Pertahanan ”Pil Racun” Twitter Menghadapi Aksi Beli Total Elon Musk
Tawaran Elon Musk untuk mencaplok bulat-bulat Twitter mengejutkan sekaligus mengkhawatirkan. Alih-alih menjamin kebebasan berpendapat bagi para penggunanya, aksi Musk dikhawatirkan justru bakal membatasi hal itu.
Oleh
ROBERTUS BENNY DWI KOESTANTO
·4 menit baca
NEW YORK, SABTU — Akhir Maret lalu, melalui Twitter miliarder Elon Musk berujar bahwa kebebasan berbicara adalah sesuatu yang penting atas berfungsinya demokrasi. Ia bertanya apakah Twitter sebagai sebuah platform ”patuh secara ketat” atas prinsip itu. Jika tidak, lanjut tanyanya, apakah perlu platform baru selain Twitter? Kurang dari tiga minggu berselang, ia membeli sebagian saham Twitter dan melanjutkannya dengan tawaran untuk mencaplok seluruh saham di perusahaan media sosial itu.
Tawaran Musk untuk mencaplok bulat-bulat Twitter mengejutkan sekaligus mengkhawatirkan. Alih-alih menjamin kebebasan berpendapat bagi para penggunanya, aksi Musk dikhawatirkan justru bakal membatasi hal itu.
Manajemen Twitter pun serta-merta memasang ”pagar tinggi” untuk menahan langkah Musk. Manajemen perseroan pada Jumat (15/4/2022) mengumumkan rencana yang disebut sebagai ”pil racun”. Rencana ini akan mempersulit Musk untuk mendapatkan posisi sebagai pemegang saham pengendali di perusahaan itu.
Musk menawar membeli 100 persen saham Twitter seharga 54,20 dollar AS per saham secara tunai. Nilai totalnya mencapai Rp 617 triliun. Saham itu terdiri dari 54 persen saham premium, tepat sehari sebelum dirinya mulai berinvestasi di Twitter. Selain itu, sebesar 38 persen saham premium sehari sebelum investasinya diumumkan secara publik.
”Penawaran saya ini adalah penawaran terbaik dan terakhir saya; jika tidak diterima saya perlu mempertimbangkan kembali posisi saya sebagai pemegang saham,” kata Musk.
Musk mengungkapkan sejumlah strateginya terhadap Twitter pada Kamis (14/4/2022) lalu. Ia menenangkan kekhawatiran akan menjadikan Twitter sebagai perusahaan tertutup pascapembeliannya jika rencana itu terealisasi. Justru dia ingin membuka tabir pada algoritma yang berjalan di Twitter.
Dia juga menegaskan kembali dukungannya terhadap pendekatan yang lebih lepas tangan untuk mengawasi platform medsos itu. Hal itu menjadi masalah pelik terutama dalam kasus-kasus terkenal, seperti sosok Donald Trump yang dilarang untuk berinteraksi melalui Twitter, setelah serangan massa terhadap US Capitol tahun lalu.
Bakal bermasalah
Namun, sejumlah kalangan kritikus berpendapat bahwa absolutisme kebebasan berbicara di medsos bisa sangat bermasalah dan berantakan di dunia nyata. Ini berpijak pada sosok dan tindakan-tindakan Musk yang notabene adalah salah satu sosok orang terkaya di dunia. Pebisnis spekulatif yang melekat pada sosok Musk juga menjadi bahan kekhawatiran.
”Saya takut dengan dampak pada masyarakat dan politik jika Elon Musk mengakuisisi Twitter,” ujar Max Boot, kolumnis harian The Washington Post, Rabu (13/4/2022) lalu. ”Dia tampaknya percaya bahwa di media sosial apa pun bisa terjadi. Agar demokrasi dapat bertahan, kita membutuhkan lebih banyak moderasi konten, bukan lebih sedikit,” tambah Boot.
Dalam suratnya kepada Ketua Dewan Direksi Twitter Bret Taylor, pada tengah pekan, Musk berdalih bahwa Twitter perlu menjadi perusahaan tertutup karena tidak dapat berkembang untuk melayani kebebasan berbicara saat ini. Dirinya juga mengklaim tidak tertarik mengakuisisi Twitter demi uang dan tidak yakin soal berhasil-tidaknya dirinya membeli Twitter.
Yang jelas, CEO Twitter Parag Agrawal menyatakan bahwa pihaknya sangat berhati-hati dengan penawaran Musk. Investor pun diperingatkan atas penawaran itu. Saham Twitter ditutup turun 1,68 persen di hari terakhir sebelum libur Paskah pekan ini.
Strategi ”pil racun”
Rencana atau strategi ”pil racun” pun diberlakukan Dewan Direksi Twitter. Mekanisme itu berlaku jika seorang investor membeli lebih dari 15 persen saham tanpa persetujuan direktur. Musk sejauh ini baru memegang 9 persen dari total saham Twitter.
Strategi dewan direksi itu mempersulit pembeli untuk membangun saham terlalu besar tanpa persetujuan dewan direksi. Bagian dari strategi itu adalah memicu opsi yang memungkinkan investor lain membeli lebih banyak saham perusahaan dengan harga diskon. Manajemen Twitter mengungkapkan rencana pelaksanaan strategi tersebut.
Para ahli menganggap strategi itu sebagai alat yang ampuh untuk melawan perampok perusahaan, tidak mencegah diskusi ataupun menyetujui suatu langkah akuisisi.
Musk bergeming dengan sikapnya untuk mencaplok Twitter. Tanpa mengomentari soal ”pil racun” dewan direksi Twitter, dia melalui cuitannya menilai dewan direksi harus siap-siap berhadapan dengan tanggung jawab secara hukum jika dewan itu bertentangan dengan kepentingan pemegang saham dalam menolak tawaran yang diajukannya.
”Pilihan untuk menjadikan Twitter sebagai perusahaan tertutup seharusnya terserah pada posisi pemegang sahamnya dan bukan dewan direksi,” kata Musk sambil membuka jajak pendapat melalui Twitter. Sekitar 83 persen dari total 2,85 juta pengguna Twitter mengiyakan pendapat Musk itu.
Musk sesumbar secara teknis dia mampu membeli Twitter sepenuhnya sekalipun dia tidak mengungkapkan informasi apa pun soal pembayaran. Namun, sejumlah investor, termasuk di Twitter, menolak rencana Musk itu. Salah satunya adalah Pangeran Arab Saudi Alwaleed bin Talal. ”Meskipun dewan direksi akan mempertimbangkan tawaran CEO Tesla, kami yakin kemungkinan Twitter menerimanya di bawah 50 persen,” kata analis Morningstar Research dalam analisis tertulisnya. (AFP)