Menurut Goldman Sachs, tingginya tingkat permintaan minyak di China melampaui ekspektasi.
Sementara Pemerintah Italia juga melaporkan adanya 132.274 kasus Covid-19, Selasa, melampaui 100.000 kasus untuk pertama kalinya sejak 8 Februari 2022. Italia, yang jumlah kematiannya sejak awal pandemi yang tertinggi kedelapan di dunia, juga melaporkan 94 kematian pada hari yang sama. (Reuters)