Turki, Swedia dan Finlandia Membutuhkan Saling Pengertian
Finlandia dan Swedia terus melanjutkan negosiasi dengan Turki agar proposal keanggotaan mereka dalam NATO bisa lancar. Keberadaan warga keturunan Kurdi di Swedia dan Finlandia menjadi alat tawar.
Oleh
MAHDI MUHAMMAD
·3 menit baca
WASHINGTON, JUMAT – Swedia membutuhkan lampu hijau dari Turki agar proposal keanggotaan negara tersebut dalam Pakta Pertahanan Atlantik Utara atau NATO bisa melaju tanpa hambatan. Pada saat yang sama, Turki, khususnya Presiden Recep Tayyip Erdogam, menginginkan pengertian Pemerintah Swedia, terutama terkait hal-hal yang mengganggu otoritasnya sebagai kepala negara dan kepala pemerintahan.
Dalam konferensi pers di Washington, bersama dengan Menteri Luar Negeri Amerika Serikat Antony Blinken, Menlu Finlandia Pekka Havisto, Jumat (27/5/2022), mengatakan, Swedia dan Finlandia sepakat untuk melanjutkan pembicaraan dengan Turki dan memahami masalahnya.
“Kami pikir masalah yang telah diangkat Turki bisa diselesaikan, kami berharap beberapa hasil dapat dicapai sebelum KTT NATO,” kata Havisto.
Dalam pertemuan antara delegasi Finlandia dan Swedia, Pemerintah Turki, menurut Menlu Mevlut Cavusoglu, telah menyerahkan dokumen yang merinci keprihatian Turki terhadap kebijakan-kebijakan Pemerintah Finlandia dan Swedia. Ankara menyerahkan setidaknya lima daftar tuntutan dan jaminan yang konkret dari Swedia dan Finlandia, termasuk penghentian dukungan politik terhadap tindakan terorisme, penghapusan sumber pendanaan terorisme hingga melarang kedua negara memberikan lampu hijau keberadaan orang-orang serta kelompok yang menentang Ankara, terutama warga Kurdi.
“Kami memahami masalah keamanan Finlandia dan Swedia. Akan tetapi, setiap orang juga perlu memahami masalah keamanan pemerintahan Turki,” kata Cavusoglu. Dia menekankan bahwa kedua negara tersebut perlu mengambil tindakan dan kebijakan yang konkret.
Menghadapi situasi tersebut, Blinken sendiri menyatakan, AS tidak memiliki alasan untuk tidak percaya bahwa kekhawatiran Ankara tidak bisa teratasi.
“Amerika Serikat mendukung penuh Finlandia dan Swedia bergabung dengan aliansi dan saya terus yakin bahwa keduanya akan segera menjadi anggota NATO. Kami berharap dapat menyebut Finlandia dan Swedia sebagai sekutu kami,” kata Blinken.
Alat Tawar
Kekhawatiran bahwa keberadaan warga Finlandia dan Swedia keturunan Kurdi akan menjadi alat tawar bagi keanggotan NATO, terbukti. Amineh Kakabaveh, anggota parlemen Swedia keturunan Kurdi Iran, mengatakan, tindakan itu adalah sebuah pilihan yang buruk.
"Jika Anda ingin menjual segalanya untuk keanggotaan NATO, silakan saja tapi saya pikir itu buruk. Mengerikan jika semuanya tergantung pada keanggotaan NATO. Itu adalah sebuah tindakan yang terburu-buru dan merusak demokrasi,” kata Kakabaveh, seorang anggota parlemen Swedia keturunan Kurdi Iran.
Dalam catatan sejarah, Swedia adalah salah satu negara Skandinavia yang membuka diri menerima kedatangan imigran Kurdi sejak tahun 1970-an. Sekitar 100.000 warga Kurdi yang berasal dari Turki, Iran dan Irak, mencari kehidupan yang lebih aman dan lebih baik di negara-negara Skandinavia. Negara-negara ini dianggap aman bagi para pembangkang dan korban penindasan di negara asal mereka.
"Banyak orang Kurdi melihat Swedia sebagai rumah kedua," kata peneliti Universitas Linnaeus Barzoo Eliassi, seorang ahli diaspora. Swedia, yang diperintah oleh Sosial Demokrat selama periode pasca-perang sangat dipengaruhi oleh perjuangan partai untuk solidaritas internasional, termasuk bagi warga Kurdi.
.
Eliassi mengatakan negosiasi dengan Turki akan menunjukkan "wajah asli Swedia" dan akan mengungkapkan tentang "apa yang bisa dinegosiasikan dan apa yang tidak bisa dinegosiasikan".
Menurut media Turki, dua warga Swedia yang masuk dalam orang yang dituduh oleh Ankara memiliki hubungan dengan Fethullah Gulen, adalah Abdullah Bozkurt dan Levent Kenez.
"Kami sebenarnya bercanda sebulan sebelum Swedia memutuskan untuk mengajukan keanggotaan di NATO. Kami mengatakan jika mereka melakukannya, nama kami mungkin akan muncul di meja perundingan, dan itulah yang terjadi," kata Bozkurt.
Pasangan itu, yang memulai situs berita Nordic Monitor, yakin hidup mereka akan beradadalam bahaya jika mereka diekstradisi ke Turki. Mereka mengatakan mereka yakin peradilan Swedia tidak akan tunduk pada tekanan dan akan terus menolak tuntutan Ankara untuk ekstradisi mereka.
Keamanan mereka sendiri terusik setelah Bozkurt diserang tiga pria bertopeng, pada tahun 2020. Hingga saat ini, penyelidikan polisi masih berlangsung. (AP/AFP/Reuters)