Tanpa Kertas Impor, Nasib Industri Buku Turki di Ujung Tanduk
Produksi buku di Turki terganjal harga kertas impor yang mahal. Buku ikut menjadi korban krisis ekonomi Turki akibat kebijakan pemerintah yang dinilai tidak strategis.
Oleh
Luki Aulia
·3 menit baca
Gulfer Ulas, mahasiswa program doktor di Turki, kaget melihat harga koleksi buku edisi pertama dari pengarang novel favoritnya, Thomas Mann, naik dari 33 lira atau Rp 39.000 menjadi 70 lira atau Rp 83.000 untuk cetakan keduanya. Padahal hanya selisih beberapa bulan saja. Kenaikan harga buku dalam waktu singkat ini saja sudah menggambarkan kondisi serba tak pasti akibat krisis ekonomi yang terjadi di hampir semua aspek kehidupan, mulai dari melonjaknya harga barang-barang kebutuhan sehari-hari hingga biaya pendidikan.
Kalangan penerbit buku khawatir situasi serba tak pasti ini akan membunuh industri perbukuan yang justru kerap bisa menampilkan suara keberagaman di Turki. Selain buku, jarang ada media yang bisa menyuarakan keberagaman mengingat hampir semua media takluk pada pemerintahan sosial konservatif Presiden Turki Recep Tayyip Erdogan.
”Saya mahasiswa S-3 studi internasional, jadi harus banyak baca. Setiap bulan saya keluar uang sampai Rp 1,2 juta untuk beli buku. Harga buku sekarang gila-gilaan,” ujar Ulas, Selasa (28/12/2021).
Industri perbukuan Turki yang hampir semuanya bergantung pada kertas impor membuktikan salah satu kesalahan dalam uji coba ekonomi Erdogan pada 84 juta jiwa rakyat Turki selama beberapa bulan terakhir. Erdogan menurunkan suku bunga serendah-rendahnya demi menurunkan harga di tingkat konsumen yang terus naik. Kalangan ekonom tidak tahu kapan terakhir kali ada negara besar yang melakukan langkah seperti Erdogan karena mestinya pinjaman yang rendah biasanya dianggap menyebabkan inflasi, bukan malah memulihkan.
Masyarakat Turki khawatir, jika daya beli menurun, yang terjadi malah akan ada lonjakan pembelian emas dan dollar AS yang akan bisa menghilangkan nilai mata uang lira hingga separuh hanya dalam hitungan minggu. Situasi ini memaksa Erdogan mengumumkan langkah-langkah yang memberikan dukungan baru untuk mata uang lira, yakni intervensi nilai tukar yang besar. Langkah itu berhasil menahan sedikit laju penurunan. Kini nilai mata uang lira naik dan turun sekitar 5 persen per hari. Sebagian ekonom melihat langkah ini sebagai solusi jangka panjang.
Pemilik penerbitan Kirmizi Kedi, Haluk Hepkon, khawatir situasi serba tak pasti ini akan membuat masyarakat tidak membeli buku lagi karena memprioritaskan kebutuhan primer terlebih dahulu. Apalagi harga buku pasti akan naik terus karena menggunakan kertas impor yang harganya juga naik terus.
Guru Besar Ekonomi Terapan di Johns Hopkins University, Steve Hanke, memperkirakan tingkat inflasi tahunan Turki sekitar 80 persen.
Presiden Asosiasi Penerbit Turki Kenan Kocaturk mengatakan, gangguan rantai pasokan global yang disebabkan oleh pandemi Covid-19 juga berkontribusi pada persoalan industri perbukuan. Turki mengimpor bahan mentah kertas dari luar karena pabrik kertas Turki sudah diswastanisasi dan mayoritas kemudian tutup.
”Hanya ada dua pabrik yang masih berproduksi, sementara yang lainnya mesin-mesinnya sudah dijual dan tanah-tanahnya sudah dijual. Sekarang Turki merasakan akibatnya karena tidak menganggap kertas sebagai aset strategis,” ujarnya.
Para penerbit sudah berusaha meminimalkan risiko dengan berencana tidak banyak mencetak buku pada tahun-tahun mendatang. Penerbit Heretik menyatakan tidak akan mencetak buku karena meningkatnya nilai tukar dan harga kertas. Editor penerbit Aras, Rober Koptas, juga khawatir karena media cetak seperti buku ini mewakili suara perlawanan ideologi di Turki.
”Hampir semua media cetak mengeluarkan suara yang sama dan kampus-kampus dibungkam,” kata Koptas.
Padahal, budaya itu sama pentingnya dengan makanan atau bahkan lebih penting. Oleh karena itu, persoalan ekonomi tersebut harus segera diatasi. Warga yang hobi membaca seperti Ibrahim Ozcay juga kesulitan membeli buku gara-gara krisis. Padahal, ia suka membelikan buku untuk teman-temannya.
”Harga buku naik karena harga kertas naik itu wajar saja. Apalagi sekarang di Turki semua barang sudah barang impor,” ujarnya. (AFP)