Kebijakan "Tentara Kontrak" Sulut Kerusuhan di India
Ribuan pengunjuk rasa di India merusak fasilitas publik, membakar kereta, dan menggeledah kantor-kantor. Kerusuhan disulut oleh kebijakan pemerintah dalam perekrutan tentara berdasarkan kontrak kerja empat tahun.
Oleh
DIONISIUS REYNALDO TRIWIBOWO
·3 menit baca
BIHAR, SABTU – Ribuan pengunjuk rasa merusak fasilitas publik dan bentrok dengan aparat di sejumlah wilayah di India timur. Mereka mendesak pemerintah agar membatalkan kebijakan perekrutan tentara berdasarkan kontrak empat tahun.
Ribuan pengunjuk rasa itu merusak kantor-kantor pemerintah di stasiun kereta api, hingga ke jalanan. Peristiwa tersebut terjadi sejak Jumat (17/6/2022). Sampai dengan Sabtu (18/6), kerusuhan masih berlangsung.
Seorang pengunjuk rasa dilaporkan tewas dalam bentrokan dengan aparat itu. Korban luka-luka mencakup puluhan orang, baik pengunjuk rasa maupun polisi. ”Belasan pengunjuk rasa kami tangkap karena masuk ke stasiun dan merusak fasilitas,” kata Sanjay Singh, salah satu pejabat senior di kepolisian Bihar, di India bagian timur.
Singh menambahkan, sebanyak 2.000-2.500 pengunjuk rasa masuk ke Stasiun Kereta Api Masaurti dan menyerang pasukan yang berjaga. Pengunjuk rasa juga membakar kereta penumpang dan beberapa bus untuk mengekspresikan kemarahan mereka.
Tak hanya di Bihar, protes serupa terjadi di jalan-jalan di wilayah Telangana, Uttar Pradesh, dan Benggala Barat. Di Uttar Pradesh, negara bagian terpadat di India, polisi menahan sedikitnya 250 orang dengan alasan sebagai tindakan pencegahan.
Untuk menanggulangi gelombang kerusuhan itu, pemerintah bersama aparat menangguhkan layanan internet di wilayah unjuk rasa. Kanal media sosial seperti Facebook, Twitter, dan Whatsapp telah diblokir di 15 dari 38 distrik di Bihar, ucap Singh. Pemerintah khawatir kejadian itu akan memicu protes lebih besar di daerah lain.
Gelombang protes warga bermula saat Perdana Menteri India Narendra Modi menjalankan kebijakan yang disebut skema Agneepath atau Agnipath (jalan api) yang bertujuan merekrut anak muda India di satuan militer dengan batas kontrak kerja empat tahun. Hal ini dilakukan untuk mengisi kebutuhan 40.000 tentara sebagaimana diumumkan Kementerian Pertahanan.
Para pengunjuk rasa, yang didominasi lelaki, menilai kebijakan itu akan membatasi kesempatan mereka bekerja secara permanen, termasuk kesempatan mendapatkan jaminan upah hingga tunjangan pensiun.
Menteri Pertahanan India Rajnath Singh, usai bertemu pimpinan tiga angkatan bersenjata di New Delhi, menghimbau untuk pemuda harus ikut dan mendaftar pada skema tersebut.
Dikutip dari IndiaTimes.com, skema Agneepath merupakan sistem perekrutan pertahanan baru India yang berlaku untuk angkatan darat, angkatan laut, dan angkatan udara India. Skema ini juga sudah disetujui oleh Komite Keamanan Kabinet dan akan segera berlaku.
Lewat kebijakan tersebut, pemerintah menurunkan rentang usia angkatan bersenjata dari sebelumnya 36 tahun menjadi rentang usia 17-21 tahun. Mereka direkrut langsung dari lembaga pendidikan berdasarkan surat kontrak. Mereka akan menjalani program pelatihan intensif selama enam bulan dengan masa kerja aktif 3,5 tahun.
Hanya 25 persen dari rekrutmen itu yang akan ditawarkan perpanjangan kontrak hingga 15 tahun setelah menjalankan kontrak wajib empat tahun di dinas militer.
Hanya 25 persen dari rekrutmen itu yang akan ditawarkan perpanjangan kontrak hingga 15 tahun setelah menjalankan kontrak wajib empat tahun di dinas militer. Dalam upaya untuk menahan kemarahan publik, pemerintah pada Sabtu mengatakan akan mencadangkan 10 persen dari lowongan di pasukan militer setelah empat tahun.
Salah satu pensiunan militer, Letnan Jenderal Vinod Bhatia, percaya bahwa skema Agneepath akan merugikan bahkan mengakhiri angkatan bersenjata India. Alasannya, skema itu belum diuji sebelumnya dan tidak ada proyek percontohannya.
”Ini bukan ide yang bagus, tidak ada yang diuntungkan. Para pemuda ini akan ditolak (perpanjangan kerja) dengan keadaan setengah terlatih dalam penggunaan senjata,” ungkapnya. (REUTERS/IDO)