Kesadaran tentang matinya surat kabar di berbagai penjuru AS juga semakin tinggi di kalangan masyarakat. Tutupnya surat kabar diikuti penurunan jumlah jurnalis yang bekerja pada surat kabar.
Oleh
FRANSISCA ROMANA
·3 menit baca
Amerika Serikat menghadapi problem meresahkan. Di negara itu, rata-rata setiap pekan ada dua surat kabar tutup. Daerah-daerah yang ”ditinggalkan” surat kabar itu pun tak memiliki sumber berita tepercaya sehingga cenderung lebih miskin dan kurang teredukasi dibandingkan dengan daerah yang masih memiliki surat kabar.
Demikian temuan Medill School of Journalism, Media, and Integrated Marketing Communication pada Northwestern University, seperti dilansir Associated Press, Rabu (29/6/2022). Pada akhir Mei 2022, AS memiliki 6.377 surat kabar. Jumlah ini turun dari 8.891 surat kabar pada 2005.
Meski dampak pandemi Covid-19 tidak seperti yang ditakutkan industri surat kabar, tetap saja sebanyak 360 surat kabar tutup sejak akhir 2019. Di antaranya terdapat 24 surat kabar mingguan yang melayani komunitas-komunitas kecil.
Tutupnya surat kabar diikuti penurunan jumlah jurnalis yang bekerja pada surat kabar. Survei tersebut menemukan, setidaknya 75.000 jurnalis bekerja di surat kabar pada 2006. Kini jumlahnya menjadi 31.000 jurnalis. Pendapatan surat kabar di AS merosot dari 50 miliar dollar AS menjadi 31 miliar dollar AS pada periode yang sama dengan penurunan jumlah jurnalis.
Isu ini telah menjadi perhatian para politisi dan filantropis di AS sejak lama. Kesadaran tentang matinya surat kabar di berbagai penjuru AS juga semakin tinggi di kalangan masyarakat. Meski demikian, faktor yang mendorong kolapsnya surat kabar belum berubah.
Penelope Muse Abernathy, profesor tamu pada Medill dan penulis utama laporan, menyebutkan, pertumbuhan media berbasis digital pada tahun-tahun belakangan ini belum cukup untuk mengompensasi tren penurunan secara keseluruhan.
Banyak situs berita digital fokus pada satu isu tertentu dan cakupannya dekat ke kota besar yang menyediakan pendanaan bagi media tersebut. Itulah sebabnya, muncul istilah ”gurun berita” di mana, menurut temuan tersebut, diperkirakan sekitar 70 juta warga AS tinggal di daerah yang tidak memiliki surat kabar, atau paling hanya satu organisasi media.
”Yang benar-benar dipertaruhkan adalah demokrasi kita, begitu juga kohesi sosial masyarakat kita,” kata Abernathy.
Jumlah surat kabar harian yang dicetak dan didistribusikan tujuh hari sepekan juga menurun. Laporan itu menyebutkan, 40 dari 100 surat kabar di AS memublikasikan versi digital saja setidaknya sehari sepekan.
Tim Franklin, Direktur Medill Local News Initiative, mengatakan, inflasi mempercepat peralihan dari media cetak. Media cetak kecil, di perdesaan atau kota kecil, menjadi ”korban” paling cepat dari situasi sekarang.
Kondisi serupa kurang lebih terjadi juga di Indonesia. Berdasarkan laporan dari Media Direktori Serikat Perusahaan Pers (SPS) Pusat pada 2020, titel media cetak turun 26,8 persen, dari 810 judul surat kabar pada 2016 menjadi 593 judul pada 2020.
Asmono Wikan, Sekretaris Jenderal SPS Pusat, mengatakan, penurunan itu juga tecermin pada oplah media cetak, sebanyak 61,1 persen. Pada 2016, tercatat ada 19,078 juta eksemplar surat kabar, sementara pada 2020 jumlahnya 7,425 juta eksemplar.
Akibatnya, mayoritas perusahaan pers atau sekitar 71 persen mengalami penurunan omzet hingga 40 persen selama pandemi Covid-19. Separuh perusahaan anggota SPS telah memotong gaji karyawan sebagai akibat dari pandemi. (AP)