Perserikatan Bangsa-Bangsa tengah bernegosiasi dengan Pemerintah China untuk bisa mengunjungi Xinjiang. PBB berharap saat kunjungan dilakukan, Beijing tidak melakukan pembatasan-pembatasan.
Oleh
kris mada
·4 menit baca
NEW YORK, SENIN — Perserikatan Bangsa-bangsa berusaha masuk dan memeriksa keadaan Xinjiang, China tanpa pembatasan dari Beijing. China dinyatakan telah bolak-balik meminta pemeriksaan itu. Sejumlah perusahaan yang memboikot Xinjiang juga diundang datang ke wilayah itu. Undangan disampaikan kala sejumlah perusahaan berpeluang rugi besar selepas menolak memakai kapas Xinjiang.
Sekretaris Jenderal PBB Antonio Guterres mengatakan, lawatan tanpa pembatasan ke Xinjiang sedang dirundingkan. ”Perundingan antara kantor HAM PBB dan otoritas China sedang berlangsung,” ujarnya dalam wawancara yang disiarkan Minggu (28/3/2021) siang waktu New York atau Senin dini hari WIB.
Menurut Guterres, Beijing berkali-kali menyatakan keinginan lawatan itu segera diwujudkan. Tujuan utama lawatan itu untuk mengetahui keadaan orang Uighur di sana. Tim PBB diharapkan bisa melawat dan memeriksa keadaan di Xinjiang tanpa pembatasan apa pun.
Undangan sejenis disampaikan juru bicara pemerintah daerah Xinjiang, Elijan Anayat, kepada berbagai perusahaan asing. Undangan disampaikan karena sejumlah perusahaan menolak menggunakan kapas Xinjiang yang dituding diproduksi dengan kerja paksa terhadap orang Uighur. Elijan menyebutkan, lawatan ke Xinjiang akan membuat orang tahu apa yang sebenarnya terjadi sana.
Boikot
Isu Xinjiang terus bergulir, antara lain, lewat baku sanksi antara China dan AS dan sekutunya. Sejumlah perusahaan juga terlibat dalam isu. Sebagian warga China marah dan memboikot perusahaan-perusahaan asing yang dinilai mencampuri urusan dalam negeri China terkait Xinjiang.
Boikot warga China membuat sejumlah perusahaan menarik pernyataan mereka soal Xinjiang. Sampai pertengahan Maret 2021, ada pernyataan soal dugaan kerja paksa di Xinjiang di sejumlah laman perusahaan asing. Belakangan, laman Inditex , VF Corp, PVH, dan Abercrombie & Fitch tidak lagi menayangkan pernyataan soal Xinjiang.
Penghapusan pernyataan terjadi selepas sejumlah perusahaan diboikot gara-gara bersikap soal Xinjiang. Boikot terbaru dialami perusahaan Swedia, H&M, dan perusahaan Amerika Serikat, Nike.
Pada 2020, Nike dan H&M serta berbagai perusahaan lain mengeluarkan pernyataan soal dugaan kerja paksa di Xinjiang. Mereka menyatakan tidak menggunakan kapas dari Xinjiang. Sebab, produksi kapas di sana diduga melibatkan kerja paksa.
Kala itu, nyaris tidak ada reaksi keras dari konsumen China. Belakangan, di tengah baku sanksi Beijing dengan Washington dan sekutunya, pernyataan H&M dan Nike soal Xinjiang beredar lagi di kalangan konsumen China. Peredaran masif itu diikuti dengan boikot besar-besarnya.
Sejumlah pusat perbelanjaan meminta H&M dan Nike menutup toko. Di sejumlah aplikasi dan laman e-dagang, seperti Taobao, JD, hingga Alibaba, sudah tidak bisa ditemukan lagi hasil pencarian untuk H&M. Sementara di ponsel Xiaomi, Huawei, dan Vivo tidak ada lagi aplikasi ”H&M”.
Ada pun laman Baidu, layanan sejenis Google di China, tidak menunjukkan hasil apa pun kala pengguna mencari lokasi toko ”H&M”. Di aplikasi Didi, perusahaan sejenis Gojek dan Grab, juga tidak bisa ditemukan pencarian untuk ”H&M”.
Melalui Weibo, layanan media sosial sejenis Twitter, sejumlah pesohor China mengumumkan pemutusan kerja sama dengan ”H&M”. Setiap pesohor itu punya jutaan pengikut di Weibo dan platform media sosial lain. Mereka dijadikan acuan mode banyak warga China.
Kecaman juga dialami Burberry, Adidas, New Balance, Under Armour, Tommy Hilfiger, Puma, dan Uniqlo. Seperti Nike dan H&M, perusahaan-perusahaan itu juga pernah menyatakan tidak menggunakan kapas Xinjiang di tengah dugaan kerja paksa di sana.
Juru bicara pemerintah daerah Xinjiang, Xu Guixiang, mengatakan bahwa perusahaan seharusnya tidak perlu mencampurkan urusan dagang dengan politik. Dengan pernyataan mereka, menurut Xu, H&M tidak akan bisa lagi mendapat uang di China. Pejabat pemda Xinjiang, Elijan Anayat, mengklaim bahwa warga China tidak akan mau lagi menggunakan produk Nike dan H&M karena perusahaan itu memboikot kapas Xinjiang.
Peneliti di Shenzen, Zhang Yi, mengklaim boikot China ikut memicu penurunan harga sejumlah perusahaan yang disasar konsumen China. Pekan lalu, harga pasar H&M dan Nike sempat merosot miliaran dollar AS karena harga saham mereka terpangkas. Investor khawatir atas boikot China. Pada 2020, konsumen China memberi 6 miliar dollar AS untuk Nike.
Dengan status sebagai salah satu pasar terbesar dan satu-satunya negara besar yang perekonomiannya tetap tumbuh selama 2020, China menjadi andalan banyak perusahaan untuk menambah pundi. Adidas menargetkan kenaikan penjualan di China mencapai 30 persen pada 2021. Kini, target itu bisa terdampak oleh boikot konsumen. (AFP/REUTERS)