Tahun 2021 dan Perayaan Tahun ”Unicorn” untuk India
India meraih kesempatan sekaligus keberuntungan dalam pengembangan usaha rintisan. Potensi besar India memperoleh momentum ketika tindakan keras Beijing membuat para investor global mengalihkan dananya ke New Delhi.
Oleh
BENNY D KOESTANTO
·4 menit baca
NEW DELHI, SABTU — Tahun 2021 pantas disebut sebagai sebuah tahun pencapaian bagi India, khususnya dalam hal pertumbuhan usaha rintisan. Di tengah pandemi Covid-19 yang masih berkecamuk, India berhasil mencetak 44 unicorn—perusahaan rintisan swasta senilai lebih dari 1 miliar dollar AS—tahun ini saja.
Salah satu yang meraih sukses itu ialah Sumit Gupta. Ia menjalani tahun yang luar biasa tahun ini. Gupta baru saja menginjak usia 30 tahun, menikah dan melihat usaha rintisannya menjadi salah satu unicorn teknologi terbaru di India. Usaha rintisan mata uang kriptonya, CoinDCX, sah menyandang predikat unicorn tahun ini.
”Momen yang sangat menyenangkan. Ini merupakan perjalanan yang sangat, sangat menyenangkan,” kata Gupta tentang pencapaian dirinya dan usaha rintisannya. ”Saya telah belajar banyak, masa depan India sangat cerah.”
Potensi India di bidang teknologi sedemikian besar. Namun, dalam beberapa waktu, potensi India itu tampak dikesampingkan. Publik global selama ini lebih terpaku pada negara-negara lain, terutama China. Namun, kecenderungan itu berubah belakangan. Modal yang mengalir ke India semakin bertambah.
Pada tahun 2021 modal asing yang mengalir ke usaha-usaha rintisan di India mencapai 35 miliar dollar AS, tiga kali lipat dibandingkan kondisi setahun sebelumnya. Merujuk pada data lembaga Tracxn, modal itu mengalir ke sejumlah sektor usaha rintisan, mulai dari fintek, kesehatan, hingga gim.
India meraih kesempatan sekaligus keberuntungan. Semua tahu jika investor asing telah lama memilih China, negara Asia selain India yang berpenduduk lebih dari 1 miliar orang. Namun, tindakan keras Beijing terhadap pertumbuhan yang tidak terkendali di sektor internet mengubah dinamika.
Kekangan atas sektor itu di China telah membuat takut investor global. Mereka pun menarik dana investasi di perusahaan-perusahaan teknologi China, seperti Baidu, Alibaba, dan Tencent. Data GlobalData menunjukkan di usaha rintisan saja, dana investor global ke perusahaan teknologi di China turun. Jika tahun lalu investasi mereka mencapai 73 miliar dollar AS, tahun 2021 hanya mencapai 54,5 miliar dollar AS.
Namun, tindakan keras Beijing terhadap pertumbuhan yang tidak terkendali di sektor internet mengubah dinamika. Kekangan atas sektor itu di China telah membuat takut investor global.
Sebaliknya, India menjadi lebih menarik, dengan banyaknya pengusaha terdidik yang meningkatkan kapasitas bisnisnya. Mereka bekerja menggunakan infrastruktur digital yang berkembang pesat. ”India benar-benar perhentian terakhir di mana bisnis di sini dapat menarik seperenam populasi dunia,” kata Siddharth Mehta, pendiri perusahaan investasi Bay Capital Partners. ”Saya pikir India 13-14 tahun di belakang China dalam hal ukuran dan skala pasar. Pasar digital India secara keseluruhan sekitar di bawah 100 miliar dollar AS hari ini, tetapi jumlah itu dapat dengan mudah menjadi 1 triliun atau 2 triliun dollar AS selama 10-15 tahun mendatang.”
Di antara investor-investor global yang tertarik ialah Softbank Jepang. Perusahaan investasi itu menginvestasikan 3 miliar dollar AS di India tahun ini. Ada juga miliarder Jack Ma dan perusahaannya, Tencent, serta Sequoia Capital dan Tiger Global yang berbasis di AS. ”Saya percaya pada masa depan India. Saya percaya pada semangat wirausahawan muda di India. India akan menjadi luar biasa,” kata pendiri Softbank, Masayoshi Son, awal bulan ini.
Sektor teknologi India juga mencatat rekor dalam hal jumlah penawaran umum perdana saham (IPO) di tahun ini. Perusahaan yang go public termasuk aplikasi pengiriman makanan Zomato dan platform produk kecantikan Nykaa. Keduanya menawarkan saham perusahaan mereka dengan harga tinggi, melontarkan kekayaan para pendiri perusahaan-perusahaan itu tinggi ke langit. Pada level tertinggi Oktober, indeks saham India telah reli lebih dari 125 persen dari level terendahnya pada April 2020, menjadikan India salah satu pasar ekuitas dengan kinerja terbaik di dunia tahun ini.
Di tengah kenaikan-kenaikan itu, beberapa ahli dan pengamat memperingatkan bahwa banyak dari nilai perusahaan-perusahaan ini mungkin sudah terlalu tinggi. Raksasa fintek lokal India, Paytm, misalnya belum menghasilkan keuntungan. Harga sahamnya telah turun 40 persen dari harga saham perdananya setelah IPO tahun ini juga.
Tahun baru bagi perusahaan rintisan di India juga memberikan pekerjaan rumah besar bagi sektor ketegakerjaan di negara itu. India berjuang untuk menyediakan lapangan kerja bagi 10 juta anak muda yang memasuki dunia kerja setiap tahunnya. Di tengah serapan yang rendah, para pekerja di India banyak yang rela dibayar rendah. Mereka umum diupah 300 rupee (4 dollar AS) sehari plus jaminan yang rendah, dan bahkan tidak ada.
Serapan pekerja kerah putih di sektor usaha rintisan, khususnya pekerja berkualitas, telah melampaui pasokan tahun ini. Dibanjiri uang tunai, perusahaan-perusahaan pun bersaing untuk merekrut dan mempertahankan talenta terbaik mereka. Mereka menawarkan uang tunai, saham, dan bahkan kendaraan bermotor serta tiket pertandingan kriket sebagai insentif. ”Perekrut menghubungi kami setiap saat,” kata seorang karyawan perusahaan teknologi tanpa menyebut nama. ”Gaji telah meningkat dalam setahun terakhir dan rasanya seperti semua orang sedang merekrut. Orang-orang terus berganti pekerjaan.”
Namun, bagi Gupta, sang pemilik CoinDCX, kondisi seperti itu adalah sebuah kegairahan baru. Ia mengaku siap menerima tantangan lebih besar sembari sementara waktu menghabiskan masa liburan akhir tahunnya di pesisir Goa. ”Jika Anda tetap gigih, sangat mungkin untuk menciptakan unicorn, terutama jika Anda tinggal di negara seperti India yang penuh dengan peluang,” katanya. (AFP)