Konferensi Tingkat Menteri WTO, Jumat (17/6/2022), mencapai paket kesepakatan. Salah satunya adalah menangguhkan hak paten vaksin Covid-19 untuk negara berkembang selama lima tahun.
Oleh
FX LAKSANA AGUNG SAPUTRA
·4 menit baca
GENEVA, SABTU — Organisasi Perdagangan Dunia atau WTO menyepakati penangguhan hak paten vaksin Covid-19 untuk negara berkembang selama lima tahun ke depan. Sementara untuk penangguhan hak paten pada aspek diagnosa dan perawatan baru akan dibicarakan enam bulan lagi.
Kesepakatan itu dicapai pada Konferensi Tingkat Menteri ke-12 WTO di Geneva, Swiss, Jumat (17/6/2022), setelah pembahasan maraton yang berlangsung intens selama lima hari. Awalnya, pertemuan dijadwalkan berakhir Rabu (15/6/2022). Namun karena perdebatan alot, pertemuan diperpanjang dua hari.
WTO fokus membahas pada lima topik utama, yakni respons terhadap pandemi Covid-19, perikanan, keamanan pangan, e-commerce, dan reformasi WTO. Berkaitan dengan respons terhadap pandemi, 164 negara anggota WTO sepakat menangguhkan hak paten vaksin selama lima tahun. Ini berlaku untuk negara-negara berkembang.
WTO, dalam enam bulan ke depan, juga akan melakukan evaluasi untuk menentukan apakah penangguhan dapat diperluas di luar vaksin Covid-19 atau tidak. Perluasan ini mencakup aspek diagnosa dan perawatan.
Dalam teks terpisah, negara-negara anggota WTO sepakat untuk mengendalikan pengenaan pembatasan ekspor pada semua vaksin Covid-19 dan alat medis lainnya yang digunakan untuk melawan virus. Termasuk di dalamnya adalah komponen dan bahan yang diperlukan untuk membuatnya.
Lewat kesepakatan WTO mutakhir ini, negara-negara berkembang memiliki hak untuk memproduksi vaksin Covid-19 selama lima tahun ”tanpa persetujuan dari pemegang hak”. Harapannya, produksi vaksin Covid-19 bisa dipercepat dan diperbanyak guna mengatasi kesenjangan akses antara negara kaya dan miskin.
Kompromi pada Jumat itu sebenarnya tidak sepenuhnya mengakomodasi proposal awal sebagaimana diusulkan India dan Afrika Selatan per Oktober 2020. Kedua negara mengusulkan penangguhan hak paten terhadap vaksin, diagnosa, dan perawatan Covid-19.
Kesepakatan WTO hanya mengakomodasi usulan penangguhan hak paten vaksin Covid-19. Itu pun masanya dibatasi selama lima tahun dan hanya untuk negara berkembang. Sementara untuk penangguhan hak paten pada aspek diagnosa dan perawatan, WTO baru akan membahasnya enam bulan lagi.
”Ini tidak sesuai dengan permintaan awal. Kita harus melihat apa yang terjadi di lapangan, tetapi itu tidak ambisius sama sekali," kata salah satu pendiri Observatorium Transparansi Kebijakan Narkoba, Jerome Martin, menunjuk pada fakta bahwa kesepakatan itu hanya mencakup negara-negara berkembang.
Direktur Knowledge Ecology International James Love mengatakan, kesepakatan WTO adalah ”hasil yang terbatas dan mengecewakan”. ”Fakta bahwa pengecualian terbatas pada vaksin, memiliki durasi lima tahun dan tidak membahas aturan WTO tentang rahasia dagang, membuatnya sangat tidak mungkin untuk memberikan akses yang diperluas ke tindakan pencegahan Covid-19,” katanya dalam sebuah pernyataan.
Ketua Bersama Aliansi Vaksin Rakyat dan Kepala Ketidaksetaraan Oxfam, Max Lawson, menyoroti Inggris, Swiss, dan Uni Eropa yang berusaha memblokir upaya penangguhan hak paten. ”Perilaku negara-negara kaya di WTO benar-benar memalukan,” katanya.
Di sisi lain, kesepakatan WTO juga mengecewakan kelompok lobi farmasi IFPMA. Lembaga itu mengatakan, ”membongkar” perlindungan paten akan mencekik inovasi.
”Faktor tunggal terbesar yang memengaruhi kelangkaan vaksin bukanlah kekayaan intelektual, tetapi perdagangan. Ini belum sepenuhnya ditangani oleh Organisasi Perdagangan Dunia,” kata Direktur Jenderal IFPMA Thomas Cueni.
Mengutip laman WTO, Direktur Jenderal WTO Ngozi Okonjo-Iweala pada sesi penutup mengatakan kepada para delegasi bahwa kesepakatan WTO menunjukkan kepada dunia bahwa anggota WTO dapat berkumpul, melintasi garis geopolitik, guna mengatasi masalah global serta memperkuat dan menghidupkan kembali lembaga WTO.
”Paket kesepakatan yang telah anda capai akan membuat perbedaan bagi kehidupan orang-orang di seluruh dunia. Hasil ini menunjukkan bahwa WTO, pada kenyataannya, mampu menanggapi keadaan darurat di zaman kita,” katanya.
Salah satu dinamika mencapai kesepakatan adalah munculnya kompromi antara Amerika Serikat (AS) dan China. Kedua adidaya yang tengah bersaing di berbagai bidang ini akhirnya mencapai kesepakatan dengan menyetujui negara mana yang akan mendapat manfaat dari penangguhan hak paten vaksin.
Beijing pada Mei sebenarnya telah berjanji bahwa mereka tidak akan mengambil keuntungan dari perlakuan khusus dan berbeda yang diberikan kepada negara-negara berkembang. Merasa itu saja tidak cukup, Washington menginginkan agar pengecualian China dituangkan secara tertulis dalam perjanjian. Pada akhirnya, keduanya sepakat bahwa janji China akan mengikat. (AFP)