AICHR dan Dinamika Promosi-Perlindungan HAM di ASEAN
Komisi Hak-Hak Asasi Manusia Antarnegara ASEAN dibentuk terutama untuk memromosikan dan melindungi HAM di ASEAN. Kepentingan nasional RI ikut disuarakan melalui komisi itu.
Oleh
ROBERTUS BENNY DWI KOESTANTO
·4 menit baca
Tahun ini akan menandai 13 tahun perjalanan Komisi Hak-Hak Asasi Manusia Antarnegara ASEAN (AICHR). Komisi itu dibentuk terutama untuk memromosikan dan melindungi HAM dan kebebasan dasar masyarakat ASEAN. Kepentingan nasional Republik Indonesia ikut disuarakan melalui wakilnya di lembaga itu.
Pembentukan AICHR menunjukkan komitmen ASEAN untuk mengejar strategi berwawasan ke depan dalam penguatan kerja sama regional tentang HAM. Komisi itu diresmikan oleh para Pemimpin ASEAN pada tanggal 23 Oktober 2009 pada Konferensi Tingkat Tinggi ASEAN ke-15 di Cha-Am Hua Hin, Thailand. Komisi itu diperkuat dengan diumumkannya Deklarasi HAM ASEAN (AHRD) yang diadopsi pada November 2012 dengan Pernyataan Phnom Penh tentang Adopsi AHRD yang ditandatangani oleh Pemimpin ASEAN.
AICHR dirancang untuk menjadi bagian integral dari struktur organisasi ASEAN. Sebagai sebuah lembaga, komisi HAM ASEAN ikut bertanggung jawab untuk memromosikan dan melindungi HAM di ASEAN. Dinamika terkait promosi dan perlindungan HAM itu dalam komisi itu terlihat dalam kegiatan-kegiatannya, sebagaimana hal itu juga terjadi dalam forum-forum ASEAN. AICHR mengadakan dua pertemuan rutin pertahun dan pertemuan tambahan bila diperlukan, serta melapor kepada Menteri Luar Negeri ASEAN.
Wakil Indonesia di AICHR 2022-2024, Yuyun Wahyuningrum, dalam wawancara secara virtual dengan harian Kompas di Jakarta, Selasa (5/4/2022), menyatakan Indonesia memiliki modalitas banyak sebagai negara yang menghormati dan menjunjung tinggi HAM. Apalagi Indonesia termasuk dalam salah satu negara pendiri ASEAN. Modalitas itu menjadikan Indonesia patut percaya diri dalam memromosikan dan melindungi HAM di ASEAN, termasuk lewat AICHR. “Indonesia secara sadar meletakkan HAM dalam kebijakan luar negerinya dan mandat konstitusi, maka kita punya semua alasan untuk ikut mendorong HAM di ASEAN,” kata Yuyun yang juga telah menjadi wakil Indonesia di AICHR pada periode 2019-2021.
Sejatinya Indonesia awalnya ingin agar AICHR lebih mengedepankan aspek perlindungan dibanding aspek promosi HAM. Namun pada saat sebelum AICHR dibentuk, keinginan Indonesia itu kalah suara dibanding mayoritas anggota ASEAN lain. Hal itu menurut Yuyun tidak lalu membuat Indonesia surut. Indonesia melalui wakilnya di AICHR terus ikut proaktif mengatur norma-norma internal komisi itu. Kekhasan untuk menjaga keseimbangan RI dalam AICHR juga terlihat dari wakilnya di AICHR yang berasal atau berlatar belakang bukan aparat sipil negara (ASN). Mayoritas wakil 9 negara ASEAN lain di AICHR berasal dari kalangan ASN.
Dinamika pasang surut mewarnai pengaturan norma-norma internal AICHR. Tidak semata karena komisi itu relatif baru dari sisi usia, lebih-lebih hal-hal terkait HAM secara umum juga tidak ingin dipertontonkan secara mencolok oleh sejumlah anggota ASEAN. Hal itu misalnya terlihat dalam hal perlindungan HAM. HAM tetap dinilai dan diletakkan sebagai sebuah isu yang sangat diperhatikan. Namun, sejumlah negara ASEAN ingin agar hal itu tidak terlalu maju atau mencolok, sekali pun hal itu menjadi bagian yang dihidupi dalam keanggotan mereka dalam organisasi seperti Perserikatan Bangsa-Bangsa. Yuyun menyebut tidak semua negara ASEAN ingin terlihat sebagai “juara” dalam promosi HAM.
Pengambilan keputusan AICHR didasarkan pada musyawarah dan mufakat. Sejak didirikan, AICHR telah mengadopsi beberapa dokumen kunci, termasuk Pedoman Operasi AICHR dan Pedoman Hubungan AICHR dengan Organisasi Masyarakat Sipil. Bidang-bidang prioritas HAM AICHR terdapat dalam Rencana Kerja Lima Tahun, yang didasarkan pada 14 mandat AICHR yang digariskan dalam kerangka acuan kerja tahunan komisi itu. AICHR menentukan program dan kegiatan prioritas tinggi komisi setiap tahun berdasarkan rencana kerja dan respon terhadap urgensi HAM yang muncul di ASEAN.
Yuyun mengatakan ada tiga kriteria sebuah isu dibahas di AICHR. Yakni memenuhi aspek regionalitas, lintas negara, dan menjadi tema atau pembicaraan negara-negara di kawasan. Masalah dugaan pelanggaran HAM terkait warga etnis Rohingya di Myanmar dan aneka peristiwa yang terjadi pascakudeta militer di Myanmar awal tahun 2021 menjadi salah satu perhatian AICHR. Yuyun mengungkapkan, dirinya terus berupaya mendorong agar unsur AICHR dapat masuk dalam tim Utusan Khusus ASEAN untuk Myanmar. “AICHR didirikan untuk tujuan people oriented, maka bisa menjalin komunikasi dengan pihak-pihak di Myanmar,” kata dia. “Harus ada semacam humas yang bisa memberi info dan masukan di tim Utusan Khusus.”