Krisis Pangan Mengancam, Pemimpin Negara G7 Didesak Bertindak Nyata
Pemimpin negara pada KTT G7 didesak untuk berbuat nyata dalam menghadapi krisis pangan dan ancaman kelaparan di dunia saat ini. Presiden Joko Widodo juga akan hadir pada KTT G7 itu sebagai pemimpin negara mitra G7.
Oleh
DIONISIUS REYNALDO TRIWIBOWO
·4 menit baca
MUENCHEN, SABTU — Peringatan akan bahaya krisis pangan, bahkan ancaman kelaparan di beberapa negara, kian kencang. Para pemimpin negara yang tergabung dalam Kelompok 7 (Group of Seven/G7) didesak mengambil tindakan konkret.
Krisis pangan yang sudah diperingatkan Organisasi Pangan dan Pertanian (FAO) dua tahun lalu mulai menjadi kenyataan. Berbagai hal menjadi faktor penyebabnya, mulai dari perubahan iklim, bencana alam, dan saat ini diperburuk oleh invasi Rusia ke Ukraina. Krisis pangan menjadi salah satu isu yang bakal dibahas dalam Konferensi Tingkat Tinggi (KTT) G7 di Elmau, Bavaria, Jerman, Minggu (26/6/2022) hingga Selasa.
KTT G7 diikuti tujuh negara kaya di dunia, yakni Jerman, Kanada, Perancis, Italia, Jepang, Inggris, dan Amerika Serikat. Rusia pernah bergabung kelompok yang tadinya bernama G8 itu. Sejak 2014, keanggotaan Rusia ditangguhkan terkait penguasaan Crimea.
Presiden Joko Widodo, menurut Menlu RI Retno LP Marsudi, juga akan hadir pada KTT G7 itu sebagai negara mitra G7. Selain Indonesia, negara mitra G7 lainnya: India, Senegal, Argentina, dan Afrika Selatan.
Para pemimpin G7 diperkirakan berdatangan di Elmau pada Sabtu siang waktu setempat. Selain isu krisis pangan, isu lain yang bakal dibahas ialah perang Ukraina-Rusia, perubahan iklim, dan energi.
”Perang brutal Rusia pada Ukraina juga berdampak di sini,” kata Kanselir Jerman Olaf Scholz lewat podcast video, Sabtu (25/6). Ia merujuk pada melonjaknya harga bahan kebutuhan pokok, gas, dan energi.
Scholz mengatakan, para pemimpin G7 akan membahas situasi saat ini, yang dipicu oleh perang ”dan pada saat bersamaan memastikan bahwa kita menghentikan perubahan iklim akibat tindakan manusia”.
Diperparah perang
Invasi Rusia ke Ukraina dinilai telah memperburuk situasi krisis pangan yang mulai muncul sejak pandemi Covid-19. Sekitar 20 juta ton biji- bijian, termasuk gandum, tertahan di Ukraina. Invasi itu juga terjadi di tengah harga bahan bakar yang tinggi, harga komoditas pokok yang melonjak, serta kekeringan dan bencana.
”Kelaparan dapat mengacaukan negara sehingga bisa dinilai sebagai masalah perdamaian dan keamanan utama juga,” kata Direktur Program Pangan Dunia (WFP) Jerman Martin Frick kepada RND, kantor berita di Jerman, Sabtu.
Frick menjelaskan, lembaganya membutuhkan setidaknya 21,5 miliar dollar AS untuk melaksanakan programnya memenuhi kebutuhan pangan warga di sejumlah negara. Namun, anggaran saat ini tak sampai setengah dari kebutuhan. WFP membutuhkan bantuan untuk memenuhi kekurangan dana.
”Harus ada pemahaman bersama bahwa krisis ini tidak bisa lagi diselesaikan secara instan, seperti menempel plester, tetapi sistemnya yang perlu diubah,” kata Frick.
Frick menyebutkan, inflasi yang terjadi karena melonjaknya harga pangan mencapai lebih dari 25 persen di 36 negara. Ia menyebut kondisi itu sebagai ”bom waktu”.
Sekjen PBB Antonio Guterres, Jumat (24/6/2022), mengatakan, dunia menghadapi ”malapetaka” karena meningkatnya kekurangan pangan di seluruh dunia. ”Ada risiko nyata bahwa banyak kelaparan akan diumumkan pada tahun 2022 dan 2023 bisa lebih buruk lagi,” katanya dalam pesan video yang disiapkan untuk KTT G7.
Unjuk rasa
Sehari jelang KTT, sekitar 3.500 warga berkumpul di Muenchen dan berunjuk rasa untuk mendesak para pemimpin G7 mengambil tindakan konkret dalam mengatasi krisis pangan dan ancaman kelaparan.
Sebelumnya, polisi memprediksi ada sekitar 20.000 peserta unjuk rasa, seperti dikutip kantor berita Jerman (DPA). Namun, warga yang muncul ternyata lebih sedikit. Peserta aksi berasal dari lebih kurang 15 kelompok pengkritik globalisasi, mulai Attac hingga organisasi lingkungan WWF.
Pejabat tinggi keamanan Jerman meminta pengunjuk rasa menahan diri dari kekerasan. ”Saya mengharapkan semua demonstran memprotes secara damai, tak menyakiti siapa pun dan tak menghancurkan mobil atau toko apa pun,” kata Mendagri Nancy Faeser.
Sekitar 18.000 polisi dikerahkan di sekitar lokasi KTT dan lokasi aksi lainnya.
Berbagai tuntutan mereka antara lain meliputi penghentian penggunaan bahan bakar fosil, pelestarian keanekaragaman hayati, keadilan sosial di planet ini, dan peningkatan perjuangan melawan kelaparan.
“Kami membutuhkan tindakan nyata untuk mengatasi berbagai krisis di zaman ini. Artinya, G7 harus segera bertindak, mereka harus memerangi kelaparan, ketidaksetaraan, dan kemiskinan,” kata Juru Bicara Oxfam Tobias Hauschild kepada kantor berita The Associated Press (AP).
Kehadiran Presiden
Terkait kehadiran Presiden Jokowi di KTT G7, Retno dalam keterangan pers, Rabu (22/6), mengatakan, Presiden mendapatkan undangan di KTT G7 sebagai negara mitra. Setelah dari Jerman, Presiden Jokowi bakal menuju Kyiv, Ukraina, dan Moskwa, Rusia.
Presiden Jokowi bakal jadi pemimpin negara Asia pertama yang berkunjung ke dua negara di tengah perang di antara mereka yang masih berkecamuk. Kunjungan itu didasari atas kesadaran betapa perang di Ukraina berdampak ke seluruh dunia, termasuk Indonesia, khususnya terkait krisis pangan dunia.
Kenaikan harga pangan, lanjut Retno, dirasakan di seluruh dunia. Dari catatan FAO, index pangan global meningkat hingga 16,08 persen pada Mei 2022 dibanding Januari 2022 sebelum perang Ukraina terjadi. Kenaikan itu dipicu oleh naiknya harga komoditas dunia.
”Presiden Jokowi memilih untuk berkontribusi dalam isu kemanusiaan di Ukraina yang berdampak pada krisis pangan di seluruh dunia. Presiden tidak mau diam melihat hal itu terjadi,” kata Retno. (REUTERS/AP)