Kerangka Ekonomi Indo-Pasifik, Cara Biden Kembalikan Marwah AS ke Pasifik
Kerangka Ekonomi Indo merupakan strategi AS di bawah Biden untuk mengembalikan pengaruhnya di Indo-Pasifik. AS keluar dari negosiasi Kemitraan Trans-Pasifik di era pemerintahan Donald Trump tahun 2017 silam.
Oleh
ROBERTUS BENNY DWI KOESTANTO
·4 menit baca
TOKYO, SENIN -- Presiden Amerika Serikat, Joe Biden, pada Senin (23/5/2022) ini meluncurkan pakta perdagangan Indo-Pasifik baru bertajuk Kerangka Ekonomi Indo-Pasifik atau IPEF. Pakta perdagangan itu merupakan strategi AS di bawah Biden untuk mengembalikan pengaruhnya di Indo-Pasifik pascakeluarnya Washington dari Kemitraan Trans-Pasifik atau TPP pada tahun 2017 silam di era pemerintahan Donald Trump.
Negara-negara yang menandatangani kerangka kerja itu sekaligus bakal diumumkan saat kunjungan Biden ke Tokyo. Di Jepang, Biden akan melakukan pembicaraan dengan Perdana Menteri Jepang, Fumio Kishida. Sebelum mengunjungi Jepang, Biden menggelar lawatan di Korea Selatan. Lawatan ke Asia ini merupakan perjalanan pertama ke Asia di masa kepresidenannya. Lawatan lima hari ini direncanakan berakhir pada Selasa (24/5/2022).
Gedung Putih mengatakan, IPEF akan membantu AS dan negara-negara di Asia bekerja lebih erat untuk menjawab berbagai masalah, termasuk rantai pasok, perdagangan digital, energi bersih, perlindungan pekerja, dan antikorupsi. Gedung Putih mengumumkan rencana untuk membangun kerangka ekonomi pada Oktober tahun lalu sebagai pengganti Kemitraan Trans-Pasifik.
Rincian atas hal itu disebut Gedung Putih masih perlu dinegosiasikan di antara negara-negara anggota. Oleh karena itu, sejauh ini sulit bagi Pemerintah AS untuk mengatakan bagaimana kerangka kerja ini dapat memenuhi janji kepentingan kaum pekerja dan bisnis AS serta komunitas global. Yang jelas, pakta perdagangan itu adalah langkah terbaru pemerintahan Biden untuk mencoba melestarikan dan memperluas pengaruh AS di Asia yang saat ini berada di bawah pengaruh China.
Pakta baru itu diluncurkan Washington saat pemerintahan Biden yakin memiliki keunggulan dalam persaingannya dengan Beijing. Pekan lalu, Bloomberg Economics menerbitkan laporan yang memproyeksikan pertumbuhan produk domestik bruto (PDB) AS akan mencapai sekitar 2,8 persen pada 2022, lebih tinggi dibandingkan China yang diperkirakan hanya akan tumbuh 2 persen. China sejauh ini masih disibukkan dengan upayanya menahan pandemi Covid-19.
Langkah kebijakan tanpa kasus Covid-19 diterapkan China dengan menutup atau mengunci wilayah-wilayah. Hal itu turut menekan perekonomian negara itu di tengah-tengah upaya Beijing menahan beban perekonomian akibat tekanan hebat pada sektor properti. Perlambatan tersebut telah merusak asumsi bahwa China akan secara otomatis menggantikan AS sebagai ekonomi terkemuka dunia, minimal dalam jangka dekat dan menengah.
“Fakta bahwa AS akan tumbuh lebih cepat dari China tahun ini, untuk pertama kalinya sejak 1976, adalah contoh yang cukup mencolok tentang bagaimana negara-negara di kawasan ini harus melihat pertanyaan tentang tren,” kata penasihat keamanan nasional Gedung Putih Jake Sullivan.
Namun, para kritikus mengatakan, kerangka kerja sama ekonomi itu masih memiliki kekurangan. Kerangka itu dinilai tidak menawarkan insentif kepada calon mitra, misalnya dengan menurunkan tarif perdagangan dengan AS. Negara mitra yang ikut dalam perjanjian itu dikatakan tidak memiliki akses lebih besar ke pasar AS. Keterbatasan tersebut mungkin tidak membuat pakta perdagangan AS itu menjadi alternatif yang menarik di kawasan Indo-Pasifik. Apalagi TPP masih terus dinegosiasikan dan China yang notabene adalah mitra dagang terbesar bagi banyak negara di kawasan Indo-Pasifik juga ingin bergabung dengan TPP.
“Saya pikir banyak mitra akan melihat daftar itu dan berkata: 'Itu daftar masalah yang bagus. Saya senang terlibat', " kata Matthew Goodman, mantan direktur ekonomi internasional di Dewan Keamanan Nasional selama pemerintahan AS di era Presiden Barack Obama. Namun, dia menambahkan, mereka juga mungkin bertanya, "Apakah kita akan mendapatkan manfaat nyata dari berpartisipasi dalam kerangka (ekonomi) ini?”
Di sisi lain ada kemungkinan bagi negara-negara mitra untuk menjadi bagian dari kedua kesepakatan perdagangan sekaligus, yakni IPEF maupun TPP. Peluncuran IPEF disebut Gedung Putih sebagai salah satu momen terbesar dari perjalanan Biden ke Asia dan upaya berkelanjutan AS untuk meningkatkan hubungan dengan sekutu-sekutunya di Pasifik.
Pada bulan September tahun lalu AS mengumumkan kemitraan baru dengan Australia dan Inggris yang disebut AUKUS. Kemitraan itu ditujukan dan memperdalam kerja sama di bidang keamanan, diplomatik dan pertahanan di kawasan Asia-Pasifik. Melalui kemitraan AUKUS, Australia akan membeli kapal selam bertenaga nuklir.
Presiden AS juga memberikan perhatian besar pada aliansi informal yang dikenal sebagai Quad, yang dibentuk beberapa saat setelah tsunami melanda Samudra Hindia 2004 dan menewaskan sekitar 230.000 orang. Biden dan pemimpin negara anggota Quad, yaitu Australia, India dan Jepang, akan berkumpul di Tokyo untuk pertemuan langsung kedua dalam waktu kurang dari satu tahun. Para pemimpin aliansi itu telah mengadakan dua pertemuan daring sejak Biden menjabat.
Awal Mei lalu Biden mengumpulkan para pemimpin anggota Perhimpunan Bangsa-bangsa Asia Tenggara (ASEAN) di Washington dalam Konferensi Tingkat Tinggi AS-ASEAN. Pertemuan itu adalah pertemuan pertama ASEAN dan AS yang digelar di Washington. Dalam KTT itu Biden antara lain mengumumkan rencana AS untuk menggulirkan dana sekitar 150 juta dollar AS untuk sektor energi bersih dan inisiatif infrastruktur di negara-negara ASEAN. (AP/AFP)