Mesir tak hanya memiliki piramida. Mesir juga memiliki Kampung Firaun. Tempat yang berada di pinggiran Kairo itu sengaja dirancang untuk menghadirkan beragam sejarah era Mesir Kuno, termasuk kisah Nabi Musa.
Oleh
Musthafa Abd Rahman dari Kairo, Mesir
·5 menit baca
Pekan lalu, saat bertandang ke Kampung Firaun, Kamis (24/6/2021), tiba-tiba muncul ingatan tentang kisah Nabi Musa sewaktu masih bayi. Kisah Nabi Musa itu sejatinya tak bisa dipisahkan dari kisah Firaun II, Raja Mesir yang dilukiskan sebagai pemimpin yang kejam. Ia menobatkan dirinya sendiri sebagai dewa.
Saat kapal yang membawa kami dan rombongan turis lokal berkeliling di Kampung Firaun, Kairo, kapal itu melewati sebuah tempat di tepi Sungai Nil yang disebut sebagai tempat saat Musa masih bayi dibuang oleh ibunya.
Di lokasi itu ada pemandangan dua wanita berdiri dengan sebuah keranjang kecil. Mereka berakting menggendong bayi dan menunjuk-nunjuk ke arah keranjang itu.
Sang nakhoda kapal mesin yang bernama Ridha (45), dengan suara agak keras, menyampaikan, ”Inilah tempat saat Nabi Musa sewaktu bayi dibuang oleh ibunya karena takut dibunuh Firaun. Keranjang kecil yang ditunjuk dua wanita itu adalah keranjang tempat kanak-kanak Musa ditaruh oleh ibunya, lalu dihanyutkan di Sungai Nil,” tutur Ridha yang juga bertindak sebagai pemandu wisata.
Ridha lalu menjelaskan lebih jauh, dua wanita itu adalah gambaran para pembantu istri Firaun yang menemukan Nabi Musa sewaktu bayi, lalu sang bayi diserahkan kepada istri Firaun oleh para pembantunya tersebut.
Mimpi Firaun
Syahdan, suatu malam, Firaun bermimpi negeri Mesir habis terbakar dan yang tersisa hanyalah kelompok warga Israel. Firaun pun menanyakan kepada para ahli nujum mengenai arti mimpi tersebut. Kemudian, para ahli nujum memberi tahu bahwa akan ada seorang anak laki-laki dari warga Israel yang akan menumbangkan Firaun.
Mendengar penjelasan ahli nujum itu, Firaun lalu memerintahkan pasukannya untuk membunuh semua bayi laki-laki yang baru lahir di negeri Mesir. Perintah Firaun itu didengar oleh ibunda Nabi Musa yang saat itu tengah mengandung Musa. Ia merasa sangat khawatir jika kelak bayinya terlahir sebagai laki-laki dan akan dibunuh oleh pasukan Firaun.
Kemudian, saat nabi Musa lahir, Allah memberikan ilham kepada ibunda Musa agar menghanyutkan Musa di Sungai Nil.
Untuk menyelamatkan bayinya, sang ibu lalu meletakkan bayi Musa ke dalam keranjang atau peti anyaman lalu dihanyutkan ke Sungai Nil. Peti tersebut rupanya menuju ke kolam pemandian istana Firaun dan ditemukan oleh para pembantu istri Firaun.
Saat melihat bayi Musa, istri Firaun yang bernama Siti Asiah rupanya sangat gembira dan membawa bayi rupawan itu ke istana. Di sana, Asiah memohon kepada Firaun agar mereka mengangkat bayi itu sebagai anak angkat mereka. Awalnya, Firaun hendak membunuh bayi itu, tetapi sang istri mencegahnya. Akhirnya Firaun pun memenuhi permintaan istrinya. Dan, sejak saat itu, Musa resmi menjadi anak angkat Firaun dan Siti Asiah.
Saat itu, istri Firaun memanggil semua wanita untuk memberikan ASI kepada bayi Musa, tetapi bayi Musa selalu menolaknya. Akhirnya, tidak ada satu wanita pun yang air susunya mau diminum oleh bayi Musa kecuali ASI dari ibu kandungnya sendiri.
Sejak saat itu, ibu kandung Musa merasa tenang meskipun anaknya harus menjadi anak angkat Firaun dan sang istri. Bahkan, ibu kandung Musa juga mendapatkan upah dari kerajaan karena mau menyusui dan merawat Musa.
Kampung Firaun
Kini, diorama tempat pembuangan Nabi Musa sewaktu bayi itu bisa disaksikan di Kampung Firaun. Selain diorama tersebut, di kampung itu juga disuguhkan berbagai kemajuan di era Dinasti Ramses.
Selain bisa melihat miniatur tempat pembuangan Nabi Musa tersebut, dari kapal yang mengelilingi Kampung Firaun bisa dilihat pula patung para raja di era Mesir Kuno itu, di antaranya patung Raja Osiris, Isis, Horus, Amun, Tuthmosis III, Akhenaten, Bes, dan Ramses II.
Setelah menyaksikan patung para raja era Mesir Kuno itu, dari kapal yang melaju sangat pelan itu dapat disaksikan juga kemajuan kehidupan warga Mesir Kuno, seperti cara orang Mesir Kuno memelihara ternak, membangun jaringan irigasi, bertani, memahat, memancing, membuat mumi, dan membuat parfum.
Setelah menyusuri Nil dengan menyaksikan patung para raja Mesir Kuno dan kemajuan kehidupan pada era Mesir Kuno, kapal merapat di suatu tempat yang terdapat miniatur Kuil Karnak. Di depan miniatur kuil, seorang pemandu wisata yang bernama Ahdurrahman telah menunggu.
Setelah rombongan wisatawan lokal turun dari kapal— dengan didampingi Abdurrahman—mereka menuju miniatur Kuil Karnak tersebut.
Kuil Karnak asli berada di kota Luxor, sekitar 600 kilometer arah selatan kota Kairo. Kuil Karnak adalah kompleks reruntuhan kuil, tiang, dan bangunan lainnya yang dibangun mulai pada era kekuasaan Senusret I pada dinasti pertengahan (2000-1700 SM) dan berlanjut sampai era Ptolemaic (305-30 SM).
Kuil tersebut menunjukkan kemajuan peradaban yang dicapai di era Mesir Kuno. Sang pemandu wisata, Abdurrahman, dengan semangat menjelaskan satu per satu sejarah yang terdapat dalam miniatur Kuil Karnak itu.
Bagi wisatawan yang tidak sempat datang ke Luxor, mereka cukup datang ke Kampung Firaun. Setiap detail Kuil Karnak asli telah dibuat miniaturnya sedemikian rupa sehingga, saat wisatawan berkunjung ke Kampung Firaun itu, mereka seolah-olah sudah berada di Luxor. Tak heran, saat berada di Kampung Firaun, pengunjung seolah kembali ke alam sejarah Mesir Kuno.
Kampung Firaun yang dibangun oleh pengusaha Mesir, M Ragab, memang dirancang agar wisatawan bisa menikmati sejarah Mesir Kuno secara komplet tanpa harus pergi ke Luxor. Cukup berkeliling selama satu hingga dua jam di Kampung Firaun, mereka bisa menikmati sejarah Mesir Kuno.