Sebelas tahun konflik di Suriah tidak kunjung berakhir. Para pengungsi menanti kepastian nasib.
Oleh
LARASWATI ARIADNE ANWAR
·4 menit baca
Sejak perang saudara meletus di Suriah pada tahun 2011, hidup jutaan warga negeri itu terlunta-lunta. Setidaknya ada 13,4 juta warga Suriah mengungsi, baik di dalam negeri maupun ke negara-negara tetangga. Turki, misalnya, menjadi ”tuan rumah” bagi 3,7 juta pengungsi Suriah. Namun, hanya 350.000 pengungsi yang memperoleh suaka dari Pemerintah Turki. Jelang pemilu presiden pada 2023, keberadaan mereka rawan menjadi senjata politik.
Di Turki, isu pengungsi Suriah ataupun imigran ilegal adalah bara. Masyarakat terbelah, ada yang berpendapat, Turki wajib menunjukkan sikap manusiawi, sebaliknya ada yang menganggap pengungsi membawa masalah sosial seperti kemiskinan, tindak kejahatan, dan beban bagi ekonomi negara. Dilansir dari surat kabar Daily Sabah, jelang pemilu, perdebatan tentang isu itu memanas.
Beberapa lawan politik pemerintah saat ini, misalnya Kemal Kilicdaroglu dari Partai Republik Rakyat (CHP) terang-terangan mengatakan akan mendeportasi semua pengungsi Suriah apabila ia memenangi pilpres.
Sementara itu, Ketua Partai Kemenangan (VP) Umit Ozdag yang berhaluan kanan mengatakan bahwa keberadaan imigran ini adalah invasi. Mereka mengambil pekerjaan dan hak-hak warga negara Turki. “Erdogan juga melakukan trik kotor yaitu mempermudah proses para imigran menjadi warga negara Turki agar mereka akan mencoblos dia ketika pemilu,” tuturnya.
Data Pemerintah Turki menyebut ada 3,7 juta pengungsi Suriah di negara tersebut. Akan tetapi, pemerintah hanya mengeluarkan izin suaka untuk 350.000 orang. Keberadaan mereka yang tidak memiliki izin tinggal sah ini dipermasalahkan penduduk yang berhaluan kanan. Apalagi, di Turki tercatat ada 8 juta imigran ilegal dari Irak, Pakistan, dan Afghanistan yang masuk dengan visa wisata, tetapi kemudian menetap secara tidak sah.
Presiden Turki Recep Tayyip Erdogan ketika berpidato di depan kabinet dan setelah itu juga di hadapan Partai Keadilan dan Pembangunan (AK) di Ankara menegaskan bahwa ia tidak akan pernah memulangkan para pengungsi Suriah. Memang ada 21.000 orang yang dideportasi karena melanggar aturan hukum Turki, tetapi mereka yang tidak menciptakan permasalahan sosial berhak untuk tinggal.
“Para pengungsi ini dipersekusi di Suriah. Mereka datang ke Turki demi mencari keamanan dan kesempatan hidup baru. Mereka adalah tamu bagi Turki. Selama saya memimpin negara ini, mereka tidak akan dipaksa pulang,” kata Erdogan.
Walaupun begitu, Pemerintah Turki tetap memfasilitasi kepulangan pengungsi secara sukarela. Hal ini diutarakan oleh Wakil Menteri Luar Negeri Turki Sedat Onal di Brussels, Belgia. Ia menghadiri konferensi ke-16 mengenai penanganan pengungsi Suriah di Eropa dan sekitarnya.
“Memastikan terwujudnya perdamaian dan keamanan di Suriah juga merupakan tanggung jawab kita kepada para pengungsi. Turki telah memfasilitasi kepulangan 500.000 pengungsi yang secara sukarela memilih kembali ke Suriah,” ujarnya seperti dikutip oleh kantor berita Anadolu.
Ia juga mengungkapkan rencana Erdogan untuk membangun 200.000 rumah kepada para pengungsi yang pulang ke Suriah di 13 titik di utara negara itu. Permukiman ini juga akan dilengkapi dengan sekolah dan rumah sakit. Akan tetapi, gagasan ini menimbulkan tanda tanya bagi banyak pihak. Misalnya ialah pemastian lahan itu memang bisa dibangun permukiman, sumber biaya dari proyek, dan tata kelolanya.
Butuh biaya
Program Pembangunan Perserikatan Bangsa-Bangsa (UNDP) mengeluarkan pernyataan resmi. Sejak konflik pecah di tahun 2011 hingga kini, belum ada solusi bagi rakyat Suriah. Sebanyak 6,9 juta penduduk Suriah mengungsi di dalam negeri. Adapun 6,5 juta orang mengungsi ke negara-negara tetangga. Sebanyak 90 persen warga Suriah di dalam dan luar negeri hidup di bawah garis kemiskinan.
Mereka semua terancam kelaparan akut karena persediaan gandum global menurut akibat pecahnya konflik Rusia-Ukraina. Satu dari dua anak Suriah terancam putus sekolah akibat kemiskinan. Secara umum, UNDP mengatakan bahwa dana kemanusiaan untuk pengungsi Suriah global di tahun 2022 adalah 10,5 miliar dollar Amerika Serikat (AS). Di Turki, Lebanon, Irak, Yordania, dan Mesir yang menampung mayoritas pengungsi, membutuhkan bantuan sebesar 20 juta dollar Amerika Serikat (AS) di tahun 2022.
Komisioner untuk Lingkungan Uni Eropa (UE) Olivier Varhelyi kepada Daily Sabah mengatakan bahwa saat ini sukar bagi negara-negara donatur mengumpulkan uang dalam jumlah besar. Perang Rusia-Ukraina menambah beban ekonomi di kawasan tersebut. Setiap negara kewalahan, apalagi mereka juga menghadapi risiko krisis pangan dan energi. UE hanya bisa berjanji memberi 1,1 miliar dollar AS per tahun 2022. Meskipun begitu, mereka tidak akan menghapus sanksi untuk Bashar Assad dan orang-orang dekatnya.