Vaksinasi dan Disiplin Prokes Benteng Hadapi Omicron
Jika ada negara tidak melakukan yang seharusnya untuk menghentikan Delta, mereka juga tidak akan menghentikan Omicron. Kehadiran Omicron adalah bukti lanjutan mutasi yang terus berlanjut
Oleh
Kris Mada
·4 menit baca
MANILA, JUMAT — Organisasi Kesehatan Dunia mengingatkan bahwa penyebaran virus SARS-CoV-2 galur Omicron tidak akan berhenti hanya dengan penutupan perbatasan negara. Penerapan protokol kesehatan ketat dan perluasan cakupan vaksinasi diperlukan untuk menghadapi galur hasil mutasi terbaru virus Corona itu.
Direktur Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) Pasifik Barat Takeshi Kasai mengatakan, penutupan perbatasan hanya menunda masalah. ”Jangan bergantung pada penutupan perbatasan,” ujarnya, Jumat (3/12/2021), di Manila, Filipina.
Dari 37 negara Pasifik Barat, sudah ada Australia, Singapura, Malaysia, Jepang, dan Korea Selatan yang melaporkan kasus Omicron. ”Setiap negara harus bersiap pada kenaikan kasus lagi. Hal terpenting adalah bersiap pada galur yang berpeluang sangat menular ini. Kabar baiknya adalah tidak ada informasi bahwa kita harus mengubah kebijakan (penanganan pandemi) karena Omicron,” ujarnya.
Direktur Tanggap Darurat WHO Pasifik Barat Babatunde Olowokure mengatakan, panduan penanganan pandemi tidak berubah. WHO tetap merekomendasikan percepatan dan perluasan cakupan vaksinasi, menjaga jarak, memakai masker, dan tentu saja perluasan pemeriksaan dan pelacakan. Selain itu, negara-negara juga perlu mempersiapkan kapasitas sistem layanan kesehatan.
Kasai kembali mengingatkan bahwa galur Omicron diduga sangat mudah menular dibandingkan galur lain. Pemerintah dan masyarakat di sejumlah negara diimbau untuk senantiasa waspada. Apalagi, jumlah kasus baru dan kematian akibat Covid-19 terus naik dalam tujuh pekan terakhir.
Kondisi itu terutama dipicu sebaran galur Delta dan pengenduran kewaspadaan terhadapi Covid-19. Padahal, seharusnya semua orang tetap waspada dan mengabaikan protokol kesehatan.
Menurut Kasai, ada peluang mutasi virus SARS-CoV-2 selama sebarannya tidak dihentikan. Kehadiran Omicron adalah bukti lanjutan mutasi yang terus berlanjut itu.
Sebelumnya, Direktur Jenderal WHO Tedros Adhanom Ghebreyesus mengatakan bahwa cara penanganan galur Omicron tidak akan berbeda dari penanganan galur Delta. ”Jika ada negara tidak melakukan yang seharusnya untuk menghentikan Delta, mereka juga tidak akan menghentikan Omicron,” ujarnya.
Sejauh ini, sudah lebih dari 20 negara melaporkan kasus Omicron. Di Amerika Serikat, kasus Omicron sudah dilaporkan di New York hingga California.
Kebijakan
Untuk mengendalikan penularan Omicron, Korea Selatan kembali membatasi jumlah orang yang boleh berkumpul. Hanya boleh tujuh orang di Seoul dan paling banyak delapan orang di luar Seoul. Setiap orang juga yang akan masuk tempat umum harus menunjukkan status vaksinasi melalui sertifikat digital dari aplikasi pelacak pergerakan warga.
”Situasi semakin memburuk, kenaikan kasus harian kembali mendekati 5.000 dan ada ancaman sistem layanan kesehatan akan mencapai batas kemampuan. Selain itu, sudah ada kasus Omicron dan ada kekhawatiran galur itu akan menyebar di masyarakat lokal,” kata Menteri Kesehatan Korsel Kwon Deok-cheol.
Singapura dan Malaysia, yang juga sudah mencatatkan kasus Omicron, memutuskan akan tetap melanjutkan perjalanan lintas negara. Mereka masih mengizinkan orang yang sudah divaksinasi lengkap untuk perjalanan lintas negara karena sejumlah alasan.
Meski demikian, seperti banyak negara lain, Singapura dan Malaysia juga sudah mulai membatasi perjalanan lintas perbatasan dari negara-negara tertentu. Larangan diumumkan terutama untuk pelawat dari Afrika.
Izin perjalanan lintas negara bagian dari kemudahan yang bisa dinikmati orang yang sudah divaksinasi. Sementara untuk yang belum atau menolak divaksinasi, Singapura menerapkan sejumlah pembatasan. Bahkan, warga didesak menolak tamu yang belum divaksinasi.
Pembatasan juga dilakukan Jerman sejak Kamis lalu. Semua yang belum divaksinasi dilarang memasuki kedai barang nonkebutuhan pokok, restoran, dan aneka tempat umum lainnya. Mereka juga wajib menunjukkan hasil tes negatif Covid-19 bila akan ke tempat kerja.
Kanselir Jerman Angela Merkel menyebut, kebijakan itu bagian dari upaya solidaritas. Kebijakan itu diperlukan karena jumlah pasien Covid-19 terus melonjak. Para Rabu dan Kamis saja, ada 70.000 kasus baru di seluruh Jerman. Seperti sebelumnya, banyak pasien dengan kondisi serius merupakan orang-orang yang belum divaksinasi.
Yunani malah lebih keras dengan cara menjatuhkan denda 100 uero per bulan bagi penduduk dan warga berusia 60 tahun dan menolak vaksinasi. Kini, 17 persen dari populasi Yunani pada kelompok umur di atas 60 tahun menolak divaksinasi. Padahal, Athena sudah melakukan berbagai upaya untuk mendorong mereka mau divaksinasi.
Perdana Menteri Yunani Kyriakos Mitsotakis mengatakan, kebijakan itu memang tidak populer dan bisa berdampak di pemilu. Namun, baginya menyelematkan nyawa lebih penting dari perolehan suara di pemilu. ”Saya yakin kita melakukan langkah yang benar dan saya diyakinkan bahwa kebijakan ini bisa menyelamatkan nyawa,” katanya.