Presiden Sri Lanka Berlakukan Status Keadaan Darurat
Status darurat memungkinkan aparat keamanan menggunakan kekuatan penuh untuk menghadapi pengunjuk rasa. Sehari sebelumnya, massa bentrok dengan polisi dan militer saat memprotes krisis ekonomi Sri Lanka.
Oleh
ROBERTUS BENNY DWI KOESTANTO
·3 menit baca
COLOMBO, SABTU — Presiden Sri Lanka Gotabaya Rajapaksa pada Jumat (1/4/2022) malam waktu setempat mengumumkan Sri Lanka dalam status keadaan darurat. Status ini memungkinkan aparat keamanan menggunakan kekuatan penuh untuk menghadapi pengunjuk rasa. Langkah itu diambil Rajapaksa menyusul protes keras atas krisis ekonomi terburuk negara itu dalam beberapa dasawarsa terakhir.
Dalam keterangan pers yang disampaikan Pemerintah Sri Lanka, Rajapaksa memberlakukan keadaan darurat demi kepentingan keamanan publik, perlindungan ketertiban umum, serta memastikan pasokan kebutuhan dan layanan penting bagi seluruh warga. Sepanjang Kamis (31/3/2022), ratusan pengunjuk rasa bentrok dengan polisi dan militer di luar kediaman Presiden Rajapaksa di pinggiran ibu kota Colombo. Polisi menggunakan gas air mata dan meriam air untuk membubarkan massa setelah mereka membakar beberapa kendaraan polisi dan tentara.
Seorang pejabat mengatakan, setidaknya belasan polisi terluka dalam bentrokan itu. Ia menolak berkomentar tentang jumlah pengunjuk rasa yang terluka. Polisi menangkap 53 orang dan memberlakukan jam malam di Colombo dan sekitarnya pada Jumat. Aparat keamanan Sri Lanka juga mencegah protes lanjutan yang pecah secara sporadis. Warga protes karena mengalami kekurangan barang-barang penting, termasuk bahan bakar dan bahan-bahan makanan pokok.
Negara berpenduduk 22 juta orang itu tengah berada di tengah krisis ekonomi terburuk dalam beberapa dekade. Pemadaman listrik secara bergilir diberlakukan hingga 13 jam sehari karena pemerintah berjuang mengamankan devisa untuk membayar impor bahan bakar. Menteri Pariwisata Prasanna Ranatunge memperingatkan, protes para pengunjuk rasa yang terus berlanjut akan membahayakan prospek ekonomi. ”Masalah utama yang dihadapi Sri Lanka adalah kekurangan valuta asing. Protes seperti ini akan merugikan pariwisata dan memiliki konsekuensi ekonomi,” kata Ranatunge.
Kami memantau perkembangan dan prihatin dengan laporan kekerasan. (Hanaa Singer-Hamdy)
Pada Jumat, bursa saham Sri Lanka dihentikan untuk hari ketiga berturut-turut. Langkah itu diambil setelah indeks saham unggulan ditutup anjlok 10 persen. Perwakilan Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) di Sri Lanka, Hanaa Singer-Hamdy, menyerukan semua kelompok yang terlibat dalam bentrokan untuk menahan diri. ”Kami memantau perkembangan dan prihatin dengan laporan kekerasan,” katanya di media sosial Twitter.
Pada pertengahan pekan ini, regulator listrik Sri Lanka mendesak lebih dari 1 juta pegawai pemerintah untuk bekerja dari rumah. Tujuannya menyelamatkan persediaan bahan bakar. Sri Lanka tidak mampu membayar pengiriman bahan bakar karena kekurangan devisa. Cadangan devisa anjlok 70 persen dalam dua tahun terakhir, menjadi 2,31 miliar dollar AS per Februari 2022. Akibatnya, Sri Lanka harus berjuang untuk mengimpor kebutuhan pokok, termasuk makanan dan bahan bakar.
Untuk mencari jalan keluar dari krisis, Menteri Keuangan Sri Lanka Basil Rajapaksa akan mengunjungi Amerika Serikat untuk berbicara dengan Dana Moneter Internasional (IMF) demi pinjaman baru. Penilaian IMF yang diterbitkan sebelumnya menyatakan Sri Lanka mengalami gabungan tekanan pada neraca pembayaran dan krisis utang negara. Dalam rekomendasinya, IMF menyebutkan, Sri Lanka membutuhkan strategi komprehensif agar utangnya berkelanjutan. Pinjaman baru dari IMF akan menjadi paket penyelamatan keuangan yang sudah ke-17 kalinya diberikan.
Sri Lanka dipimpin oleh satu keluarga, yaitu keluarga Rajapaksa. Kakak sulung Gotabaya, Chamal, menjabat sebagai Menteri Irigasi. Anak laki-laki Chamal, Shasheendra, sama-sama duduk di kabinet sebagai Menteri Pertanian dan Pangan. Kakak Gotabaya yang lain, Mahinda, menjabat sebagai Perdana Menteri. Adik bungsu mereka, Basil, memegang posisi Menteri Keuangan.
Tajuk rencana surat kabar lokal, The Island, turut mengkritik keluarga Rajapaksa. Disebutkan, mayoritas masyarakat Sri Lanka berekonomi cukup stabil dan tidak terlilit utang. ”Namun, Sri Lanka memiliki masalah, yakni bahwa para politisinya menganggap diri mereka sebagai keturunan dewa-dewa dan raja-raja di masa lampau sehingga memperlakukan kekuasaan sebagai hak, bukan kewajiban,” kata tajuk itu.
Mentalitas penguasa ini membuat Dinasti Rajapaksa bertahan selama bertahun-tahun. Sebelum Gotabaya menjadi presiden, Mahinda yang memegang kekuasaan tersebut. Demikian terjadi di setiap masa jabatan, tampuk tertinggi seolah digilir di antara Rajapaksa bersaudara. Pengelolaan negara ditelantarkan sehingga akhirnya Sri Lanka terpuruk. Tajuk rencana The Island menyebutkan, negara ini sudah dipandang bagaikan pengemis oleh bangsa-bangsa lain. (REUTERS)