Posisi Delta sebagai varian dominan mulai digeser oleh Omicron. Peningkatan vaksinasi global dan penegakan protokol kesehatan tetap menjadi senjata pencegahan yang utama.
Oleh
Laraswati Ariadne Anwar
·3 menit baca
WASHINGTON, RABU — Galur Covid-19 Omicron menjadi varian terbanyak di Amerika Serikat, Belanda, dan Swiss. Organisasi Kesehatan Dunia atau WHO memperingatkan bahwa apabila tidak ada penegakan protokol kesehatan untuk mencegah penularan galur ini, sistem kesehatan global akan terancam ambruk karena Omicron memiliki kecepatan infeksi yang pesat.
Pusat Pengendalian Penyakit Amerika Serikat (CDC) per Selasa (28/12/2021) mencatat bahwa Omicron kini merupakan 59 persen kasus Covid-19 di negara tersebut. Adapun WHO menghimpun data bahwa di Belanda dan Swiss, Omicron kini resmi mengambil alih status galur dominan dari Delta. Adapun negara-negara dengan infeksi Omicron tercepat adalah Denmark, Afrika Selatan, dan Inggris. Secara global, kenaikan kasus Omicron dalam satu pekan terakhir sebesar 11 persen.
”Berdasarkan data di negara-negara dengan kasus Omicron banyak, jumlah pasien rawat inap di rumah sakit memang tidak sebanyak galur Delta. Tingkat keparahan infeksi juga relatif rendah dan mayoritas kasus terjadi pada orang-orang yang tidak divaksin,” kata Manajer Insiden Covid-19 WHO Eropa Catherine Smallwood, Rabu (29/12/2021).
Walaupun demikian, WHO tetap menekankan percepatan vaksinasi global dan penegakan protokol kesehatan. Negara-negara Eropa, seperti Jerman, Belgia, dan Finlandia, mengambil langkah menutup tempat-tempat hiburan. Acara kumpul-kumpul dibatasi hanya untuk sepuluh orang yang telah divaksin lengkap.
Negara-negara Eropa tidak mengambil kebijakan penutupan wilayah seperti di China. Kota Xi’an yang memiliki 13 juta penduduk, misalnya, menerapkan penguncian wilayah total. China secara nasional menerapkan kebijakan ”nihil Covid-19”. Satu kasus saja terdeteksi, seluruh wilayah dikunci. Ini karena negara ini memiliki penduduk 1 miliar jiwa. Meskipun 80 persen penduduk telah divaksinasi lengkap, jumlah mereka yang belum divaksin setara dengan penduduk Indonesia.
”Tolong! Saya kelaparan. Persediaan makanan sudah habis, tetapi saya belum boleh keluar dari apartemen,” keluh seorang warganet di media sosial Weibo. Setiap rumah tangga hanya diizinkan mendelegasikan satu orang untuk berbelanja kebutuhan pokok setiap tiga hari sekali.
Kasus pada anak
Sementara itu, Akademi Kedokteran Anak AS (AAP) mencatat ada kenaikan kasus rawat inap anak akibat Covid-19 sebanyak 50 persen. Berdasarkan catatan pada 23 Desember, ada 199.000 anak yang dirawat inap. Ini meningkat 50 persen dibandingkan dengan angka per 1 Desember. Bahkan, di Negara Bagian New York, kenaikannya mencapai 68 persen.
”Mayoritas adalah anak-anak berumur di atas 5 tahun yang belum divaksin. Dari gejala memang tidak parah, tetapi kita tetap harus waspada,” kata David Rubin, dokter anak di Rumah Sakit Anak Philadelphia, Negara Bagian Pennsylvania, kepada surat kabar New York Times.
Studi terbaru terhadap vaksin menunjukkan bahwa vaksin tetap merupakan perlindungan untuk mencegah keparahan infeksi akibat Covid-19. Kajian yang diterbitkan di jurnal ilmiah Naturetanggal 23 Desember lalu mengungkapkan, galur Omicron memiliki 37 mutasi pada proteinnya sehingga mudah menempelkan diri kepada sel-sel tubuh yang sehat.
”Kita melihat secara spesifik protein yang bermutasi ini sehingga nanti memudahkan ilmuwan merancang pengobatan yang tepat tidak hanya untuk galur Omicron, tetapi juga kemungkinan mutasi virus SARS-CoV-2 di masa mendatang,” kata David Veesler, peneliti di Fakultas Kedokteran Universitas Washington, AS, yang menjadi salah satu pemimpin tim peneliti lintas lembaga ini, seperti dikutip oleh Asia News International.
Menurut dia, pada vaksin m-RNA, ketika terinfeksi galur Omicron, daya tahan tubuh berkurang dan hanya tertinggal 20-40 persen. Pada vaksin yang bukan m-RNA, seperti Sputnik, Johnson and Johnson, Sinovac, dan Sinopharm, risiko netralisasi antibodi semakin tinggi. Akan tetapi, tetap mencegah keparahan infeksi serta kematian. (AFP)