Data Ekonomi AS Perkuat Kemungkinan Kenaikan Suku Bunga The Fed
Prospek kinerja perusahaan global untuk 2022 dilaporkan melemah secara signifikan. Itu terjadi setelah sebagian besar saham jatuh, menyusul laporan pendapatan mereka yang tidak sesuai ekspektasi para pelaku pasar.
Oleh
ROBERTUS BENNY DWI KOESTANTO
·4 menit baca
SYDNEY, SENIN — Pasar saham Asia sebagian besar melemah pada awal perdagangan Senin (7/2/2022) setelah data pekerjaan Amerika Serikat atau AS yang sangat kuat menurunkan kekhawatiran tentang kondisi ekonomi global namun juga menambah kemungkinan dilakukannya pengetatan moneter secara agresif oleh The Federal Reserve. Dinamika geopolitik juga tetap menjadi kekhawatiran karena Gedung Putih memeringatkan Rusia dapat menyerang Ukraina kapan saja. Banyak pihak masih menunggu kabar lanjut terkait rencana Presiden Perancis Emmanuel Macron menggelar prjalanan ke Mokswa.
Kehati-hatian mewarnai suasana pasar saham di mana indeks MSCI dari indeks-indeks saham Asia Pasifik di luar Jepang turun 0,1 persen di awal perdagangan. Indeks Nikkei Jepang juga melemah 0,9 persen dan indeks saham utama Korea Selatan melemah 0,8 persen. Pasar saham China yang kembali dibuka setelah liburan Tahun Baru Imlek naik cukup tinggi. Indeks CSI300 dan Shanghai Composite sama-sama naik 2 persen awal sesi perdagangan pagi, mengejar kenaikan pekan lalu di ekuitas dunia. Adapun Indeks Hang Seng bergerak datar.
Indeks berjangka S&P 500 dan berjangka Nasdaq juga bergerak mendatar. Ini menjadi tanda redanya gejolak di pasar keuangan AS dibanding pekan lalu. Pada pekan lalu kapitalisasi saham Amazon.com Inc naik hampir 200 miliar dollar AS di saat kapitalisasi Facebook Meta Platforms Inc justru anjlok dalam jumlah hampir sama.
Analis BofA Savita Subramanian mencatat prospek kinerja perusahaan-perusahaan global untuk 2022 telah melemah secara signifikan setelah sebagian besar saham jatuh menyusul laporan pendapatan mereka yang tidak sesuai ekspektasi para pelaku pasar. “Proyeksinya tidak terlalu bagus seiring memburuknya dinamika kekurangan tenaga kerja dan masalah rantai pasokan, dengan tekanan lebih besar diperkirakan terjadi pada triwulan I-2022 dibandingkan triwulan IV-2021,” kata Subramanian dalam sebuah catatan. Ia menilai dengan upah menjadi komponen biaya terbesar bagi perusahaan, tekanan margin pun akan terus berlanjut.
Laporan penggajian di AS pada Januari 2022 menunjukkan pertumbuhan tahunan. Tingkat pendapatan per jam rata-rata naik menjadi 5,7 persen dari sebelumnya 4,9 persen. Adapun tingkat gaji untuk bulan-bulan sebelumnya direvisi naik dan mengubah tren perekrutan secara besar-besaran. "Laporan itu tidak hanya menunjukkan bahwa penggajian jauh lebih dari yang bisa dibayangkan siapa pun, tetapi ada kekuatan luar biasa dalam pendapatan yang harus menambah kekhawatiran di antara pejabat Fed tentang tekanan ke atas pada inflasi," kata Kevin Cummins, kepala ekonom lembaga NatWest Markets.
Angka indeks harga konsumen AS untuk Januari akan dirilis pada Kamis (7/2) mendatang. Proyeksi angka itu diperkirakan dapat menunjukkan inflasi inti meningkat ke laju tercepat sejak 1982, di level 5,9 persen. Jika proyeksi itu benar adanya, maka ada peluang The Fed menaikkan tingkat suku bunga acuannya. Hal itu menjadi kesempatan pertama tahun ini dari proyeksi kenaikan tiga kali sepanjang tahun 2022.
The Fed mungkin akan menaikkan suku bunga sebesar 50 basis poin pada bulan Maret dan prospek nyata suku bunga mencapai 1,5 persen pada akhir tahun. Dinamika proyeksi itu telah mengirim imbal hasil surat utang US Treasury dua tahun naik 15 basis poin. Ini menjadi kenaikan terbesar sejak akhir 2019 dan terakhir bertahan di level 1,327 persen.
Di pasar mata uang, euro terus menikmati sorotan Bank Sentral Eropa (ECB). Otoritas ECB memiliki pandangan yang memungkinkan untuk menaikkan suku bunga pertamanya dan mengirim imbal hasil surat utang juga naik tajam. Klaas Knot, Presiden Bank Sentral Belanda dan anggota dewan pemerintahan ECB, mengatakan pada Minggu (6/2) ia memroyeksikan kenaikan suku bunga ECB pada triwulan keempat tahun ini.
Nilai tukar euro berada di level 1,1456 per dollar AS. Euro menguat sebesar 2,7 persen pada pekan lalu, mencatat laju penguatan terbesarnya sejak awal 2020. Secara teknis, penembusan level resisten euro di kisaran level 1,1482 per dollar AS akan membuka jalan penguatan mata uang itu lebih lanjut ke level 1,1600 per dollar AS dan bahkan lebih tinggi lagi. Posisi dollar AS sendiri lebih kuat terhadap yen, karena para pelaku pasar melihat sedikit peluang Bank of Japan akan memperketat kebijakan moneternya pada tahun ini. Yen stabil di level 115,27 per dollar AS, sementara yen terhadap euro terpantau naik di level 132,06 per euro, melanjutkan kenaikan yang mencapai 2,7 persen pada pekan lalu. (AFP/REUTERS)