Musk Siap Kucurkan Rp 618 Triliun untuk Akuisisi Twitter
Sepekan setelah dinobatkan sebagai pemegang saham terbesar platform media sosial Twitter, Elon Musk membuat langkah mengejutkan. Dia menyiapkan 43 miliar dollar AS (Rp 618 triliun) untuk membeli Twitter. Ada penolakan.
Oleh
MAHDI MUHAMMAD
·5 menit baca
VANCOUVER, JUMAT — Hanya berselang sepekan setelah menjadi pemilik saham terbesar Twitter, Elon Musk membuat langkah mengejutkan dengan rencana pengambilalihan platform microblogging tersebut. Musk mengajukan penawaran senilai 43 miliar dollar Amerika Serikat (sekitar Rp 618 triliun) atau setara 54,20 dollar AS per lembar saham untuk mengakuisisi Twitter secara penuh.
Rencana akuisisi diajukan Musk melalui Securities and Exchange Comission (SEC) yang dipublikasikan pada Kamis (14/4/2022) waktu setempat. Manajemen Twitter dikabarkan tengah mengevaluasi tawaran tersebut dengan bantuan dua firma investasi, yaitu Goldman Sachs dan Wilson Sonsini Goodrich & Rosati.
”Saya pikir sangat penting (bagi Twitter) untuk menjadi arena inklusif untuk kebebasan berbicara,” kata Musk saat berbicara pada sebuah acara dialog, TED Talk, di Vancouver, Kanada, Kamis waktu setempat.
Musk mengatakan, secara teknis dia mampu melakukan pembelian secara tunai. Walau begitu, dia mengungkapkan kemungkinan meminjam uang atau menjual saham Tesla atau perusahaan pengembang roket SpaceX miliknya untuk menambah nominal dana pembelian itu.
Sebelum penawaran ini dibuat, pekan lalu, Musk telah membeli sekitar 73,4 juta lembar saham Twitter senilai 2,89 miliar dollar AS dan menjadikannya memiliki 9 persen saham, pemegang saham terbesar. Kepemilikan saham Musk di Twitter empat kali lipat lebih banyak dibandingkan jumlah saham salah satu pendiri Twitter, Jack Dorsey, yang hanya menguasai 2,25 persen saham.
Pembelian saham Twitter oleh Musk pada pekan lalu sempat membuat para pemegang saham kegirangan karena nilai saham mereka mengalami kenaikan lebih dari 25 persen di pasar saham.
Dibandingkan platform media sosial lain, jumlah pengguna Twitter yang lebih sedikit menimbulkan keraguan banyak pihak soal prospek pertumbuhannya. Meta, perusahaan induk Facebook, menghasilkan pendapatan hingga 118 miliar dollar pada tahun 2021 dari 1,93 miliar pengguna harian. Pendapatan Twitter jauh di bawahnya, hanya sekitar 5,08 miliar dollar AS pada tahun yang sama, dari 217 juta pengguna harian.
Michael Hewson, Kepala Analisis Pasar CMC Markets, menilai bahwa tawaran yang diberikan Musk tergolong sangat baik. ”Pertanyaan besar untuk dewan Twitter sekarang adalah apakah akan menerima tawaran yang sangat murah hati untuk bisnis yang kinerjanya buruk dan cenderung memperlakukan penggunanya dengan acuh tak acuh,” kata Hewson.
Daniel Ivesh, analis dari perusahaan sekuritas Wedbush Securites, memiliki kecenderungan pandangan yang sama dengan Hewson. ”Akan sulit bagi penawar/konsorsium lain untuk muncul. Dan, dewan Twitter akan dipaksa untuk menerima tawaran ini dan/atau menjalankan proses aktif untuk menjual Twitter,” kata Ivesh.
Kegaduhan
Tawaran Musk yang mengejutkan itu membuat kegaduhan besar tidak hanya di jagat maya, tetapi juga di pasar. Kegaduhan tidak sebatas pada sikap Musk yang dinilai agresif, tetapi juga karena muncul kekhawatiran soal moderasi konten yang memiliki kemungkinan akan dihapus apabila Twitter jadi diakuisisi oleh salah satu pendiri PayPal ini.
Pangeran Arab Saudi, Alwaleed bin Talal, salah satu pemegang saham, menentang rencana akuisisi itu. Dia mencuit bahwa harga yang ditawarkan oleh Musk sebesar 54,20 dollar AS per lembar saham terlalu rendah.
Pandangan lain disampaikan Fred Wilson, salah satu pemodal ventura. Dia tidak mempermasalahkan soal harga per lembar saham yang diajukan oleh Musk, tetapi lebih pada rencana pencabutan moderasi konten, kebebasan berbicara, hingga penguasaan saham yang terlalu terpusat pada satu orang.
”Twitter terlalu penting untuk dimiliki dan dikendalikan oleh satu orang. Seharusnya yang terjadi sebaliknya. Twitter harus didesentralisasi,” cuit Wilson.
Musk memiliki pandangan yang berbeda dengan manajemen pengelola Twitter saat ini, terutama soal moderasi konten dan kebebasan berbicara. Dia menyatakan, dirinya ingin membuka tabir algoritma yang digunakan pengelola platform ini yang memungkinkan orang luar melihatnya serta mengusulkan perubahan.
Hal lain yang dipikirkan Musk adalah pendekatan yang lebih longgar soal moderasi konten. Beberapa waktu terakhir moderasi konten telah memicu kritik karena dinilai terlalu ”ketat” terhadap hal-hal yang seharusnya sejalan dengan prinsip kebebasan berbicara. Di AS, kebebasan berbicara merupakan hal yang dijunjung tinggi.
Para pengkritik mantan Presiden AS Donald Trump telah lama menyerukan agar mantan pengusaha real estat itu dilarang mencuit dan bahkan dikeluarkan dari platform tersebut. Cuitannya dinilai sangat bias dan memicu segregasi hingga konflik horizontal di AS yang berujung pada kekerasan rasial.
”Saya pikir kami sangat enggan untuk menghapus sesuatu dan sangat hati-hati dalam mengeluarkan larangan permanen. Jeda sebentar, saya pikir, akan lebih baik,” kata Musk dalam konferensi, Kamis, tanpa merujuk secara langsung pada kasus Trump. Dia menambahkan, dirinya dan mungkin manajemen Twitter menginginkan individu memiliki kebebasan yang sangat luas untuk berbicara di platform tersebut.
Kekhawatiran pada Musk
Kolumnis The Washington Post, Max Boot, mengkhawatirkan dampak yang terjadi apabila Musk mengakuisisi Twitter dan menghapus moderasi kontennya. Kebebasan berbicara yang absolut, menurut Boot, bisa berbeda ketika dihadapkan dengan dunia nyata.
”Saya takut dengan dampak pada masyarakat dan politik jika Elon Musk mengakuisisi Twitter. Dia tampaknya percaya bahwa di media sosial apa pun bisa terjadi. Agar demokrasi dapat bertahan, kita membutuhkan lebih banyak moderasi konten, bukan lebih sedikit,” tambah Boot.
Akan tetapi, ada juga yang mendukung pemikiran Musk. Nigel Farage, salah satu tokoh di balik hengkangnya Inggris dari Uni Eropa, mengatakan, rencana Musk mengakuisisi Twitter adalah kabar terbaik bagi kebebasan berbicara.
Senator Ted Cruz, seorang anggota Partai Republik, juga menyatakan hal yang sama dengan Farage. ”Jika kaum kiri menganggap mereka benar, mengapa mereka begitu takut dengan kebebasan berbicara?” cuitnya.
Kegaduhan yang dibuat Musk tidak sebatas di pasar, tetapi bahkan juga di lingkup internal Twitter. Bos Twitter, Parag Aragwal, dikabarkan melakukan pertemuan dengan para karyawan untuk mendiskusikan beberapa hal, termasuk tawaran yang diajukan Musk.
Menurut sumber yang mengetahui pertemuan tersebut, Agrawal meminta para anggota staf tetap fokus dengan tugas masing-masing dan memastikan kepada mereka bahwa kendali tetap dipegang manajemen.Dia mengatakan, kritik yang muncul terhadap perusahaan adalah hal yang wajar dan itu salah satu cara bagi mereka untuk bisa bergerak maju.
”Saya berpandangan kuat bahwa orang-orang yang kritis terhadap pelayanan kita, suaranya adalah sesuatu yang harus kita tekankan agar kita bisa belajar dan menjadi lebih baik lagi,” ujarnya.
Tentang kebebasan berbicara, Agrawal mengatakan, sebagian besar tugas yang dikerjakan oleh para anggota staf dan perusahaan adalah untuk meningkatkan ”kesehatan percakapan” di dalam platform. Juru bicara Twitter menolak mengomentari pertemuan tersebut. (AFP/REUTERS)