Jokowi Upayakan Pemulihan Lewat Lawatan ke Jerman, Ukraina, dan Rusia
Pekan depan, Presiden Joko Widodo akan mengunjungi Eropa dan menggelar lawatan ke Ukraina dan Rusia. Indonesia mencoba hadir dan turut berkontribusi pada upaya pemulihan dunia yang kini dirundung aneka krisis.
Oleh
BONIFASIUS JOSIE SUSILO HARDIANTO
·4 menit baca
JAKARTA, KOMPAS – Sebagai salah satu kekuatan menengah, Indonesia berupaya selalu hadir dan mencoba berkontribusi pada perdamaian dan kesejahteraan dunia. Ketika dunia tengah dirundung krisis pangan, energi, dan keuangan akibat pandemi dan kemelut Ukraina-Rusia, Presiden Joko Widodo akan hadir dalam Konferensi Tingkat Tinggi G7 dan dijadwalkan menggelar lawatan ke Ukraina dan Rusia.
“Kunjungan Presiden ini menunjukkan kepedulian terhadap isu kemanusiaan, mencoba memberikan kontribusi untuk menangani krisis pangan yang diakibatkan perang dan dampaknya dirasakan oleh semua negara terutama negara berkembang dan berpendapatan rendah,” kata Menteri Luar Negeri Retno LP Marsudi, dalam jumpa pers yang digelar secara daring pada Rabu (22/6/2022) di Jakarta. “Indonesia terus mendorong spirit perdamaian”.
Di Kyiv, Ukraina, Presiden disebutkan akan bertemu dengan Presiden Ukraina, Volodymyr Zelenskyy. Selanjutnya, dalam kunjungan ke Rusia, Presiden juga dijadwalkan bertemu dengan mitranya, Presiden Rusia, Vladimir Putin.
Dalam jumpa pers tersebut, Retno mengatakan, kunjungan ke Ukraina dan Rusia merupakan kunjungan yang dilakukan dalam situasi yang tidak normal. “Kita paham situasi saat ini masih sangat complicated. Dunia juga paham mengenai kompleksitas masalah yang ada. Meskipun situasinya sulit dan masalahnya kompleks, sebagai Presiden G20 dan satu satu anggota Champion Group dari Global Crisis Response Group yang dibentuk Sekjen PBB, Presiden Jokowi memilih untuk mencoba berkontribusi, tidak memilih untuk diam,” kata Retno.
Presiden Joko Widodo merupakan pemimpin Asia pertama yang akan melakukan kunjungan ke dua negara tersebut. Kunjungan itu digelar setelah Presiden menghadiri Konferensi Tingkat Tinggi G7 di Elmau, Jerman pada 26-27 Juni mendatang.
Presiden hadir atas undangan Kanselir Jerman Olaf Scholz yang tahun ini menjadi Ketua G7. Beberapa negara non-G7 atau disebut G7 Partner Countries yang mendapatkan undangan untuk hadir dalam KTT tersebut adalah Indonesia, India, Senegal, Argentina dan Afrika Selatan. Di sela-sela KTT, Presiden akan menggelar sejumlah pertemuan bilateral dengan sejumlah pemimpin negara sahabat.
Sejumlah isu akan dibahas dalam pertemuan tersebut, diantaranya krisis pangan. Mengutip data Organisasi Pangan Dunia (FAO), Retno menyebutkan indeks pangan global meningkat 16,08 persen pada Mei 2022 bila dibandingkan dengan Januari 2022. Kenaikan ini dipicu oleh naiknya harga komoditas pangan dunia. Bila dibandingkan dengan harga pada Januari, lonjakan diantaranya tercatat pada sejumlah komoditas. Contohnya antara lain daging naik 8,83 persen, produk susu naik 6,7 persen, minyak nabati melonjak di atas 23 persen.
Harga produk gandum juga menanjak 23 persen. Demikian pula pupuk yang menurut catatan Bank Dunia meningkat 30 persen. Dari catatan yang dikumpulkan perwakilan Indonesia di 79 negara, kenaikan harga pangan dan energi itu dirasakan oleh hampir seluruh negara di dunia. Semua negara terdampak oleh krisis tersebut.
Pesan damai
Lawatan Presiden Joko Widodo ke Eropa, dan nanti ke Ukraina dan Rusia, tentu tidak akan segera menyelesaikan semua masalah yang kini tengah dihadapi dunia. Namun kehadiran itu memperlihatkan keberanian Indonesia terlibat pada keprihatinan dunia dan mencoba berkontribusi pada upaya-upaya untuk mengatasinya.
Ketua Departemen Hubungan Internasional Pusat Studi Strategis dan Internasional (CSIS) Jakarta, Lina Alexandra dengan terbuka berpendapat, Indonesia memang belum memiliki cukup kapasitas untuk menjadi penengah dalam perang Ukraina-Rusia, namun ia berpendapat kehadiran Presiden Joko Widodo baik sebagai Presiden Indonesia dan Ketua G20 tetap memiliki nilai sangat penting.
"Dalam lawatannya, Presiden dapat membawa pesan agar semua pemangku kepentingan dalam kemelut itu menahan diri," kata Lina. Indonesia, menurut Lina, berkepentingan agar semua negara yang nantinya terlibat dalam Konferensi Tingkat Tinggi G20 fokus pada agenda yang telah disepakati bersama. "Kesempatan ini perlu dimanfaatkan untuk menekankan pentingnya perdamaian," kata Lina menambahkan.
Memang, menurut Lina, isu perang Ukraina-Rusia kemungkinan besar akan tetap disinggung. Namun setidaknya, dengan kehadirannya dalam KTT G7, serta lawatan ke Ukraina dan Rusia kali ini, Presiden Joko Widodo dapat menyampaikan pesan agar isu tersebut dapat dikelola dengan baik oleh semua pemangku kepentingan. Sehingga saat KTT G20 digelar nanti, para pemimpin dunia dapat fokus pada agenda-agenda pemulihan.