Kairo menjadi saksi peradaban dari dinasti demi dinasti negeri Mesir. Dan Jalan Al-Muizz li-Dinillah menjadi etalase utama yang menampilkan estafet peninggalan para penguasa Mesir sejak 969 Masehi hingga kini.
Oleh
Musthafa Abd. Rahman dari Kairo, Mesir
·5 menit baca
Di tengah cuaca dingin Sabtu (22/1/2022) siang, ramai suasana di Jalan Al-Muizz li-Dinillah, Kota Kairo, Mesir. Jalan peninggalan era dinasti Fatimid itu adalah salah satu jalan utama dan paling populer di Kairo hingga saat ini.
Kairo dibangun oleh komandan perang Dinasti Fatimid, Jawahar al-Siqilli, pada 969 Masehi (M) sebagai ibu kota Dinasti Fatimid. Kairo terus dipertahankan sebagai ibu kota negeri Mesir pasca era dinasti Fatimid, yakni era dinasti Ayubid, Mamluk, Ottoman, hingga era modern saat ini.
Sebelum Kairo dibangun, negeri Mesir pada era Islam telah memiliki tiga ibu kota berbeda, yaitu Fustat pada era Amr Bin Ash (641 M), Ashkar pada era dinasti Abbasid (750 M), serta Qatta’i pada era Ibn Tulun (869 M).
Jalan Al-Muizz li-Dinillah dirancang sebagai pusat kawasan bisnis dan pemerintahan pada era Dinasti Fatimid. Jalan ini memanjang dari Bab Al-Fotouh di utara dan Bab al-Zuweila di selatan.
Jawahar al-Siqilli membangun Kairo dengan arsitek kota yang dikelilingi pagar tembok tinggi sebagai benteng pertahanan dari serangan musuh. Pagar tembok itu memiliki delapan pintu gerbang yang kini hanya tinggal tersisa tiga pintu gerbang, yaitu Bab al-Zuweila di selatan, serta Bab Al-Fotouh dan Bab Al-Naser di utara.
Jalan Al-Muizz li-Dinillah ditetapkan sebagai salah satu tujuan wisata utama Kota Kairo. Pemerintah Mesir telah dua kali merehabilitasinya, yaitu pada 1997 dan 2008. Di kanan-kiri sepanjang jalan banyak terdapat toko suvenir khas Mesir dan kafe-kafe minuman. Padatnya pengunjung menjadi pemandangan sehari-sehari di jalan tersebut.
Berada di jalan Al-Muizz li-Dinillah, pengunjung seolah kembali ke suasana Kairo 1.000 tahun silam. Di tengah deretan toko suvenir dan kafe-kafe modern, masih terdapat banyak peninggalan para dinasti negeri Mesir, mulai dari Fatimid (973-1171 M), Ayubid (1171-1260 M), Mamluk (1250-1517 M), hingga Ottoman (1517 –1867 M).
Terdapat dua jenis tarif untuk masuk ke tempat-tempat peninggalan dinasti abad pertengahan Islam tersebut. Untuk wisatawan mancanegara dikenakan karcis 100 pound Mesir atau sekitar Rp 90.000 per orang. Untuk warga lokal dikenakan karcis 20 pound Mesir atau sekitar Rp 18.000 per orang. Salah satu fasilitas gratisny adalah kendaraan listrik wisata untuk menelusuri jalan Al-Muizz li-Dinillah.
Ada dua peninggalan Dinasti Fatimid di jalan Al-Muizz li-Dinillah yang tersisa saat ini, yaitu Masjid Al-Hakim yang dibangun selama 990-992 M oleh Khalifah ke-6 dinasti Fatimid, yakni Al-Hakim bi-Amr Allah, dan Masjid Al-Aqmar yang dibangun pada 1125 M atas perintah Khalifah al-Amir bi-Ahkam Allah.
Masjid Al-Hakim adalah peninggalan Dinasti Fatimid yang sangat populer dan masih dikunjungi banyak penganut mazhab Syiah dari Iran, Irak, Bahrain, dan negara lain. Sebab, Dinasti Fatimid menganut mazhab Syiah. Kaum Syiah dari mancanegara menganggap masjid Al-Hakim adalah masjid Syiah atau peninggalan dinasti Syiah sehingga mereka merasa wajib mengunjungi masjid itu.
Begitu melewati Bab al-Fotouh menuju jalan Al-Muizz li-Dinillah, di sisi kiri langsung terlihat Masjid Al-Hakim. “Masjid Al-Hakim ini sedang proses renovasi sejak tiga tahun lalu. Mungkin tiga atau empat bulan lagi, masjid sudah selesai proses renovasinya. Selama proses renovasi ini, masjid tidak digunakan untuk shalat dan juga tidak diperkenankan turis berkunjung ke dalam masjid ini. Jadi, Masjid ditutup selama proses renovasi,” ungkap Mustafa Sayed (45), pegawai di masjid al-Hakim.
Sebelum direnovasi, menurut Sayed, masjid al-Hakim digunakan untuk shalat lima waktu dan dipadati pengunjung asing maupun lokal, termasuk penganut mazhab Syiah dari manca negara.
Adapun Masjid Al-Aqmar yang ukurannya jauh lebih kecil dibanding Masjid Al-Hakim masih dipakai untuk kegiatan shalat lima waktu. “Silakan masuk ke dalam masjid,” ujar Ibrahim (53), penjaga masjid, kepada Kompas saat berada di depan masjid.
“Sampai saat ini, masjid ini masih dipakai untuk shalat lima waktu. Jadi, setiap menjelang waktu shalat, masjid ini selalu ramai oleh warga yang datang untuk menjalankan shalat,” ujarnya.
Ibrahim mengungkapkan, masjid al- Aqmar adalah peninggalan dinasti Fatimid yang masih ada, selain masjid Al-Hakim. Peninggalan dinasti Fatimid lainnya yang sangat populer adalah Masjid Al-Azhar yang didirikan atas perintah khalifah ke-4 dari dinasti Fatimid, Mu’izz li-Dinillah (952-975 M).
Beralih
Semula, Masjid Al-Azhar menjadi pusat ajaran mazhab Syiah Isma’ili sebagai mazhab dinasti Fatimid. Namun pada era dinasti Ayubid, Al-Azhar beralih menjadi pusat ajaran mazhab Sunni. Peninggalan dinasti Ayubid sendiri di jalan Al-Muizz li-Dinillah berupa kompleks kuburan As-Saleh Nagm Ad-din Ayyub yang dibangun pada 1243-1250 M.
Sementara peninggalan dinasti Mamluk di jalan Al-Muizz li-Dinillah adalah kompleks sekolah dan kuburan Sultan Al-Nassir Muhammed Ibn Qalawun yang dibangun pada 1295-1303 M. Ada pula sekolah Sultan Barquq yang dibangun pada 1384-1386 M dan kompleks kamar mandi Sultan Inal yang dibangun oleh Sultanal-Malik al-Ashraf Abul Nasr Sayf al-Din pada 1456 M.
“Ini sekolah untuk belajar empat mazhab. Ini ruangan untuk belajar mazhab Syafi’i. Ini ruangan untuk belajar mazhab Hambali. Ini ruangan untuk belajar mazhab Maliki. Dan ini ruangan untuk belajar mazhab Hanafi,” ujar Ahmed (35), pegawai di sekolah Barquq, kepada Kompas seraya menunjuk setiap ruangan yang dijadikan belajar empat mazhab dalam mazhab Sunni pada era dinasti Mamluk.
Pada era Dinasti Mamluk, Kairo mencapai masa keemasannya sebagai pusat ilmu pengetahuan dan menjadi lokasi pembangunan sekolah-sekolah pasca jatuhnya Kota Baghdad ke tangan Mongolia saat itu.
Masih merupakan peninggalan Dinasti Mamluk, ada pasar Khan al-Khalili yang dibangun pada 1382 oleh Garkas El-Khalil. Pasar ini dibangun untuk menjadi pusat bisnis dan perdagangan pada era itu.
Pada era Sultan al-Ghuri dari dinasti Mamluk (1501-1516), dilakukan renovasi besar dan perluasan atas pasar Khan Al-Khalili. Saat ini Khan al-Khalili dikenal sebagai pusat belanja suvenir khas Mesir.
Adapun peninggalan dinasti Ottoman di jalan Al-Muizz li-Dinillah adalah Masjid Sabil Sulayman Agha al-Silahdar yang dibangun pada 1839 M. Masjid ini sering disebut sebagai pusat ideal arsitektur gaya Ottoman.