Dentuman Meriam Penanda Buka Puasa di Timur Tengah
Warga Mekkah mengenal Bukit Meriam yang terletak di utara Masjidil Haram. Suara dentuman meriam dari bukit itu bisa terdengar hampir di seluruh penjuru Mekkah.
Oleh
KRIS MADA
·3 menit baca
Di Indonesia ada pesta suara letusan meriam bambu saat Ramadhan. Di sejumlah negara Timur Tengah, pesta suara dentuman menggunakan meriam asli. Dentuman meriam menjadi penanda waktu buka puasa sekaligus dijadikan salah satu atraksi wisata di wilayah itu.
Kepolisian Dubai mengumumkan, ada 200 peluru disiapkan untuk Ramadhan 2022. Selain lima lokasi tetap, yang salah satunya adalah Burj Khalifa, ada 11 lokasi tidak tetap untuk penembakan meriam tahun ini.
Kepolisian Dubai mengumumkan lokasinya pada akhir Maret 2022. Lewat pengumuman itu, sebagaimana dikutip dari kantor berita WAM, kepolisian Dubai berharap warga bersiap menyambut salah satu tradisi Ramadhan yang sudah berlangsung puluhan tahun tersebut.
”Kepolisian Dubai bersemangat menjaga tradisi ini tetap hidup sekaligus membantu mengingatkan warga kapan waktunya berbuka puasa,” kata komandan artileri pada Departemen Perlindungan Keamanan dan Kedaruratan Dubai, Abdullah Al Amimi.
Tradisi serupa juga ditemukan di Uni Emirat Arab (UEA). Berdasarkan pengumuman angkatan bersenjata UEA, meriam-meriam yang dipakai militer negara itu sejak 1970 akan dipakai untuk memeriahkan Ramadhan tahun ini. Meriam UEA disiagakan di Abu Dhabi, Al Ain, Al Dhafra, Ras Al Khaimah, dan Umm Al Quwain.
Meski meriam dan pelurunya asli, aparat UEA memastikan tradisi itu aman. Setiap meriam diawasi paling tidak empat orang. Tugas mereka, menembakkan meriam tepat saat waktunya berbuka puasa. Mengingat waktu berbuka berbeda setiap hari, maka suara meriam akan terdengar pada saat yang berlainan setiap hari.
Sementara di Arab Saudi, tradisi itu sudah berhenti delapan tahun lalu. Dalam laporan Arab News pada Senin (4/4/2022), sejumlah warga Mekkah mengaku rindu pada suara ledakan menjelang berbuka puasa.
Sampai sekarang, warga Mekkah masih mengenal Bukit Meriam yang terletak di utara Masjidil Haram. Warga sekaligus peminat sejarah Mekkah, Ahmed Saleh Halabi, menyebut bahwa dulu suara ledakan meriam dari bukit itu bisa terdengar hampir di seluruh penjuru Mekkah. Padahal, hanya ada satu meriam. ”Lokasi (penembakan meriam) sampai sekarang masih ada. Kecil saja, hanya 10 meter x 10 meter,” katanya.
Tembakan terakhir terdengar pada 2014. Sekarang sudah delapan tahun tidak terdengar lagi. Kadang, kami merindukan suara itu.
Ia ingat tentara Arab Saudi menembakkan total lebih dari 100 peluru kosong selama Ramadhan. Tembakan terakhir terdengar pada 2014. ”Sekarang sudah delapan tahun tidak terdengar lagi. Kadang, kami merindukan suara itu,” katanya.
Selain azan dari masjid, yang sejak 2021 dikendalikan volumenya, warga Mekkah mengandalkan suara meriam sebagai penanda waktu berbuka puasa. Kadang suara meriam mendahului azan dan warga sontak bergegas berbuka.
Pegawai Sheikh Mohammed Bin Rashid Centre for Cultural Understanding di Dubai, Ahmad Al Jafflah, mengatakan, penembakan meriam bukan tradisi asli UEA. Jauh sebelum bangsa-bangsa Arab terbagi menjadi negara seperti sekarang, tradisi itu sudah ada.
Halabi dan Al Jafflah sama-sama menunjuk Mesir sebagai muasal tradisi itu. Mereka, seperti banyak orang di Timur Tengah, mendengar bahwa tradisi itu dimulai secara tidak sengaja pada abad ke-10 kala Mesir masih dikuasai Dinasti Fatimiyah. Kala itu, ada meriam di Bukit Muqatam yang rutin ditembakkan menjelang berbuka puasa. Suara dari salah satu bukit dekat Kairo itu dijadikan penanda membatalkan puasa oleh warga setempat.
Sementara menurut versi lain, tradisi itu dimulai secara tidak sengaja. Gubernur Kairo Khos Qadam sedang menguji meriam baru menjelang buka puasa. Oleh warga Kairo, suara meriam itu dikira sebagai tanda waktu berbuka. Sejak itu, tradisi menembakkan meriam meluas di Timur Tengah.
Di UEA, tradisi itu mulai berjalan paling tidak dalam 60 tahun terakhir. Sementara di Arab Saudi, tradisi itu berlangsung 80 tahun sampai dihentikan pada 2015. Sejak Raja Salman memerintah, warga Mekkah dan sekitarnya memang tidak lagi mendengar suara itu.
Meriam yang dipakai pun beragam. Mekkah memakai meriam buatan Amerika Serikat. Sementara UEA memakai meriam buatan Inggris. Adapun negara-negara lain yang berpenduduk mayoritas Muslim mengandalkan tanda suara yang dilantangkan produk buatan perusahaan Jepang, TOA. (RAZ)