Pandemi Covid-19 ikut memunculkan fenomena ”Musk-Musk” baru dengan aksi ”pompom” di pasar keuangan. Muncul orang-orang yang merekomendasikan aset-aset keuangan. Aksi mereka jadi anutan.
Oleh
ROBERTUS BENNY DWI KOESTANTO
·5 menit baca
Apa yang terpikir di benak setiap melihat, mendengar, atau membaca perihal sosok Elon Musk? Warga Amerika Serikat kelahiran Afrika Selatan itu kondang sebagai seorang pengusaha, miliarder pemilik PayPal, Tesla, dan SpaceX. Dia tampaknya sadar, sosoknya yang cenderung spontan dengan jutaan pengikut di media sosial menjadikannya sebagai seorang pemengaruh.
Musk juga menggunakan ketenaran untuk menjadikan dirinya sebagai pemengaruh di bidang keuangan (finfluencer, singkatan dari financial influencer). Ia cukup dengan menulis atau berkomentar soal dogecoin di Twitter, misalnya, harga salah satu aset kripto itu pun berubah cepat. Belum hilang juga dari ingatan saat dirinya berkomentar soal Gamestop dan Signal Advance. Harga saham keduanya langsung melesat.
Sangat mungkin Musk memperoleh keuntungan dari caranya itu. Misalnya, ia sudah membeli saham atau mata uang kripto tertentu lebih dulu dan lalu mencuitkan hal-hal itu. Orang tertarik dengan apa yang dikatakannya dan berspekulasi membeli. Harga naik karena penawaran pada harga tertentu oleh satu pihak disambar dengan aksi beli oleh pihak lain sebagai pembeli.
Jangan tanya soal risiko harganya kemudian turun dan para pembeli itu pun buntung. Ini terjadi karena mungkin Musk sudah menjual aset-aset itu ketika harganya masih di puncak.
Pada masa pandemi Covid-19 yang mungkin akan segera berlalu menjadi normal baru sepenuhnya, keberadaan orang-orang seperti Musk menjamur di pasar keuangan. Dunia tersambung secara daring saat kegiatan-kegiatan orang di luar rumah dibatasi.
Jadi anutan
Maka, muncullah fenomena ”Musk-Musk” baru dengan aksi pompom di pasar keuangan. Fenomena itu ditandai dengan kemunculan orang-orang yang merekomendasikan aset-aset keuangan tertentu di media sosial. Tujuan mereka adalah mengajak masyarakat membeli atau menjual aset-aset yang seolah-olah menjanjikan keuntungan tanpa alasan atau fundamental yang jelas. Para pompom itu ada. Kata-kata dan pilihan mereka di pasar keuangan diikuti banyak orang.
Di Raipur, India, yang bahkan tidak termasuk di antara 20 kota teratas dalam hal kontribusi terhadap omzet pasar saham negara itu, ada sosok bernama Pranjal Kamra. Pria berusia 28 tahun itu kondang sebagai finfluencer lewat saluran Youtube-nya. Dia kini memiliki hampir 4 juta pelanggan yang mendengarkan nasihatnya tentang pasar saham dan investasi pribadi.
Media Business Today menyebutkan, secara sederhana seorang finfluencer memberikan informasi dan saran investor tentang berbagai topik keuangan, seperti perdagangan pasar saham, keuangan pribadi, dan reksadana. Youtube menjadi salah satu media yang dipilih, bersama media sosial lain, seperti Twitter, Instagram, atau Facebook.
Orang seperti Kamra mengunggah video, kebanyakan dalam bahasa Hindi atau bahasa daerah di India. Ada pula yang mengunggah dalam bahasa ”Hinglish”, campuran bahasa Hindi dan Inggris, untuk menarik investor baru yang tidak berbahasa Inggris dari kota-kota kecil. Orang-orang pun berbondong-bondong mendatangi mereka, melihat dan mungkin mengikuti saran-saran mereka.
Di India, fenomena itu diduga erat kaitannya dengan relatif rendahnya tingkat literasi keuangan warganya. Menurut survei National Center for Financial Education tahun 2019, tingkat literasi keuangan India sebesar 27 persen. Maka, banyak warga dari pelosok negeri yang kemudian tertarik dengan finfluencer. Ini juga menjelaskan mengapa beberapa video para finfluencer yang paling banyak dilihat adalah soal cara membeli saham pertama atau soal mendapatkan penghasilan tetap dari menabung emas.
Fenomena finfluencer tidak terbatas di India. Menurut sebuah laporan oleh Statista, perusahaan Jerman spesialisasi dalam data pasar dan konsumen, ukuran pasar global pemengaruh telah melonjak delapan kali lipat hanya dalam lima tahun, meningkat dari hanya 1,7 miliar dollar AS pada 2016 menjadi hampir 14 miliar dollar AS pada 2021.
Lebih jelasnya, ukuran pasar telah meningkat lebih dari dua kali lipat dari 6,5 miliar dollar AS pada 2019. Para pemengaruh itu berbicara tentang mode, gawai, kesehatan, kecantikan, dan keuangan di media sosial.
Sejak era Romawi
Media Forbes mencatat keberadaan pemengaruh di dunia pemasaran sudah ada pada era modern sejak tahun 1930-an. Mundur lebih jauh, jejak pemengaruh itu dapat ditelusuri kembali ke zaman Romawi, yakni kala para gladiator benar-benar digunakan untuk mendukung suatu produk. Namun, kata influencer baru memasuki leksikon modern dalam dekade terakhir dan baru secara resmi ditambahkan ke kamus bahasa Inggris beberapa tahun lalu.
Salah satu kolaborasi pemengaruh pertama yang diakui secara luas dimulai pada 1760, yakni ketika merek teh asal Inggris, Wedgwood, pertama kali membuat sajian set teh untuk istri Raja Inggris George III (memerintah 1760-1820). Wedgwood pun kemudian dengan cepat memasarkan mereknya dengan persetujuan ”Kerajaan”. Hal itu memberinya status mewah sehingga merek tersebut masih dianggap cocok untuk Raja atau Ratu saat ini.
Fakta bahwa banyak orang sekarang dapat mencari nafkah sebagai pemengaruh telah menyebabkan kontroversi pemasaran lama muncul kembali. Pertanyaan yang muncul, apakah seorang pemengaruh benar-benar terkesan dengan produk dan layanan yang mereka promosikan? Atau dia sengaja melakukan itu semata demi bayaran layaknya iklan? Bagaimana memastikan hal itu secara terbuka?
Pertanyaan-pertanyaan tersebut mencuat karena internet pada umumnya, dan media sosial secara lebih khusus, telah mengaburkan batas antara ”editorial” dan ”periklanan”. Semua pun dikembalikan ke pengguna media zaman ini: percaya silakan, tidak percaya ya tidak apa-apa.
Yang jelas, pasar industri pemengaruh diproyeksikan akan tumbuh. Influencer Marketing Hub, misalnya, memperkirakan industri pemasaran pemengaruh akan tumbuh menjadi sekitar 16,4 miliar dollar AS pada 2022.
Lebih dari 75 persen pemasar merek menyiapkan anggaran untuk pemasaran melalui jasa pemengaruh tahun ini. Jumlah perusahaan yang menggunakan jasa pemengaruh tahun lalu mencapai 18.900 perusahaan, tumbuh sekitar 26 persen dibandingkan dengan tahun sebelumnya.