Harga Pangan Global Capai Rekor Tertinggi Satu Dekade
Indeks Harga Pangan FAO tahun 2021 berada di level tertinggi sejak 2011. Ini berkontribusi pada lonjakan inflasi yang lebih luas seiring pemulihan ekonomi dari pandemi Covid-19 dan menambah tekanan pada negara miskin.
Oleh
BENNY D KOESTANTO
·4 menit baca
Data Organisasi Pangan dan Pertanian atau FAO menunjukkan, harga pangan dunia melonjak 28 persen pada 2021 mencapai level tertinggi dalam satu dekade. Semua pihak diingatkan bahwa tren kenaikan harga pangan itu masih berpeluang terjadi pada 2022 di tengah pandemi Covid-19 dan sebagai efek dari fenomena perubahan iklim yang dapat memengaruhi jumlah ataupun kualitas pasokan pangan.
Pergerakan harga pangan global terpantau melalui indeks harga pangan FAO. Indeks itu melacak komoditas-komoditas pangan yang paling banyak diperdagangkan secara global. Indeks Harga Pangan FAO tahun 2021 berada di level rata-rata 125,7 poin, sebuah level tertinggi sejak 2011 yang kala itu levelnya adalah 131,9 poin. Secara bulanan, Indeks Harga Pangan Global memang sedikit menurun pada Desember, tetapi telah naik selama empat bulan sebelumnya secara berturut-turut. Hal itu mencerminkan kemunduran panen dan permintaan yang kuat atas pangan pada tahun lalu.
Harga pangan lebih tinggi berkontribusi pada lonjakan inflasi yang lebih luas seiring pemulihan ekonomi dari pandemi Covid-19. FAO telah memperingatkan bahwa biaya lebih tinggi menempatkan warga yang secara ekonomi lebih rendah dalam risiko, terutama di negara-negara yang bergantung pada impor pangan. Lembaga pangan PBB itu pun tidak dapat memastikan apakah tekanan harga pangan global akan mereda tahun ini.
”Harga pangan tinggi biasanya diharapkan memberikan jalan bagi peningkatan produksi. Namun, tingginya ongkos produksi, pandemi global yang sedang berlangsung, dan kondisi iklim yang semakin tidak pasti menyisakan sedikit ruang untuk optimistis bahwa kondisi pasar akan lebih stabil pada 2022,” kata ekonom senior FAO, Abdolreza Abbassian, dalam rilis tertulis FAO, Kamis (6/1/2021). Disebutkan bahwa lonjakan harga pupuk yang terdorong naik akibat kenaikan harga energi menjadi faktor naiknya ongkos produksi pangan. Faktor-faktor yang saling berkelindan itu pun menimbulkan kerugian atas prospek hasil produksi pangan global untuk tahun ini dan tahun berikutnya.
Pada Desember 2021, harga untuk semua kategori dalam Indeks Harga Makanan produk susu turun, dengan minyak nabati dan gula juga turun secara signifikan. Ini terjadi sebagai efek dari jeda dalam permintaan selama sebulan. Kekhawatiran tentang dampak Covid-19 galur Omicron dan turunnya pasokan gandum dari belahan bumi bagian selatan turut menyebabkan kondisi itu.
Namun, semua kategori dalam Indeks Pangan FAO secara keseluruhan menunjukkan kenaikan tajam selama tahun 2021 dan Indeks Harga Minyak Nabati (Vegetable Oil Price Indeks) FAO mencapai rekor tertinggi.
Namun, semua kategori dalam Indeks Pangan FAO secara keseluruhan menunjukkan kenaikan tajam selama tahun 2021. Indeks Harga Minyak Nabati (Vegetable Oil Price Indeks) FAO mencapai rekor tertinggi. Indeks Pangan FAO mencakup Cereal Price Index, Vegetable Oil Price Index, Dairy Price Index, Meat Price Index, dan Sugar Price Index. Pada awal 2022 ini harga produk-produk pertanian di pasar berjangka bergejolak, termasuk pasar biji-bijian sebagai bahan baku minyak nabati. Kekeringan di Amerika Selatan dan banjir di Malaysia dikatakan sebagai faktor pendongkrak harga di awal tahun ini. ”Harga susu juga bertahan di level tinggi yang terjadi pada Desember 2021, terpengaruh oleh produksi susu yang lebih rendah di Eropa Barat dan Oseania,” demikian dilansir FAO.
FAO telah memperingatkan efek dari tingginya harga pangan sejak tahun lalu. Peringatan soal lonjakan biaya impor makanan di seluruh dunia ke level rekor tertinggi tahun 2021 telah dikeluarkan lembaga itu tengah tahun lalu. Kondisi itu diperkirakan menambah tekanan pada banyak negara termiskin di dunia yang ekonominya telah tertekan habis oleh pandemi Covid-19.
Lembaga PBB itu juga memperingatkan bahwa beban biaya tinggi impor itu dapat bertahan dalam waktu lebih lama, minimal dibandingkan waktu atau tahun-tahun sebelumnya. Sebab, tren tingginya harga produk-produk pertanian terus membayangi. Kenaikan harga energi secara bersamaan ikut menaikkan biaya produksi para petani. ”Bukan dunia yang menghadapi harga yang lebih tinggi. Masalahnya adalah negara-negara yang kondisinya rentan,” kata Josef Schmidhuber, Wakil Direktur Divisi Perdagangan dan Pasar FAO.
Tagihan impor pangan dunia, termasuk biaya pengiriman, diproyeksikan mencapai 1,715 triliun dollar AS sepanjang tahun 2021. Biaya itu naik 12 persen dibanding tahun 2020 yang mencapai 1,530 triliun dollar AS. Hal itu tercantum dalam laporan Food Outlook yang dirilis dua kali setahun, tengah tahun lalu. Memang, pertumbuhan perdagangan pertanian selama pandemi telah menunjukkan ketahanan pasar internasional. Namun, kenaikan harga pangan sejak akhir 2020 meningkatkan risiko bagi beberapa negara yang bergantung pada impor. Negara-negara yang digolongkan FAO sebagai Negara-negara Defisit Pangan Berpenghasilan Rendah diperkirakan akan mengalami kenaikan biaya impor makanan sebesar 20 persen. (AFP/REUTERS)