KBRI Nairobi Fasilitasi Pemulangan ABK Asal Indonesia yang Hadapi Kondisi Kerja Buruk
Tantangan yang dihadapi pekerja migran asal Indonesia belum kunjung surut. Perwakilan Indonesia di sejumlah negara, salah satunya di Nairobi, kembali memfasilitasi pemulangan pekerja migran karena buruknya tempat kerja.
Oleh
B Josie Susilo Hardianto
·3 menit baca
Sebanyak enam anak buah kapal atau ABK berbendera Kenya asal Indonesia memutuskan pulang ke Tanah Air. Mereka adalah awak kapal Ra Horakty yang dalam beberapa bulan terakhir menghadapi situasi ketidakpastian, di antaranya ketidakjelasan gaji serta tersendatnya pasokan makanan.
Dalam pernyataan pers Kedutaan Besar RI di Nairobi yang diterima pada Kamis (16/12/2021) disebutkan, persoalan itu muncul sebagai dampak kapal yang mereka awaki tidak beroperasi. Selain memberi pendampingan, KBRI Nairobi juga memfasilitasi pemulangan mereka.
”KBRI Nairobi terus berkomitmen untuk memberikan perlindungan terbaik bagi semua warga negara Indonesia tanpa memandang status,” kata Mohamad Hery Sariputin, Duta Besar RI untuk Republik Kenya, Somalia, Uganda, dan Republik Demokratik Kongo saat bertemu dengan keenam ABK asal Indonesia itu di Mombasa, Kenya.
Sebelum memutuskan kembali ke Indonesia, keenam ABK asal Indonesia itu terkatung-katung di atas Ra Horakty. Selain menghadapi ketidakjelasan soal gaji dan terhentinya pasokan makanan, mereka juga kesulitan untuk memasak makanan karena mesin kapal tempat mereka bekerja dimatikan.
Dalam catatan KBRI Nairobi, para ABK tersebut tiba di Mombasa pada April 2021, tetapi hingga Desember ini mereka belum bekerja karena Ra Horakty tidak beroperasi. Meskipun tidak bekerja, hingga Oktober 2021 mereka tetap menerima gaji yang dibayarkan atas tanggungan pihak agen asal Korea. Pada awal Oktober 2021, pihak agen kapal Kenya menghentikan pasokan makanan kepada mereka dan mematikan mesin kapal. Atas pendekatan yang dilakukan KBRI, akhirnya para ABK kembali menerima pasokan makanan.
Namun, pada pertengahan November, KBRI kembali menerima laporan bahwa para ABK tidak lagi dipasok makanan dan diancam tidak akan dibayar gajinya. Pemilik kapal beralasan bahwa mereka saat ini sedang dituntut di pengadilan oleh kapten kapal dan awak Ra Horakty. Pihak pemilik kapal menyatakan tidak akan membayar gaji dan menyediakan makanan untuk para ABK hingga selesainya putusan pengadilan.
Menyikapi persoalan itu, pada 8 Desember 2021, KBRI melakukan komunikasi dengan perwakilan pemilik kapal Ra Horakty, Raphael Ngera. Ia menyampaikan bahwa kepemilikan kapal Horakty telah berganti dan manajemen baru tetap ingin mempekerjakan keenam ABK asal Indonesia. Namun, keenam ABK yang telah lebih dari tujuh bulan berada di kapal Horakty menolak tawaran tersebut dan bersikukuh ingin pulang ke Indonesia.
”Saya mengucapkan terima kasih kepada Duta Besar RI di Nairobi atas bantuannya bagi penyelesaian masalah yang kami hadapi. Saya juga menghimbau teman-teman seafarer, jika menghadapi masalah, silakan datang ke KBRI,” kata Arief Sukamajaya Dilaga, salah satu ABK asal Indonesia mewakili teman-temannya.
Dalam pertemuan dengan awak Ra Horakty, Herry menegaskan, apa yang dilakukan oleh KBRI merupakan bagian dari upaya negara melindungi warganya. ”Merupakan kewajiban KBRI untuk memberikan pendampingan serta dukungan kepada semua WNI, termasuk ABK, guna menjamin terlindunginya hak-hak para WNI,” kata Herry.
Saat ini terdapat sekitar 26 ABK asal Indonesia di Mombasa. Mereka bekerja pada kapal-kapal ikan dan logistik berbendera Kenya dan Korea. Secara umum, para ABK tersebut, selain awak Ra Horakty, cukup puas dengan gaji dan suasana di tempat kerja masing-masing. Citra ABK asal Indonesia di Kenya cukup baik. Hal tersebut, antara lain, tecermin dari terus banyaknya permintaan akan ABK dari Tanah Air. Beberapa ABK yang telah selesai kontrak di Kenya dan kembali Indonesia juga digantikan oleh ABK lain dari Indonesia.
Sebelumnya, pada Juni lalu KBRI Nairobi juga memfasilitasi pemulangan dua ABK asal Indonesia dari Bosaso, Somalia. Mereka sebelumnya tertahan di Somalia selama berbulan-bulan karena gaji mereka belum dibayarkan pemilik kapal. Hak-hak mereka kemudian dipenuhi setelah KBRI melakukan sejumlah pendekatan dan komunikasi dengan pemilik kapal.
Kedua ABK itu merupakan sisa dari 11 ABK WNI kapal Wadani. Di antara ke-11 orang itu, sembilan ABK memilih untuk pulang pada pertengahan tahun 2020 tanpa mendapatkan gaji.