Kunjungan PM Albanese Bisa jadi Pintu Masuk Dinginkan Kawasan
Pakta pertahanan AUKUS dan keberadaan kapal selam bertenaga nuklir Australia mengundang kerentanan keamanan di kawasan. Kunjungan pemimpin baru Australia ke Indonesia mungkin bisa jadi pintu masuk mendinginkan situasi.
Oleh
MAHDI MUHAMMAD
·3 menit baca
JAKARTA, KOMPAS – Kunjungan Perdana Menteri Australia Anthony Albanese ke Indonesia pada 5-7 Juni 2022, bisa dimanfaatkan Indonesia untuk mendorong pemerintahan baru Australia untuk membantu mendinginkan suasana di kawasan. Tanpa ada situasi yang kondusif di kawasan, upaya pemulihan dan penguatan ekonomi di tengah situasi ekonomi dunia yang buruk, terutama karena perang di Ukraina dan pandemi Covid-19, tidak akan efektif.
Nanto Sriyanto, pengamat Hubungan Internasional dari Pusat Riset Politik Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN), Jumat (3/6), mengatakan, Presiden Joko Widodo mungkin bisa meminta penjelasan lebih detil mengenai AUKUS dan implementasinya serta dampaknya bagi kawasan.
“Bagaimanapun, AUKUS menunjukkan semacam peningkatan ketidakpercayaan, menurunkan kepercayaan strategis yang pernah dibangun antara kedua negara,” kata Nanto.
Nanto mengatakan, walau pemerintah Australia saat dipimpin Scott Morrison berargumentasi bahwa kapal selam yang dibeli dari Inggris adalah kapal selam bertenaga nuklir, kehadiran nuklir di kawasan membuat situasi keamanan menjadi lebih rentan. Selain itu, dalam jangka panjang, kemungkinan adanya bencana akibat keberadaan nuklir di kawasan, juga menimbulkan ketidakpastian.
“Menurunnya kepercayaan perlu dijembatani lagi oleh pemerintahan baru Australia,” katanya.
Presiden Joko Widodo secara terbuka menyatakan kekhawatirannya tentang pembentukan AUKUS yang diinisasi tiga negara, yaitu Amerika Serikat, Australia dan Inggris. Presiden Jokowi, dalam Konferensi Tingkat Tinggi ASEAN-Australia yang berlangsung Oktober 2021 mengkritik pembentukan AUKUS sebagai pakta yang dapat memantik semakin tingginya rivalitas di kawasan.
”Indonesia tidak ingin kawasan ini menjadi ajang perlombaan senjata dan menjadi power projection yang dapat mengancam stabilitas,” kata Presiden Jokowi, di hadapan para pemimpin ASEAN dan juga Scott Morrison, yang kala itu masih memimpin Australia. (Kompas.id, 28 Oktober 2021)
Pada saat yang sama, Kementerian Luar Negeri RI, melalui juru bicaranya Teuku Faizasyah mengatakan, keterlibatan negara-negara non-kawasan di satu sisi disambut baik selama memiliki tujuan membangun kesejahteraan bersama penduduk negara di kawasan, khususnya Asia Tenggara. Indonesia menyambut baik kehadiran negara-negara besar di kawasan, seperti Amerika Serikat, Perancis, Inggris, Uni Eropa dan sebagainya.
Akan tetapi, Faizasyah menggaris bawahi bahwa sebaiknya kehadiran dan kerja sama yang dibangun jangan sampai menimbulkan kecurigaan baru atau ketegangan baru di kawasan. Hal ini merujuk pada komitmen AS yang ingin meningkatkan kehadirannya di Asia Tenggara, dengan menghadirkan kapal-kapal penjaga pantainya di wilayah Laut China Selatan.
Faizasyah mengatakan, secara detil, Indonesia belum mengetahui secara persis komitmen kerja sama yang akan dilakukan AS di kawasan. Kerja sama baru yang disepakati antara AS-ASEAN, katanya, didefinisikan dalam praktik aktualnya.
“Namun kami selalu menekankan kerja sama tersebut haruslah bisa memberikan kesejahteraan bersama, bersifat inklusif dan tidak menimbulkan kecurigaan diantara negara-negara mitra lainnya yang ingin membangun kerja sama dengan ASEAN,” kata Faizasyah. (MHD)