Akhundzada, Masih Hidup atau Sudah Mati?
Nama Haibatullah Akhundzada-Emir Taliban, sempat digadang-gadang menjadi Presiden Afghanistan di era baru Taliban. Tapi, dia tak pernah muncul ke publik.
Keberadaan Akhundzada menjadi pertanyaan besar. Emir atau pemimpin tertinggi Taliban setelah kematian Akhtar Mansour pada 2016 itu tak juga muncul ke publik sejak Taliban kembali menguasai Afghanistan per 15 Agustus 2021.
Menjadi pertanyaan kemudian, apakah ulama senior itu masih hidup atau mati. Analis militer, keamanan, dan intelijen ragu soal siapa yang sebenarnya menjadi pemimpin Taliban saat ini.
Baca Juga: Taliban Belum Sepakati Pemimpin Baru Afghanistan
Saat pertanyaan itu mencuat pada akhir Oktober lalu, seorang juru bicara Taliban berkeras meyakinkan bahwa Akhundzada masih hidup dan sehat. Disebutkan bahwa Sang Emir sempat berpidato di sebuah madrasah di sebuah desa terpencil di Kandahar.
Guna meyakinkan masyarakat, pejabat itu merilis rekaman audio yang dinyatakan sebagai suara Akhundzada saat berbicara di Madrasah Hakimia. Rekaman itu berdurasi 10 menit. ”Semoga Tuhan membalas orang-orang tertindas Afghanistan yang memerangi orang-orang kafir dan penindas selama 20 tahun,” kata suara serak itu di rekaman yang dikatakan sebagai suara Akhundzada.
Kepala Keamanan Madrasah Hakimia, Massum Shakrullah, menuturkan, saat Akhundzada berkunjung ke madrasah tersebut, dia ditemani beberapa pengawal bersenjata. Dua ditugaskan berjaga di gerbang madrasah. Tiga orang lagi menemaninya bertemu dengan murid-murid serta pengajar di madrasah. ”Dia bersenjata,” ujar Massum.
Untuk menjaga kerahasiaan kunjungannya, para penjaga tidak membolehkan alat elektronik apa pun berada di ruangan pertemuan. ”Ponsel dan perekam suara tidak diizinkan masuk ke dalam lokasi,” kata Massum.
Baca Juga: Rakyat Afghanistan Kembali ke Titik Nol
Salah satu siswa, Mohammed (9) menuturkan, saat bertemu dengan Sang Emir, mereka semua memperhatikannya. Mereka bahkan menangis. Saat ditanya apakah dia bisa memastikan orang itu pasti Akhundzada, ia dan teman-temannya mengatakan bahwa mereka lupa mencermati wajahnya karena saking gembiranya.
Mohammad Musa (13), yang juga hadir di lokasi mengaku kalau wajah yang dilihatnya tampak persis sama dengan foto Akhundzada, yang beredar luas. Sayangnya, dia melihat Akhundzada dari jauh. Sementara Kepala Madrasah Hakimia, Maulvi Said Ahmad, mengatakan, kemunculan Akhundzada menimbulkan rumor dan propaganda.
Sebagian besar warga Afghanistan pernah mendengar nama Akhundzada, walaupun hanya terbatas pada pesan tertulis yang sering muncul menjelang perayaan hari besar umat Islam, seperti Idul Fitri atau Idul Adha. Tidak ada yang pernah benar-benar bertegur sapa atau melihat wajahnya secara langsung.
Tidak banyak foto Akhundzada yang beredar di dunia maya. Taliban merilis satu foto yang memperlihatkan wajah dan sosok Akhundzada, lima tahun lalu. Tapi, foto yang menggambarkan Akhundzada dengan janggut abu-abu, mengenakan sorban putih, dan melihat dengan sorotan mata yang tajam, adalah foto yang diambil 20 tahun silam.
Baca Juga: Perempuan Hakim Afghanistan, dari Pejuang Keadilan Jadi Buruan Kriminal
Selama dua dekade terakhir, para pemimpin Taliban sangat jarang muncul ke publik karena mereka adalah sosok yang dicari-cari oleh pasukan koalisi, menjadi sasaran serangan pesawat nirawak atau serangan pasukan darat. Pasukan koalisi meyakini, tewasnya pemimpin Taliban akan meruntuhkan semangat juang kelompok ini.
Dengan dukungan pemimpin Al Qaeda, Ayman Al Zawahiri, Akhundzada mengambil alih kepemimpinan Taliban setelah Akhtar Mansour tewas. Zawahiri, yang memanggilnya dengan sebutan Amirul Mu’minin atau pemimpin orang-orang beriman, membantunya mendapatkan kredensial sebagai pejuang jihad.
Akhundzada yang lahir di Desa Sperwan, Distrik Panjwayi, Provinsi Kandahar, lebih banyak mempelajari ilmu agama. Niamatullah, mantan murid Akhundzada, menuturkan, Akhundzada pergi meninggalkan desanya dan memilih pindah ke Pakistan saat Uni Soviet menginvasi Afghanistan pada 1979. Di Pakistan, dia memperdalam ilmu agamanya dan menjadi seorang ulama yang disegani. Atas kecendikiawanannya, dia diberi gelar Syekh Al Hadith.
Pada 1990-an, Akhundzada memilih kembali ke kampung halamannya dan mulai mengoordinasi warga untuk mengangkat senjata mengusir pasukan Uni Soviet dari Afghanistan. Tidak hanya mengoordinasi para pejuang, dia juga menjadi jembatan antara kelompok Mujahidin Afghanistan dan simpatisannya yang ada di Pakistan. Hal itu dibenarkan Abdul Qayum, penduduk Sperwan yang kini telah berusia 65 tahun.
Namanya mulai dikenal luas setelah Taliban berkuasa di Afghanistan, 1996. Dia kemudian diangkat menjadi hakim di Pengadilan Provinsi Kandahar yang berlanjut sebagai Kepala Pengadilan Militer di Nangarhar, Afghanistan Timur, hingga 2000. Saat Taliban digulingkan pasukan koalisi, Akhundzada tengah menjalankan tugas sebagai Kepala Pengadilan Militer Kabul. Akhundzada kemudian melarikan diri ke Pakistan, mencari perlindungan di Quetta.
Baca Juga: Perempuan Hakim Afghanistan, dari Pejuang Keadilan Jadi Buruan Kriminal
Pemahamannya yang luas terhadap hukum Islam membuatnya didapuk menjadi Kepala Sistem Peradilan Taliban. Dia juga dikenal sebagai pelatih bagi pejuang-pejuang baru Taliban yang berlatih di Quetta, Pakistan.
”Akhundzada adalah pusat gravitasi bagi Taliban. Menjaga kelompok itu tetap utuh,” kata seorang anggota Taliban yang berbasis di Pakistan. Dia mengaku tiga kali bertemu Sang Emir. Pertemuannya terakhir dengan Akhundzada terjadi pada 2020. Akhundzada dikenal sangat konservatif dan konvensional. Dia memilih tidak menggunakan teknologi komunikasi modern.
Dia lebih suka melakukan panggilan telepon di telepon rumah dan berkomunikasi melalui surat kepada pejabat Taliban. Ketakutan terhadap kemungkinan pembunuhan atas dirinya, menurut beberapa sumber Taliban, yang membuat Akhundzada memilih merunduk, menghindar dari keramaian.
Jika dia memang benar-benar telah meninggal, menurut sumber keamanan regional, ada kekhawatiran bahwa kelompok Negara Islam di Irak dan Suriah Khorasan (NIIS-K) akan memanfaatkan kekosongan kepemimpinan dan guncangan di tubuh Taliban sehingga memicu pembelotan. ”Jika mereka mengumumkan Akhundzada tidak ada lagi dan kami mencari emir baru, itu akan memecah belah Taliban dan NIIS-K bisa mengambil keuntungan,” kata sumber itu.
Terlepas dari spekulasi tersebut, Taliban berkeras bahwa Sang Emir dalam kondisi sehat. ”Dia sangat tertib. Tidak perlu bagi dia untuk tampil di depan umum,” kata juru bicara Taliban.
Baca Juga: Afghanistan Tak Kunjung Damai, NIIS Terus Merongrong Taliban
Namun, ada sebuah preseden soal ini, yaitu saat Taliban berpura-pura bahwa Mullah Omar masih hidup, meski sudah dinyatakan tewas pada 2013. Seorang pejabat keamanan pada pemerintahan Ashraf Ghani menguatkan dugaan ini. ”Dia tewas bersama saudaranya dalam serangan bunuh diri di Quetta, tiga tahun lalu. Akhundzada tidak memiliki peran dalam pengambilalihan Kabul,” katanya.
Teori ini, terkadang dengan sedikit variasi, dianggap kredibel oleh beberapa badan intelijen asing. Sumber keamanan regional menyatakan, tidak ada yang akan mengonfirmasi dan tidak ada yang akan menyangkal soal kematian Akhundzada, termasuk Taliban sendiri.
Kunjungan ke madrasah dan rekaman suara yang diperdengarkan ke media adalah sebuah koreografi, yang dilakukan dengan cermat dan sangat teliti. Jadi, di manakah Akhundzada? (AFP)