Banjir dan Tanah Longsor Tewaskan 80 Warga Filipina
Akses sulit ke daerah terdampak bencana membuat proses evakuasi harus lewat pantai dengan perahu. Kali ini bencana tanah longsor mengejutkan karena justru terjadi di wilayah-wilayah yang selama ini dianggap aman.
Oleh
LUKI AULIA
·4 menit baca
MANILA, RABU — Sedikitnya 80 orang tewas dan 200 orang terluka akibat bencana banjir serta tanah longsor di Filipina. Mayoritas korban ditemukan di Provinsi Leyte. Jumlah korban tewas dikhawatirkan akan terus bertambah karena masih banyak orang yang hilang. Tim pencari dan penyelamat bergegas mencari para korban yang dikhawatirkan terkubur tanah longsor dengan menggali tanpa bantuan alat atau tangan kosong.
Bencana banjir dan tanah longsor terjadi akibat badai tropis Megi yang termasuk badai terkuat yang menghantam Filipina pada tahun ini. Sekitar 42.000 orang mengungsi dan membutuhkan bantuan darurat, seperti makanan, minuman, pakaian, serta obat-obatan. Sementara Pemerintah Filipina kelabakan mendistribusikan bantuan kepada rakyatnya.
Pencarian dan penyelamatan para korban, Rabu (13/4/2022), difokuskan di kota Baybay, wilayah pegunungan yang rawan longsor di Filipina Timur. Diduga, masih banyak korban terkubur longsor di wilayah itu. Di Desa Pilar, kota Abuyog, yang berada di kawasan pesisir, terdapat 13 orang tewas dan sedikitnya 150 orang hilang. Banyak korban hilang karena rumah-rumah mereka terdorong ke laut akibat longsoran lumpur dan tanah. Tanah longsor pun mengubur hampir semua rumah warga di desa itu. ”Saya harus jujur, kami khawatir tidak ada korban yang selamat. Tidak mudah bagi tim pencari dan penyelamat untuk mengevakuasi jasad korban,” kata Wali Kota Abuyog Lemuel Traya.
Sekitar 250 orang yang selamat kini berada di tempat pengungsian. Mereka dievakuasi menggunakan perahu karena semua jalan terputus akibat tanah longsor. Tidak ada yang menduga akan terjadi tanah longsor. Seperti diceritakan Ara Mae Canuto (22) yang mendengar suara gemuruh keras seperti helikopter saat tanah longsor. Khawatir dengan ayah ibunya yang ada di rumah, ia segera berlari ke rumah orangtuanya di Pilar.
Akan tetapi, perjalanannya tak mudah karena ia tersapu banjir dan hampir tenggelam. ”Saya tidak tahu sudah menelan apa saja. Telinga dan hidung saya penuh lumpur. Saya beruntung masih hidup. Banyak saudara dan teman yang meninggal dan hilang,” ujarnya. Ia pun tak berhasil mencapai rumah orangtuanya dan sampai sekarang kedua orangtuanya belum ditemukan.
Loderica Portarcos (47), warga di Desa Bunga, kehilangan 17 saudara dan seorang teman akibat tanah longsor. Ia ikut mencari saudara-saudaranya di lokasi sekitar rumahnya yang sudah tak tampak lagi. ”Kami diberi tahu untuk siap siaga dan waspada karena akan ada badai datang, tetapi pemerintah tidak meminta kami mengungsi. Sebagian keluarga yang tewas sudah di kamar mayat, tetapi masih harus segera dicari karena mulai menyebar bau busuk di lokasi longsor,” ujarnya.
Kelabakan
Proses pencarian korban dilakukan berbarengan dengan proses evakuasi warga yang tinggal di daerah-daerah yang terdampak banjir. Persoalan terberat yang kini dihadapi adalah ketersediaan air bersih dan air minum. Akibat banjir, sistem air bersih di wilayah itu rusak. ”Bantuan makanan dan obat-obatan sudah tersedia, masalahnya ada pada manajemen di tempat-tempat pengungsian,” kata Wali Kota Baybay Jose Carlos Cari.
Yayasan dari perusahaan media ABS-CBN segera membagikan 7.500 paket bantuan darurat, termasuk makanan, setelah banjir menyusut. Juru Bicara Badan Bencana Nasional Filipina Mark Timbal mengatakan, di sejumlah wilayah di pantai timur yang menghadap ke Laut Filipina dan Samudra Pasifik masih akan hujan dan ini berisiko bagi tim pencari serta penyelamat korban. ”Mereka harus ekstra hati-hati karena di sejumlah wilayah masih hujan deras dan risiko tanah longsor masih tinggi. Kali ini bencana tanah longsor mengejutkan karena justru terjadi di wilayah-wilayah yang selama ini dianggap aman,” ujarnya.
Kepala Kepolisian Abuyog James Mark Ruiz menjelaskan, dibutuhkan lebih banyak perahu untuk membantu para korban di Desa Pilar saja, tetapi proses evakuasi sulit karena akses ke pantai sulit. Dari foto-foto yang diunggah Biro Perlindungan Kebakaran Filipina di media sosial Facebook terlihat banyak bangunan hancur atau terbalik akibat tanah longsor dan puing-puing bangunan terendam air. ”Kami menggunakan perahu dari bahan serat fiber. Masalahnya, di laut banyak batang besi dari puing-puing rumah warga yang tersapu ke laut. Tanahnya pun tidak stabil dan sangat berisiko,” kata Traya.
Filipina dikenal rawan bencana, terutama badai. Setiap tahun, Filipina diterjang rata-rata 20 badai tropis. Pada Desember 2021, topan Rai kategori 5 mengakibatkan 405 orang tewas dan sekitar 1.400 orang terluka. Pada 2013, Filipina pun diterjang topan super Haiyan. Kalangan ilmuwan sudah memperingatkan bahwa badai yang akan datang kemungkinan akan lebih kuat seiring dengan Bumi yang semakin panas akibat perubahan iklim. Akibat bencana banjir dan tanah longsor ini, puluhan pelabuhan di Filipina, baik pelabuhan perdagangan maupun komersial, terpaksa berhenti beroperasi dan membuat ribuan calon penumpang terdampar. (REUTERS/AFP)