Cerita Paus tentang Kepala Negara ”Peramal” Perang Rusia-Ukraina
Seorang kepala negara mengungkapkan kekhawatirannya kepada Paus Fransiskus tentang krisis Rusia-Ukraina yang berpeluang menjadi perang. Ini disampaikan beberapa bulan sebelum pecah perang. Siapa kepala negara itu?
Oleh
FX LAKSANA AGUNG SAPUTRA
·4 menit baca
Beberapa bulan sebelum perang Rusia-Ukraina berkobar, seorang kepala negara bertemu dengan pemimpin umat Katolik sedunia, Paus Fransiskus, di Vatikan, Roma, Italia. Dalam kesempatan itu, si kepala negara menyampaikan kekhawatirannya tentang krisis antara Rusia dan Ukraina yang berpotensi berkembang menjadi perang.
Akhirnya, ”ramalan” ini menjadi kenyataan. Per 24 Februari 2022, Presiden Rusia Vladimir Putin mengumumkan operasi militer khusus ke Ukraina. Dan, krisis antara Rusia dan Ukraina yang telah berlangsung minimal sejak 2014 itu pun akhirnya pecah menjadi perang.
Memasuki pertengahan Juni alias telah lewat 100 hari, perang masih terus berkobar dan belum menampakkan tanda-tanda kedua belah pihak hendak bertemu di meja perundingan. Sebaliknya, yang terjadi justru api perang makin berkobar. Negara-negara Barat yang berada di pihak Urakina pun, alih-alih mengampanyekan perundingan, justru makin gencar mengeskalasi perang.
Kisah tentang kepala negara yang menceritakan kekhawatirannya tentang potensi perang Rusia-Ukraina itu dituturkan sendiri oleh Paus. Ia menuturkannya kepada sejumlah editor La Civiltà Cattolica saat memberikan wawancara di Roma, 19 Mei 2022.
Hasil wawancara itu diunggah di laman La Civiltà Cattolica pada Selasa (14/6). La Civiltà Cattolica adalah jurnal Yesuit yang terbit berkala di Eropa. Berikut petikan hasil wawancaranya sebagaimana dikutip dari laman La Civiltà Cattolica.
”Beberapa bulan sebelum perang pecah, saya bertemu dengan seorang kepala negara, seorang bijak yang sedikit bicara. Setelah kami berbicara tentang hal-hal yang kami ingin bicarakan, dia memberi tahu saya bahwa dia sangat khawatir tentang cara NATO bergerak,” kata Paus.
Sementara kita menyaksikan keganasan dan kekejaman pasukan Rusia, kita tidak boleh melupakan masalah sebenarnya jika kita ingin menyelesaikan persoalan itu.
”Saya bertanya kepadanya, mengapa? Dan ia menjawab, mereka menggonggong di gerbangnya Rusia. Mereka tidak tahu bahwa Rusia adalah imperialis dan tidak akan membiarkan kekuatan asing mendekati mereka. Lantas dia menyimpulkan, situasi itu bisa berkembang menjadi perang,” kata Paus.
Paparan itu, Paus melanjutkan, adalah opini si kepala negara. ”Pada 24 Februari, perang berkobar. Kepala negara itu mampu membaca tentang apa yang sedang terjadi,” kata Paus.
Paus sendiri berpandangan, adalah kebrutalan dan keganasan yang terjadi dari apa yang dilakukan oleh pasukan Rusia. Ini umumnya dilakukan oleh tentara bayaran. Namun, pria bernama asli Jorge Mario Bergoglio itu juga mengajak semua pihak untuk melihat secara utuh persoalan Rusia-Ukraina. Ini penting agar solusi bersama dan perdamaian bisa tercapai secepatnya.
Ia menyebutkan bahwa masyarakat umumnya tidak melihat apa yang sebenarnya terjadi di balik perang. Ada kemungkinan misalnya, perang sengaja diprovokasi sekaligus sengaja tidak dicegah. Ada juga dugaan perang sengaja diciptakan sebagai sarana melakukan uji coba dan menjual senjata.
”Seseorang mungkin berkata kepada saya pada saat ini: jadi Anda pro-Putin! Tidak. Terlalu menyederhanakan dan salah untuk mengatakan hal seperti itu. Saya hanya menentang cara pandang yang mereduksi kompleksitas persoalan menjadi hanya sebagai persoalan antara orang baik dan orang jahat tanpa alasan tentang akar masalah dan kepentingan yang sangat kompleks. Sementara kita menyaksikan keganasan dan kekejaman pasukan Rusia, kita tidak boleh melupakan masalah sebenarnya jika kita ingin menyelesaikan persoalan itu,” kata Paus.
Pada pesan untuk Hari Orang Miskin Sedunia Ke-6, Selasa (14/6/2022), Paus berpendapat, ada intervensi langsung dari negara adidaya dalam perang Rusia-Ukraina. Intervensi ini bermaksud memaksakan kehendaknya terhadap prinsip penentuan nasib sendiri oleh rakyat suatu bangsa. Hal ini, sebagaimana dikutip dari kantor berita Italia, ANSA, membuat perang Rusia-Ukraina menjadi makin kompleks.
Masih mengutip La Civiltà Cattolica, Paus mengatakan, adalah benar adanya anggapan bahwa Rusia awalnya memperkirakan perang akan berlangsung singkat, yakni sekitar seminggu. Namun, mereka salah perhitungan. Rusia ternyata menghadapi orang-orang pemberani, masyarakat yang berjuang untuk bertahan dan yang memiliki sejarah perjuangan.
”Saya juga harus menambahkan bahwa kita melihat apa yang terjadi sekarang di Ukraina karena lebih dekat dengan kita dan lebih menyentuh kepekaan kita. Tapi, ada negara lain yang jauh. Mari kita pikirkan beberapa bagian Afrika, Nigeria bagian utara, Kongo bagian utara, di mana perang masih berlangsung dan tidak ada yang peduli. Pikirkan Rwanda 25 tahun yang lalu. Pikirkan Myanmar dan Rohingya. Dunia sedang dalam perang,” katanya.
Apa yang terjadi pada umat manusia sehingga kita mengalami tiga perang dunia dalam satu abad.
Beberapa tahun yang lalu, Paus mengaku, sempat terbersit dalam pikirannya bahwa umat manusia sedang hidup dalam Perang Dunia III dalam potongan-potongan kecil. Hari ini, bagi Paus, Perang Dunia III telah dideklarasikan.
”Ini adalah sesuatu yang seharusnya memberi kita jeda untuk berpikir. Apa yang terjadi pada umat manusia sehingga kita mengalami tiga perang dunia dalam satu abad? Saya menjalani perang pertama melalui pengalaman kakek saya di Sungai Piave (Italia). Lalu yang kedua, dan sekarang yang ketiga. Dalam satu abad telah terjadi tiga perang dunia, dengan semua perdagangan senjata di belakangnya. Ini buruk bagi kemanusiaan, sebuah bencana,” kata Paus.
Demikian cerita Paus dari wawancara dengan La Civiltà Cattolica. Tapi ngomong-ngomong, siapa sebenarnya kepala negara yang bertemu Paus dan menceritakan ”ramalannya” tentang perang Rusia-Ukraina itu? Hanya Paus yang tahu.