Beijing membuka pintu bagi Perserikatan Bangsa-bangsa untuk mengunjungi Xinjiang. Di saat yang sama, China menyatakan, praktik di Xinjiang meniru praktik yang pernah dilakukan negara-negara barat.
Oleh
MAHDI MUHAMMAD
·3 menit baca
KOMPAS/SUBHAN SD
Pasar menjadi tempat pertemuan berbagai etnik. Etnik Uighur tampak menggelar dagangannya di pelataran pasar di kawasan Jiefang Utara, Kashgar, Xinjiang, China, Jumat (4/11).
BEIJING, MINGGU - Pemerintah China akhirnya memberikan lampu hijau bagi Perserikatan Bangsa-Bangsa untuk melihat langsung Kota Xinjiang. Kota itu diduga menjadi tempat “pencucian otak” warga Uighur di China. Pada saat yang sama, Pemerintah China mengingatkan bahwa mereka tidak akan menerima adanya penyelidikan soal dugaan pelanggaran hak asasi manusia yang tidak didasarkan atas fakta di lapangan.
Lampu hijau diperbolehkannya Komisaris Tinggi Dewan HAM PBB Michelle Bachelet mengunjungi Xinjiang disampaikan Menteri Luar Negeri Wang Yi saat berbicara dalam Konferensi Keamanan Munich, Sabtu (19/2). Kementerian Luar Negeri China, dikutip dari laman Kementerian Luar Negeri China menyatakan, mereka tengah menjalin komunikasi dengan Bachelet untuk menyusun program kunjungan terperinci.
“China menghormati keinginan pribadi Komisaris Tinggi dan percaya bahwa dia juga akan menghormati kedaulatan, hukum dan peraturan yang berlaku di sini,” kata Wang.
Para pendukung warga etnis minoritas Uighur di Istanbul, Turki, membakar bendera China dalam aksi demonstrasi yang digelar di depan kantor Kedutaan Besar China di Istanbul, 5 Juli 2018. Aksi itu digelar untuk memperingati kerusuhan yang menimpa para warga etnis Uighur di China pada tahun 2009 lalu.
Sejak satu tahun terakhir, Bachelet dan PBB telah lama meminta pemerintah China membuka pintu bagi mereka untuk datang ke Xinjiang dan berdialog dengan warga Uighur di sana. Tarik ulur soal izin ini telah membuat ketegangan antara Amerika Serikat dengan China. Sejumlah pihak di Barat, terutama AS mencurigai adanya pencucian otak oleh Beijing terhadap warga Uighur dan bahkan lebih jauh kemungkinan telah terjadi genosida.
Tudingan itu telah berulang kali dibantah oleh Pemerintah China. Wang, yang hadir pada Konferensi Keamanan Munich secara virtual, juga kembali membantah tudingan tersebut.
"(China) menolak semua jenis bias, prasangka, dan tuduhan yang tidak beralasan," kata Wang, yang juga anggota dewan negara China. Dia mengatakan, yang disebutkan oleh berbagai pihak soal kamp kerja paksa atau kamp pendidikan sistematis adalah sebuah kebohongan dan berita palsu.
Kelompok hak asasi manusia menuduh China melakukan pelanggaran besar-besaran terhadap Uighur dan kelompok minoritas lainnya, termasuk penyiksaan, kerja paksa dan penahanan satu juta orang di kamp-kamp interniran. China mengatakan kamp-kamp itu adalah fasilitas pendidikan ulang dan pelatihan, serta menyangkal adanya pelecehan. Fasilitas pendidikan itu didirikan untuk memerangi ekstremisme agama.
Kamp pendidikan
Dalam pernyataan di laman Kementerian Luar Negeri China, Wang menjelaskan, praktik pendidikan ulang yang dilakukan pemerintah Xinjiang dan didukung oleh Beijing mengacu pada praktik yang pernah dilakukan Inggris, Perancis dan negara-negara lain untuk melakukan deradikalisasi melalui pendidikan. Upaya derasikalisasi itu, kata Wang, berhasil dilakukan dan membuahkan hasil nyata.
AFP/JOHANNES EISELE
Dalam foto 26 Juni 2017 ini umat Muslim berjalan menuju Masjid Id Kah untuk melakukan Salat Idul Fitri di Kota Kashgar, Provinsi Otonom Xinjiang, China. Pemerintah setempat telah membuat aturan baru dalam penerimaan mahasiswa baru yang memberikan peluang lebih besar bagi pendaftar yang lahir dari perkawinan antaretnis.
“Dalam lima tahun terakhir Xinjiang bebas dari insiden kekerasan dan terorisme. Orang-orang dari berbagai etnis yang tinggal dan hidup di sana telah hidup bahagia dan damai. Pembangunan ekonomi juga berhasil. Bukankah ini sebuah hal yang baik?” kata Wang. Menurutnya, upaya yang dilakukan pemerintah Xinjiang dan China harus mendapat pengakuan dari dunia internasional.
Wang, dalam pernyataannya mengatakan, akan menyambut kehadiran Bachelet jika dia mengunjungi China dan Xinjiang. Dia berharap Bachelet bisa melihat dengan mata kepala sendiri situasi yang damai dan stabil di Xinjiang. “Semua etnis hidup dalam harmoni. Fakta adalah fakta. Desas-desus, kebohongan, dan disinformasi tidak sesuai dengan fakta,” katanya. (Reuters)