Aramco “Rebut” Kembali Status Paling Bernilai dari Apple
Saham Apple yang tercatat di Indeks Nasdaq anjlok secara beruntun pada akhir perdagangan tengah pekan ini. Nilai kapitalisasi pasarnya pun kemudian turun menjadi 2,3 triliun dollar AS.
Oleh
ROBERTUS BENNY DWI KOESTANTO
·4 menit baca
NEW YORK, RABU – Apple harus rela kehilangan “mahkotanya” sebagai perusahaan paling bernilai atau berharga di dunia dan menyerahkannya ke perusahaan raksasa minyak Saudi Aramco. Aramco pada Rabu (11/5/2022) merebut posisinya kembali di tengah lonjakan harga komoditas yang menguntungkan perusahaan-perusahaan energi. Pada saat bersamaan valuasi saham-saham teknologi terus merosot akibat langkah bank sentral Amerika Serikat, The Federal Reserve atau The Fed, menaikkan tingkat suku bunga acuannya guna meredam inflasi.
Saham Apple yang tercatat di Indeks Nasdaq anjlok secara beruntun pada akhir perdagangan Rabu dan Kamis (12/5), masing-masing turun 5 persen dan hampir 3 persen. Nilai kapitalisasi pasarnya pun kemudian turun menjadi 2,31 triliun dollar AS. Padahal pada awal tahun ini Apple menjadi perusahaan pertama di dunia dengan nilai kapitalisasi menembus 3 triliun dollar AS. Performa saham Apple sejak awal tahun ini hingga akhir perdagangan Kamis waktu AS tercatat melemah 21,67 persen.
Performa itu berkebalikan dengan kinerja nilai saham Aramco. Sejak awal tahun, harga saham Aramco menanjak 25 persen. Nilai kapitalisasi pasar Aramco melampaui Apple pada tengah pekan ini senilai 2,43 triliun dollar AS. Kondisi ini menandai kembalinya ekonomi lama, yakni berjayanya perusahaan-perusahaan yang berbasis komoditas. Aramco yang merupakan perusahaan minyak dan gas alam nasional Arab Saudi disebut-sebut sebagai perusahaan penghasil minyak terbesar di dunia.
Di tengah menguatnya permintaan pasar, penurunan harga saham Apple terjadi meskipun perusahaan melaporkan laba yang lebih baik dari perkiraan dalam tiga bulan pertama tahun ini. Namun manajemen Apple memeringatkan bahwa penguncian wilayah di China sebagai bagian dari tindakan penanggulangan pandemi Covid-19, dan terganggunya rantai pasokan akan mengurangi hasil kinerja perseroan pada periode April-Juni sebesar 4-8 miliar dollar AS.
"Keterbatasan pasokan yang disebabkan sebagai efek Covid-19 dan kekurangan silikon di seluruh industri berdampak pada kemampuan kami untuk memenuhi permintaan pelanggan untuk produk kami," kata Direktur Keuangan Apple, Luca Maestri, dalam keterangannya di depan para analis beberapa waktu lalu.
Sebaliknya, raksasa minyak Aramco baru-baru ini melaporkan lonjakan laba bersih sebesar 124 persen untuk kinerja sepanjang tahun lalu. Pengumuman itu disampaikan pekan ini, hanya beberapa jam setelah pemberontak Yaman menyerang fasilitasnya yang menyebabkan penurunan produksi perusahaan itu untuk sementara. Manajemen perusahaan itu menyatakan di saat ekonomi dunia mulai pulih dari pandemi Covid-19 laba bersih Aramco meningkat 124 persen menjadi 110,0 miliar dollar AS pada tahun 2021, dibandingkan dengan 49,0 miliar dollar AS pada tahun 2020.
Arab Saudi sebagai salah satu pengekspor minyak mentah utama dunia, telah berada di bawah tekanan untuk meningkatkan produksinya. Invasi Rusia ke Ukraina dan aneka sanksi yang diterapkan negara-negara Barat terhadap Mokswa setelahnya telah mengguncang pasar energi global. Presiden dan CEO Aramco Amin Nasser memperingatkan bahwa prospek perusahaan tetap tidak pasti sebagian karena "faktor geopolitik". "Kami terus membuat kemajuan dalam meningkatkan kapasitas produksi minyak mentah kami, melaksanakan program ekspansi gas kami dan meningkatkan kapasitas cairan ke bahan kimia kami," kata Nasser.
Media The Guardian mencatat kebangkitan Aramco terjadi satu dekade setelah momen penting terjadi pada tahun 2011. Yakni kala valuasi Apple melampaui valuasi raksasa energi lain, ExxonMobil, untuk menjadi perusahaan terdaftar paling berharga di dunia. Sejak itu, Apple, Microsoft, perusahaan pemilik Google –Alphabet- dan Amazon telah mendominasi pasar saham. Perusahaan-perusahaan itu pun mencapai dan kemudian melampaui valuasi 1 triliun dollar AS dan menjadikan perusahaan-perusahaan berbasis komoditas secara global kalah dari sisi valuasinya. Hanya Saudi Aramco yang secara teratur tampil di antara perusahaan-perusahaan dengan valuasi tertinggi.
Neil Wilson, dari Markets.com, mengatakan ada "sesuatu hal simbolis dalam teknologi yang diambil alih kembali oleh minyak”. Apple dan Aramco telah diperdagangkan di posisi teratas secara valuasi sebelumnya. Aramco menjadi perusahaan terdaftar terbesar di dunia ketika tercatat di bursa saham Tadawul Arab Saudi pada Desember 2019. Valuasinya lebih besar dari Exxon saat perusahaan energi itu menjadi perusahaan publik satu dekade lalu. Namun kemudian valuasi Apple melonjak kembali dan menyalip valuasi Aramco pada Juli 2020 ketika pandemi Covid-19 telah mendorong permintaan untuk produk-produk dan layanan teknologi. (AFP/REUTERS)