Australia Catat Kasus Harian Tertinggi, India Alami Lonjakan Kasus Omicron
Australia memberlakukan lagi sejumlah langkah pembatasan menghadapi pandemi Covid-19 setelah mencatat kasus harian tertinggi sejak awal pandemi. Di India, PM Narendra Modi tak mau pengalaman pahit varian Delta terulang.
Oleh
BENNY D KOESTANTO
·5 menit baca
SYDNEY, KAMIS — Sejumlah negara mengambil langkah-langkah pengetatan terbaru menghadapi persebaran Covid-19 galur Omicron. Para pemimpin negara-negara itu tidak mau mengambil risiko meski penelitian menunjukkan risiko pasien terkonfirmasi galur Omicron untuk dirawat di rumah sakit lebih rendah dibandingkan dengan risiko orang yang terpapar varian Delta. Klaim bahwa vaksin penguat Covid-19 dapat meningkatkan antibodi melawan galur Omicron sepatutnya diikuti dengan kecepatan vaksinasi.
Australia memberlakukan kembali sejumlah langkah pembatasan menghadapi pandemi Covid-19 mulai Kamis (23/12/2021). Protokol kesehatan Covid-19 diberlakukan, meliputi kewajiban mengenakan masker di dalam ruangan, pembatasan kapasitas di tempat-tempat tertentu, hingga penggunaan fasilitas kode khusus, seperti kode QR, bagi warga untuk masuk ke sejumlah fasilitas publik. Pemberlakuan pembatasan itu diambil setelah kasus Covid-19 di sejumlah wilayah di negara tersebut melonjak ke tingkat tertinggi.
Pihak berwenang di Australia menyatakan, tingkat rawat inap di rumah sakit dan tingkat kematian akibat Covid-19 tetap rendah. Namun, ledakan jumlah kasus penyakit itu telah menciptakan risiko bagi para pekerja kesehatan. Mereka yang terpapar harus diliburkan. Jika jumlah pekerja kesehatan yang terpapar meningkat, dikhawatirkan pelayanan kesehatan di negara itu akan terganggu.
Australia mencatat lebih dari 8.200 kasus terkonfirmasi secara harian. Jumlah itu adalah penambahan harian tertinggi selama pandemi Covid-19. Jumlah tambahan kasus terkonfirmasi harian tertinggi sebelumnya sebanyak 5.600 kasus. Sebagian besar kasus baru muncul di Negara Bagian New South Wales dan Victoria.
”Perubahan hari ini sederhana: waspada dan mengambil pendekatan kehati-hatian saat kami melewati periode liburan saat-saat ini hingga akhir Januari,” kata Dominic Perrottet, Menteri Besar New South Wales, kepada wartawan.
Pengalaman pahit India
Dari New Delhi dilaporkan, Perdana Menteri India Narendra Modi menggelar diskusi dengan para kepala negara bagian. Modi tidak ingin main-main menghadapi serangan galur Omicron menjelang musim aneka perayaan keagamaan di negaranya. Pengalaman pahit India menghadapi gelombang Covid-19 sebelumnya lewat wabah varian Delta tidak ingin terulang.
Pemerintahan Modi mendapat kecaman pedas selama musim panas lalu ketika sistem kesehatan India kewalahan akibat gelombang penularan kedua Covid-19 yang mematikan. Puluhan ribu warga India tewas saat gelombang kedua penularan Covid-19 melanda negara itu.
Kementerian Kesehatan India menyebutkan, India mencatat 236 kasus Covid-19 galur Omicron di 16 negara bagian selama 24 jam terakhir. Jumlah itu dua kali lebih besar dibandingkan dengan kondisi sepekan sebelumnya.
Lebih dari separuh orang dewasa di India telah divaksin Covid-19 secara penuh. Namun, ratusan juta warga lainnya masih berisiko terpapar Covid-19. Para dokter di India memperingatkan, jika gelombang ketiga Covid-19 yang dipicu Omicron melanda negara itu, fasilitas kesehatan di India dapat keteteran.
Pekan ini, pihak berwenang di New Delhi mengumumkan larangan parsial atas perayaan Natal dan Tahun Baru di tempat umum untuk mencegah pengumpulan massa. Seorang pejabat senior polisi di Delhi mengatakan, 300-350 petugas telah dikerahkan untuk menegakkan aturan protokol Covid-19, terutama untuk menindak kerumunan di pasar-pasar.
Pasar menjadi lokasi yang jadi perhatian utama karena umumnya warga datang berkerumun tanpa mengenakan masker. ”Kami telah memberi pengarahan kepada petugas kami di lapangan untuk meningkatkan penegakan hukum,” kata Deepak Yadav, Wakil Komisaris Polisi untuk Distrik New Delhi.
Risiko lebih rendah
Dari London dilaporkan, penelitian yang diterbitkan oleh London’s Imperial College, Rabu (22/12/2021), menunjukkan risiko pasien terkonfirmasi galur Omicron untuk dirawat di rumah sakit lebih rendah dibandingkan dengan risiko serupa mereka yang terpapar Covid-19 varian Delta. Risiko untuk dirawat di rumah sakit bagi mereka yang terpapar galur Omicron lebih rendah 40-45 persen dibandingkan dengan pasien dengan galur Delta.
”Secara keseluruhan, kami menemukan bukti berkurangnya risiko rawat inap untuk Omicron dibandingkan dengan infeksi akibat varian Delta, rata-rata untuk semua kasus dalam periode penelitian,” kata para peneliti tentang penelitian analisis data dari kasus yang dikonfirmasi dengan uji PCR di Inggris pada 1-14 Desember 2021.
Para ilmuwan berlomba menjawab pertanyaan tentang virulensi dan tingkat keparahan Omicron untuk membantu pemerintah merespons secara tepat atas varian tersebut. Galur Omicron dilaporkan dan didata menyebar dengan kecepatan sangat tinggi.
Hasil penelitian di Inggris itu merupakan lanjutan dari penelitian sebelumnya di Afrika Selatan. Mereka yang didiagnosis terpapar galur Omicron pada 1 Oktober-30 November di Afsel memiliki kemungkinan 80 persen lebih kecil untuk dirawat di rumah sakit dibandingkan dengan mereka yang didiagnosis dengan varian lain pada periode yang sama.
Raksasa farmasi Inggris, AstraZeneca, mengatakan, dosis vaksin ketiga atau vaksin penguat dari vaksin Covid-19, Vaxzevria, yang dikembangkan AstraZeneca secara signifikan meningkatkan tingkat antibodi terhadap galur Omicron. ”Vaxzevria secara signifikan meningkatkan tingkat antibodi terhadap varian Omicron SARS-CoV-2 (B.1.1.529) setelah booster dosis ketiga,” kata perusahaan itu dalam sebuah pernyataan.
”Vaksinasi booster dosis ketiga menetralkan varian Omicron ke tingkat yang secara umum mirip dengan yang diamati setelah dosis kedua terhadap varian Delta.”
Pihak AstraZeneca menyatakan, tingkat antibodi penawar juga lebih tinggi dengan suntikan penguat dibandingkan dengan individu yang sebelumnya telah terinfeksi dan pulih secara alami dari Covid-19. Hal ini merupakan hasil studi yan dilakukan oleh peneliti University of Oxford, lembaga akademik yang membantu AstraZeneca mengembangkan vaksin Covid-19 tahun lalu.
Studi tersebut menganalisis sampel darah yang diambil dari individu yang terinfeksi Covid-19, mereka yang divaksinasi dengan dua dosis plus booster, dan mereka yang telah terinfeksi Covid-19 sebelumnya. (AP/AFP/REUTERS)