Putra diktator yang membangkrutkan Filipina, Ferdinand Marcos Junior, dilantik menjadi pemimpintertinggi negara itu untuk enam tahun ke depan.
Oleh
LARASWATI ARIADNE ANWAR
·3 menit baca
MANILA, KAMIS – Ferdinand Marcos Junior atau yang akrab disapa Bongbong dilantik menjadi presiden ke-17 Filipina pada hari Kamis (30/6/2022). Putra dari diktator Ferdinand Marcos yang dilengserkan dan diusir dari tanah air pada tahun 1986 ini mengucapkan serentetan janji. Mulai dari mempersatukan bangsa Filipina hingga meningkatkan kesejahteraan rakyat.
Wartawan Kompas TV Rosiana Silalahi yang melaporkan langsung dari Manila untuk Kompas mengatakan bahwa upacara pelantikan Marcos berlangsung relatif sederhana, sesuai dengan permintaan Bongbong. Acara dimulai pada pukul 11.00 watu setempat atau pukul 11.00 waktu Indonesia bagian tengah. Lokasi pelantikan adalah Museum Seni Nasional. Menteri Koordinator Bidang Politik, Hukum, dan Keamanan Mahfud MD hadir mewakili Pemerintah Indonesia.
Di dalam upacara ada Gloria Macapagal Arroyo. Ia menjabat sebagai presiden Filipina periode 2001-2010. Seusai masa jabatannya, Arroyo dua kali ditangkap aparat penegak hukum atas tuduhan korupsi dan manipulasi pemilihan umum. Dia kemudian dibebaskan dengan jaminan.
Terkait dengan naiknya Bongbong Marcos sebagai presiden Filipina 2022-2028, Arroyo dikatakan sebagai mak comblang di tim sukses Marcos yang memasangkan dia dengan Sara Duterte-Carpio sebagai wakil presiden. Duterte-Carpio telah dilantik lebih dulu pekan lalu di Davao.
Marcos ketika memberi sambutan meminta agar rakyat Filipina melihat ke depan dan jangan ke masa lalu. Perkataan ini cukup menarik karena dinasti politik Marcos sejak zaman ayahnya berkuasa selama 20 tahun bertanggung jawab atas kasus-kasus korupsi dan nepotisme terparah yang pernah dialami Filipina. Kampanye pemilu Marcos berupaya menghapus berbagai kesalahan ayahnya dan menggambar ulang citra Marcos Senior sebagai negarawan teladan.
Dari segi janji kepresidenan, Marcos mengikuti isu yang juga dipandang serius oleh berbagai negara, yaitu krisis iklim. “Kita harus mencari solusi yang cepat dan berkelanjutan untuk masalah pencemaran lingkungan. Sudah ada cara-cara lama yang mulai menampakkan hasil, tetapi kita juga harus menggenjot inovasi,” tuturnya seperti dikutip oleh media ABS-CBN.
Marcos mencontohkan kincir-kincir angin pembangkit listrik di Provinsi Ilocos Norte, tempat ia berasal, sebagai contoh inovasi energi ramah lingkungan. Ia mengungkit mengenai negara-negara maju yang menghasilkan banyak gas rumah kaca, tetapi melakukan sedikit usaha untuk memperbaiki situasi.
Sebaliknya, Filipina sebagai negara berkembang harus bisa mengundang para penanam modal untuk berinvestasi di industri dengan memakai metode yang lebih berkelanjutan. Filipina pada tahun 2021 berjanji mengurangi 75 persen emisi karbon per tahun 2030.
Di samping itu, Marcos juga menekankan mengenai kesejahteraan masyarakat melalui meningkatkan upah minimum rata-rata dan membuka lebih banyak lapangan pekerjaan. Hal ini diapresiasi oleh para politikus oposisi, salah satunya ialah Senator Joel Villenueva.
“Kami menghargai Presiden Marcos menjadikan pelatihan vokasi, penaikan upah pekerja, dan menggali lebih banyak alternatif pekerjaan sebagai bagian dari prioritas pemerintahan,” ujarnya.
Dilantiknya marcos juga membawa kekhawatiran bagi kebebasan berekspresi dan kebebasan pers di Filipina.Sehari sebelum pelantikan, Komisi Sekuritas dan Bursa Filipina (SEC) mengeluarkan keputusan untuk memberedel media Rappler. Ini adalah media yang didirikan oleh wartawan senior Maria Ressa pada tahun 2012. Ressa di tahun 2021 memenangi hadiah Nobel Perdamaian.
Alasan yang dipakai oleh SEC ialah Rappler melanggar aturan negara mengenai kepemilikan asing atas perusahaan media massa di dalam negeri. Ressa mengatakan bahwa ia dan tim kuasa hukum Rappler akan melawan aturan SEC ini. Para wartawannya juga akan terus menerbitkan berita-berita yang kritis terhadap pemerintah.
Selain Rappler, Pemerintah Filipina juga mengeluarkan aturanuntuk menutupsejumlah laman internet dengan alasan terkait dengan organisasi teroris ataupun mempromosikan kegiatan terorisme. Akan tetapi, laman yang ditutup mencakup media arus utama daring Bulatlat dan Pinoy Weekly. Para pakar demokrasi mengkhawatirkan aturan antiterorisme ini akan diterapkan secara sewenang-wenang untuk membungkam pihak-pihak yang kritis terhadap pemerintah.
“Waktunya tepat ketika Rodrigo Duterte berakhir masa jabatannya sebagai presiden dan Bongbong Marcos dilantik. Tampaknya tidak akan ada kemajuan dalam demokrasi Filipina di pemerintahan sekarang,” kata Jonathan de Santos, Ketua Persatuan Nasional Jurnalis Filipina kepada Deutsche Welle.