Rasa Pesimistis Bayangi Dialog AS-Rusia soal Ukraina
Di tengah ketegangan di perbatasan Ukraina-Rusia, dialog antara Rusia dan Amerika Serikat di Swiss pada pekan ini tidak memberi harapan yang berarti. Dialog AS-Rusia diperkirakan berlangsung alot.
Oleh
Laraswati Ariadne Anwar
·4 menit baca
GENEVA, SENIN — Semua pihak tidak menggantungkan harapan yang tinggi terkait dialog antara Amerika Serikat dan Rusia mengenai niat Ukraina bergabung dengan Pakta Pertahanan Atlantik Utara (NATO). Kedua belah pihak tetap bersikukuh dengan posisinya masing-masing. Perkiraannya, tak akan ada terobosan berarti kecuali gencatan senjata sementara.
Wakil Menteri Luar Negeri (Wamenlu) AS Wendy Sherman bertemu dengan Wamenlu Rusia Sergei Ryabkov di Geneva, Swiss, Senin (10/1/2022). Pertemuan masih berlangsung sehingga belum ada keputusan yang diumumkan. Akan tetapi, sebelum pertemuan dilaksanakan, kedua belah pihak telah mengemukakan pandangan pesimistis mereka.
”Tidak akan ada perubahan bermakna karena AS dan Rusia sama-sama memegang teguh keinginan masing-masing,” kata Menlu AS Antony Blinken kepada CNN beberapa hari sebelum Sherman bertolak ke Swiss. Ryabkov di Rusia dalam sebuah jumpa pers juga mengutarakan pendapat serupa.
Pertemuan AS-Rusia itu membahas mengenai keberadaan sekitar 100.000 tentara Rusia di wilayah Rusia yang berbatasan dengan Ukraina. AS dan Uni Eropa mencemaskan munculnya perang terbuka apabila tidak segera diambil tindakan menurunkan ketegangan. Apalagi, pasukan Rusia di perbatasan dilengkapi persenjataan berat yang menunjukkan kesiapan negara itu melakukan inovasi kilat ke Ukraina.
Dalam keterangan lain, Presiden Rusia Vladimir Putin meminta adanya jaminan bahwa NATO tidak akan menggandeng Ukraina untuk bergabung dengan pakta militer itu. Apabila negara-negara pecahan Uni Soviet bergabung dengan NATO, Rusia akan dikelilingi oleh pangkalan militer asing.
Sejak 2004, ada tiga negara pecahan Uni Soviet yang bergabung dengan NATO, yakni Lituania, Estonia, dan Latvia. NATO berniat mengajak Ukraina dan Georgia bergabung pada 2008. Akan tetapi, hal itu ditentang keras oleh Putin yang mendefinisikan langkah NATO itu sebagai bentuk mencari permusuhan dengan Rusia.
Rusia kemudian mengeluarkan delapan permintaan, antara lain komitmen dari Ukraina bahwa mereka tidak akan pernah bergabung dengan NATO. Rusia juga meminta Ukraina dan negara-negara Barat tidak menggelar latihan militer bersama di dekat Rusia dan tidak menembakkan rudal jarak menengah ataupun senjata nuklir dari dalam perbatasan negara masing-masing.
Permintaan Moskwa ini tampaknya tidak mudah dipenuhi oleh Washington. Namun, AS dan NATO juga tidak ingin terjadi letupan perang seperti pada 2014 ketika Rusia mencaplok Semenanjung Crimea. Wilayah ini secara bahasa, suku bangsa, dan adat istiadat memang lebih dekat ke Rusia meskipun secara politik dan geografis merupakan bagian dari Ukraina.
Perang itu berlangsung selama satu tahun dan berakhir dengan penandatanganan perjanjian damai di Minsk, Belarus, pada 2015. Berdasarkan data Pemerintah Ukraina, 13.000-15.000 warga Ukraina tewas dalam konflik tersebut.
Sherman, sebelum memulai pertemuan dengan Ryabkov mengulangi perkataan Blinken bahwa AS tetap mengedepankan diplomasi dan dialog. Di saat yang sama, AS tidak gentar untuk pasang badan jika Rusia tetap nekat menginvasi Ukraina. AS juga akan memperberat berbagai embargo ekonomi terhadap Rusia.
”Kami juga menekankan agar Moskwa memahami bahwa Ukraina itu negara merdeka dan berdaulat. Mereka berhak memutuskan sendiri kebijakan luar negerinya dan tidak disetir oleh siapa pun,” ujar Sherman.
Adapun Ryabkov dalam pernyataan pers secara terpisah memastikan Rusia tidak akan mengambil keputusan apa pun dalam keadaan terdesak. Selain itu, segala keputusan final tetap ada di tangan Putin.
Sementara itu, dilansir dari kantor berita Interfax-Ukraine, Sekretaris Jenderal NATO Jens Stoltenberg tengah berada di Brussles, Belgia, untuk pertemuan para anggota pakta pertahanan itu. Stoltenberg mengungkapkan bahwa NATO akan selalu siap mendampingi Ukraina untuk memenuhi persyaratan bergabung dengan mereka.
”Memang, Ukraina harus melakukan sejumlah reformasi di pemerintahannya. Sejauh ini, Pemerintah Ukraina antusias dengan pembenahan-pembenahan yang diusulkan NATO dan kami tentu akan selalu mendampingi,” ujarnya.
Dari pihak Ukraina, jajak pendapat yang diselenggarakan oleh lembaga penelitian Institut Sosiologi Internasional Kyiv (KIIS) pada Desember 2021 terhadap 1.203 responden berumur 18 tahun ke atas mengungkapkan, 59 persen responden setuju Ukraina bergabung dengan NATO. Sebanyak 49 persen responden berpendapat bahwa ancaman invasi Rusia akan menjadi kenyataan sehingga Ukraina harus memiliki jaminan kekuatan militer yang mumpuni.
Rakyat Ukraina mengutarakan keberatan mereka perihal dialog di Geneva tersebut. Alasannya, rakyat Ukraina tidak dilibatkan. Hal itu membuat Ukraina seolah tidak dianggap oleh Barat dan Rusia.
Menteri Luar Negeri Ukraina Dmytro Kuleba menenangkan publik dengan menjelaskan bahwa walaupun dialog berlangsung antara AS dan Rusia, segala masukan dari Ukraina akan menjadi landasan pengambilan keputusan. (AFP/REUTERS/DNE)