Pascakematian Pemimpinnya, NIIS Masih Jadi Ancaman Nyata bagi Dunia
Tewasnya Abu Ibrahim al-Hashemi al-Quraishi takkan meredupkan perjuangan NIIS. Seperti kematian pemimpin NIIS terdahulu, Abu Bakar al-Baghdadi, hal itu terbukti tak membuat sel NIIS mati. NIIS masih menjadi ancaman nyata
Berita kematian pemimpin baru kelompok Negara Islam di Irak dan Suriah (NIIS), Abu Ibrahim al-Hashemi al-Quraishi, tersiar luas pada Kamis (3/2/2022) lalu. Presiden Amerika Serikat (AS) Joe Biden mengumumkan, Quraishi tewas akibat meledakkan bom bunuh diri untuk menghindari penggerebekan pasukan AS di Idlib, Suriah barat laut.
Biden menyatakan, keberhasilan itu menunjukkan pasukan AS dapat "menghabisi" ancaman teroris di seluruh dunia. Pernyataan ini dikritisi para pengamat karena dinilai bombastis.
Biden seperti mengulangi pernyataan dua pendahulunya. Setelah NIIS di Suriah runtuh pada Maret 2019, diikuti dengan kematian pemimpin karismatiknya, Abu Bakr al-Baghdadi, di tahun yang sama, Presiden Donald Trump saat itu seperti dilaporkan CNN, menyatakan, “(Kami) telah mengalahkan ISIS”. Semua pasukan AS di Suriah (dan Irak) akan pulang.
Baca juga : Memanfaatkan Celah Kendali dan Kekuasaan, Kelompok NIIS Bergerak Kembali
Presiden George W Bush juga menyampaikan pidatonya yang terkenal, “Mission Accomplished”, 1 Mei 2003, segera setelah invasi dan pendudukan AS di Irak. Sama seperti pidato Bush yang terbukti keliru, begitu juga Trump. Misi tersebut, baik di Irak maupun di Suriah, tidak tercapai dan NIIS belum dikalahkan secara permanen.
Kejatuhan Baghouz, kota di perbatasan Suriah dan Irak yang menjadi benteng pertahanan terakhir NIIS, pada Maret 2019, menandai berakhirnya kontrol teritorial NIIS di Timur Tengah. Namun, tidak serta-merta sel-sel NIIS di Irak (yang dikenal dengan nama Provinsi Irak) dan di Suriah (Provinsi Al-Sham) juga ambruk.
Tewasnya Quiraishi dipastikan tidak akan meredupkan perlawanan NIIS. Sama seperti kematian pemimpin NIIS terdahulu, Baghdadi, yang terbukti tidak membuat sel-sel NIIS di dunia mati. Meski kehilangan teritori kekhalifahannya pada 2019, NIIS tetap eksis.
Terbukti, selama beberapa tahun hingga kini sejak kehilangan wilayah kekhalifahan, NIIS terus menunjukkan eksistensinya di sejumlah wilayah di dunia. Sejauh ini, NIIS terus menjadi kekuatan pemberontak yang aktif dan mematikan, tidak saja di Timur Tengah, khususnya di pedesaan Irak dan Suriah, tetapi juga di kawasan lain.
Kita bahkan masih disuguhi sejumlah laporan tentang serangan sayap-sayap NIIS di Asia Selatan dan beberapa wilayah di Afrika Utara hingga negara-negara di Sub-Sahara Afrika, seperti dilaporkan oleh situs berita Perserikatan Bangsa-Bangsa. Serangan mereka sangat terkoordinasi, mematikan, dan menjadi tantangan berat bagi pasukan negara-negara di kawasan.
Sayap NIIS di Afrika, yang disebut Islamic State in the Greater Sahara (NIIS Sahara Raya) telah membunuh ratusan warga sipil sejak awal tahun 2021 di Mali, Burkina Faso, dan Niger. Sementara kelompok NIIS "Provinsi Afrika Barat" kemungkinan akan mendapatkan keuntungan dari melemahnya Boko Haram, dengan tambahan limpahan teroris dan petempur asing dari Libya di Afrika Utara.
Tak bisa dipungkiri, kematian tragis Quraishi merupakan kemunduran besar NIIS. Tantangannya adalah mencari tokoh pengganti Quraishi, pelanjut tokoh-tokoh, seperti Abu Musab al-Zarqawi, pendiri Al Qaeda di Irak pada November 2004, dan Baghdadi. Tak lama setelah pemimpinnya tewas, kelompok ekstrem itu biasanya menunjuk pemimpin baru.
Baca juga : Abu Bakar al-Baghdadi Dipastikan Tewas
Quraishi adalah sahabat karib Zarqawi dan Baghdadi. Dia memberikan legitimasi dan kontinuitas bagi NIIS ketika menjadi pemimpin setelah kematian Baghdadi. Sebagian besar anggota generasi pendiri terbunuh. Ini masalah serius yang mempengaruhi arah gerakan dan kepemimpinan NIIS di masa depan.
Namun, kematian Quraishi tidak akan secara radikal menggagalkan operasi NIIS yang telah meluas di berbagai wilayah di seluruh dunia. NIIS terus berevolusi dan kaya strategi. NIIS merubah pendekatan dari top-down, kekhalifahan terpusat, menjadi terdesentralisasi–- umumnya berada di pedesaan-–dan tetap tangguh.
Kematian pemimpin tertinggi tampak tidak berdampak dalam pemberontakan yang terus menyebar dan mematikan di Suriah, Irak, Afghanistan, dan Afrika Utara hingga Sub-Sahara Afrika. Jika melihat pengalaman masa lalu, pembunuhan Quraishi hanya berdampak pada taktik, tidak pada strategi NIIS.
Peta jalan aksi teror
Jauh sebelum kejatuhannya di Irak pada 2017 dan dan Suriah pada 2019, NIIS telah memiliki peta jalan untuk melanjutkan terornya di pegunungan, gurun, dan daerah aman lainnya di Irak dan Suriah. Anggota NIIS juga dikirim ke Afghanistan, Libya, dan bagian wilayah lain di Afrika untuk mendirikan pangkalan dan memperluas operasi.
NIIS telah mampu mempertahankan dirinya di tengah hilangnya teritori kekhalifahan di Suriah dan Irak. Menurut laporan Washington Post, NIIS saat ini memiliki sekitar 10.000 pejuang aktif dan radikalnya. Dengan itu, NIIS memiliki kemampuan dan kemauan untuk melanjutkan teror berkepanjangan.
Dalam tiga tahun terakhir, NIIS telah melancarkan ribuan serangan yang mematikan di Irak, Suriah, dan di tempat lain di Asia Selatan dan Afrika. Ratusan anggota pasukan keamanan, tetua suku, pemimpin lokal, dan tokoh desa, tewas akibat ulah pejuang NIIS.
Kurang lebih sepekan sebelum serangan yang menewaskan Quraishi, militan NIIS melancarkan serangan yang sangat kompleks dan terkoordinasi di penjara Hasaka, Suriah timur laut, seperti dilaporkan The New York Times, 26 Januari 2022. Penjara ini menampung lebih dari 3.000 tersangka anggota NIIS dan hampir 700 anak atau pemuda, anak dari para anggota NIIS.
Baca juga: Anak-anak Keluarga Anggota NIIS Terperangkap di Kamp Tanpa Masa Depan
Dua pengebom mobil bunuh diri meledakkan pintu masuk penjara dan membiarkan lebih dari selusin anggota NIIS masuk dan menyandera para sipir penjara. Menurut Times, sel-sel tidur NIIS merebut sejumlah bangunan dan gudang gandum di lingkungan perumahan di Hasaka.
Anggota NIIS yang terlatih itu juga menyerang pasukan bantuan, Pasukan Demokratik Suriah (SDF), untuk merebut kembali kendali atas penjara. Pasukan Kurdi dan AS membutuhkan lebih dari seminggu untuk mengusir petempur NIIS dari penjara. Puluhan anggota milisi Kurdi dan ratusan anggota NIIS tewas.
Wilayah Hasaka sebenarnya berada di dalam kendali pasukan SDF Kurdi. Pasukan AS juga berbasis di sana. Kemampuan sel-sel tidur NIIS untuk menyusup ke area sensitif tersebut menunjukkan perencanaan operasional yang berani dan canggih.
“Seorang pejabat senior AS, yang tak mau disebutkan namanya, mengatakan bahwa kemungkinan tujuan dari operasi (NIIS) itu untuk membebaskan beberapa pemimpin senior atau komandan tingkat menengah dan petempur berketerampilan khusus, seperti pengebom dan perakin bom,” tulis Times, 29 Januari 2022.
Pejabat itu memperkirakan, sekitar 200 tahanan telah keluar dari penjara. Sebanyak 200 petempur tangguh itu akan menambah lebih banyak tenaga dan senjata untuk pemberontakan kelompok yang sedang berlangsung di Suriah, Irak, dan negara-negara tetangga di kawasan.
Inkubator petempur NIIS
Ada juga bukti yang berkembang bahwa NIIS terus memperbarui barisannya dengan merekrut generasi muda, terutama dari keluarga dengan anggota yang lebih tua yang memiliki hubungan dengan kelompok tersebut, serta dari pengungsi internal dan kelompok tertentu di Suriah.
Bertahun-tahun setelah NIIS terusir dari pusat-pusat kota utama Irak, misalnya, negara itu kembali dipenuhi dengan puluhan ribu pengungsi. Dalam banyak kasus, mereka diperlakukan dengan kurang manusiawi. Anggota keluarga dari para terduga anggota NIIS ditempatkan di kamp-kamp penahanan, sebuah fakta yang telah menimbulkan kebencian dan bahkan radikalisasi.
Demikian pula di Suriah, penghancuran benteng terakhir pertahanan NIIS pada Maret 2019 tidak lantas membawa stabilitas atau kemakmuran bagi Suriah. Pertikaian sipil dan persaingan geostrategis telah mengubah Suriah menjadi magnet bagi para ekstremis dari semua aliran, termasuk Al Qaeda, NIIS, dan milisi sekarian lainnya.
Baca juga: Tahanan NIIS Picu Kerusuhan di Sebuah Penjara di Suriah
Maka tidaklah mengherankan jika Baghdadi dan Quraishi memilih bersembunyi di Idlib, dekat perbatasan Suriah-Turki. Wilayah itu terletak di luar kendali pemerintah Suriah dan merupakan rumah bagi jutaan pengungsi Suriah dan pejuang asing.
Banyak negara telah menolak untuk memulangkan ribuan warga yang dituduh sebagai pejuang NIIS dan puluhan ribu anggota keluarga mereka. SDF tidak dapat sepenuhnya mengamankan penjara dan kamp penahanan. Ada bahaya nyata bahwa kamp-kamp ini bisa menjadi inkubator bagi generasi petempur NIIS berikutnya.
Namun, menurut analisis Fawaz A Gerges, Profesor Hubungan Internasional di London School of Economics and Political Science, dalam artikelnya di Foreign Policy, 7 Februari 22, NIIS bukanlah ancaman strategis karena rentan dan rapuh. Kelompok ini kehilangan tidak hanya kekhalifahannya, tetapi juga para tokoh yang mampu mengkonsolidasikan wilayah dan anggotanya tetap terkendali.
Cara paling efektif untuk mencegah kebangkitan NIIS, kata Gerges, tergantung pada kemampuan masyarakat Arab dan Muslim, bersama semua kekuatan regional dan kekuatan besar, untuk bekerja bekerja sama. Kerja sama itu diarahkan pada resolusi politik kekerasan komunal dan memulai proyek pembangunan negara yang didasarkan pada transparansi dan legitimasi.
"Perselisihan sipil dan kekerasan di zona konflik di Suriah, Irak, Yaman, Afghanistan, dan Afrika Utara, Afrika Timur Afrika Barat, dan Afrika Tengah, atau wilayah lain justru menyuburkan NIIS dan kelompok serupa," kata Gerges,
Komunitas internasional dapat membantu dengan mengakhiri konflik yang berkepanjangan, seperti konflik antara Palestina dan Israel. Juga persaingan geostrategis, seperti antara Arab Saudi dan Iran, yang juga telah memberikan “nutrisi ideologis” kepada aktor non-negara, termasuk NIIS. Jika tak ingin NIIS tumbuh lagi, konflik-konflik itu harus dicarikan solusi dan penyelesaiannya. (AFP/AP/REUTERS)