Semenanjung Korea Memanas, Korsel Balas Uji Rudal Korut
Korsel dan Korut saling balas meluncurkan rudal. Korsel berupaya memperkuat pertahanan untuk menghadapi perkembangan persenjataan Korut.
Oleh
DIONISIUS REYNALDO TRIWIBOWO
·4 menit baca
SEOUL, SENIN — Korea Selatan dan Amerika Serikat meluncurkan delapan rudal jarak pendek, membalas uji coba rudal Korea Utara. Ini bukti ucapan Presiden Korea Selatan Yoon Suk-yeol yang menyatakan akan bersikap lebih keras terhadap Korea Utara. Situasi di Semenanjung Korea pun memanas.
Kedelapan rudal itu diluncurkan pada Senin (6/6/2022) pukul 04.45 waktu setempat ke perairan di wilayah pantai timur Korsel. Dilansir dari kantor berita Korsel, Yonhap, Korsel dan AS menembakkan rudal Sistem Rudal Taktis Angkatan Darat, satu milik AS dan tujuh milik Korsel, selama 10 menit.
Pemerintah Korsel menyebut uji coba tersebut sebagai bentuk kemampuan dan kesiapan untuk melakukan serangan yang presisi. Sehari sebelumnya, Korut menguji coba delapan rudal balistik jarak pendek. Militer Korsel mendeteksi delapan peluncuran selama 35 menit dari empat lokasi berbeda, termasuk dari perairan timur dan barat serta dari daratan di wilayah utara Korut dan di dekat ibu kota Pyongyang. Ini tercatat sebagai rekor peluncuran rudal terbanyak dalam sehari.
Uji coba rudal balistik jarak pendek pada Minggu (5/6/2022) itu, menurut Korut, adalah respons atas berakhirnya latihan militer Korsel dan AS. Ini merupakan uji coba rudal Korut ke-18 sejak awal 2022. Sebelumnya, pada awal Mei lalu Korut menguji coba rudal balistik dengan menggunakan kapal selam sebagai wahana peluncuran. Rudal balistik itu terbang sejauh 600 kilometer di atas laut. Rudal sejenis juga ditembakkan saat kunjungan Presiden AS Joe Biden ke sejumlah negara di Asia.
Saat itu, Korsel merespons dengan mendesak Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) untuk memberikan sanksi terhadap sejumlah uji coba rudal yang dilakukan Korut. Menurut Korsel, Korut melanggar resolusi Dewan Keamanan PBB. Sanksi belum berlaku karena Korut mendapatkan dukungan dari China dan Rusia yang memveto rancangan sanksi tersebut (Kompas, 28 Mei 2022).
Kali ini, Korsel merespons tindakan Korut dengan ikut menembakkan rudal ke lepas pantai timur di Semenanjung Korea. Hal Itu membuktikan janji Presiden Yoon, yang baru menjabat bulan lalu, yang bersumpah untuk mengambil sikap lebih keras terhadap Korut. Yoon berupaya memperkuat pertahanan Korsel, setidaknya setara dengan sekutunya, AS. Ambisi Yoon termasuk meningkatkan kemampuan serangan dan pencegatan rudal. Ia juga ingin memulai kembali latihan militer skala besar bersama AS yang sempat ditunda atau diperkecil skalanya selama beberapa tahun belakangan ini guna menyediakan ruang diplomasi dengan Korut atau akibat pandemi Covid-19.
Saat berpidato memperingati Memorial Day, Senin, Yoon mengatakan, Pemerintah Korsel akan mengejar kapabilitas keamanan fundamental dan praktikal untuk menghadapi ancaman rudal dan senjata nuklir Korut. ”Senjata nuklir dan program rudal Korut berkembang ke titik di mana mereka menjadi ancaman tak hanya bagi Semenanjung Korea, tetapi juga Asia timur laut dan perdamaian dunia,” kata Yoon di Seoul.
Leif-Eric Easly, profesor studi internasional pada Ewha University di Seoul, mengatakan, pertahanan rudal Korsel saat ini tidak memadai untuk menghadapi ancaman Korut. ”Seruan (Korsel) ini tidak hanya terkait investasi lebih jauh dalam peralatan, tetapi juga pendekatan yang terkoordinasi dengan Jepang dan upaya diplomasi terhadap Beijing guna mengurangi perlombaan senjata dengan Pyongyang,” katanya.
Ancaman
Media Korut belum berkomentar tentang peluncuran rudal pada Minggu. Peluncuran rudal dilakukan setelah kapal induk AS, USS Ronald Reagan, menyelesaikan latihan angkatan laut selama tiga hari bersama Korsel di Laut Filipina, Sabtu. Ini latihan bersama pertama yang melibatkan kapal induk sejak terakhir kali pada November 2017 sebagai upaya Korsel meningkatkan latihan pertahanan untuk menghadapi ancaman Korut.
Korut mengecam latihan militer bersama Korsel-AS dan menyebutnya latihan untuk menginvasi negara itu. Korut sering membalas latihan perang kedua sekutu itu dengan meluncurkan rudal, seperti peluncuran rudal jarak pendek tahun 2016 dan 2017 yang menyimulasikan serangan nuklir ke pelabuhan-pelabuhan Korsel dan fasilitas militer AS di Jepang.
Pada Minggu pagi, Menteri Pertahanan Jepang Nobuo Kishi mengungkapkan, tindakan Korea Utara meluncurkan rudal balistik tidak dapat ditoleransi. Satu rudal, menurut Kishi, memiliki banyak lintasan dan mampu bermanuver.
Segala upaya yang dilakukan Korea Selatan, AS ,dan Jepang untuk meningkatkan kewaspadaan dinilai Korea Utara sebagai ”kebijakan bermusuhan” terhadap Pyongyang. Korut semakin ”berani” karena mendapatkan dukungan Rusia dan China yang memveto sanksi usulan AS di PBB. Rusia dan China menekankan agar AS fokus pada upaya menghidupkan pembicaraan damai kembali dengan Korut.
Meskipun menghadapi tantangan berat di dalam negeri, termasuk kemerosotan perekonomian dan penyebaran Covid-19, pemimpin Korut Kim Jong Un tidak menunjukkan kesediaan untuk menyerahkan program persenjataan. Ia menilai senjata nuklir sebagai jaminan untuk bertahan hidup. Sejauh ini Pemerintah Korut menolak tawaran Washington untuk pembicaraan denuklirisasi. Korut ingin mengalihkan negosiasi denuklirisasi menjadi proses saling mengurangi persenjataan. (AP/REUTERS)