Presiden Jokowi Janji G-20 Hasilkan Inisiatif Konkret
Inisiatif konkret G-20 akan ikut menentukan pemulihan dunia dari pandemi Covid-19 sekaligus realisasi aksi iklim. Kepemimpinan Indonesia bukan atribusi dan seremonial kosong.
JAKARTA, KOMPAS — Presiden Joko Widodo berjanji, Presidensi G-20 Indonesia akan menghasilkan inisiatif konkret. Ini terutama akan dijabarkan dalam tiga topik utama, yakni penanganan kesehatan yang inklusif. transformasi berbasis digital, dan transisi menuju energi berkelanjutan.
”Saya ingin Presidensi Indonesia di G-20 tidak sebatas seremonial belaka. Indonesia mendorong negara-negara G-20 untuk melakukan aksi-aksi nyata,” kata Presiden dalam pidato virtual pada Upacara Pembukaan Presidensi G-20 Indonesia 2022 di Jakarta, Rabu (1/12/2021) malam.
Untuk itu, Presiden melanjutkan, Indonesia akan terus mendorong negara-negara G-20 menghasilkan terobosan-terobosan besar. Indonesia juga akan terus mendorong negara-negara G20 membangun kolaborasi dan menggalang kekuatan untuk memastikan masyarakat dunia dapat merasakan dampak positif dari kerja sama G-20.
Presidensi Indonesia, menurut Presiden, juga akan digunakan untuk memperjuangkan aspirasi dan kepentingan negara-negara berkembang. Oleh sebab itu, Indonesia berusaha membangun tata kelola dunia yang lebih adil. Indonesia juga akan memperkuat solidaritas dunia dalam mengatasi perubahan iklim sekaligus membangun secara berkelanjutan, serta menggalang komitmen negara maju untuk membantu negara berkembang.
”Kebersamaan adalah jawaban atas masa depan dengan semangat solidaritas. Indonesia berupaya keras untuk menghasilkan inisiatif-inisiatif konkret untuk mendorong pemulihan situasi global agar segera pulih dan menjadi kuat, recover together, recover stronger,” kata Presiden.
Upacara Pembukaan Presidensi G20 Indonesia 2022 digelar di Lapangan Banteng, Jakarta. Hadir, antara lain, Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Airlangga Hartarto, Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati, Gubernur Bank Indonesia Perry Warjiyo, Menteri Sekretaris Negara Pratikno, Menteri Komunikasi dan Informatika Johnny G Plate, Wakil Ketua DPR Lodewijk F Paulus, Wakil Ketua BPK Agus Joko Pramono, dan Gubernur DKI Jakarta Anies Baswedan.
Airlangga pada pidatonya, menyatakan, Presidensi G-20 Indonesia punya misi agar dunia dapat keluar dari krisis dengan lebih baik dan lebih tangguh. Hal ini membutuhkan transformasi cara kerja global, perubahan pola pikir dan model bisnis, serta pemanfaatan setiap kesempatan di tengah pandemi untuk menghasilkan terobosan baru.
Salah satu harapannya, Presidensi G-20 Indonesia dapat meningkatkan kebanggaan dan wawasan masyarakat Indonesia, khususnya generasi muda. Kesempatan ini menunjukkan bahwa Indonesia adalah negara besar yang keberadaannya sangat diperhitungkan oleh negara-negara lain, terutama dari sisi ekonomi.
”Indonesia akan menggunakan Presidensi G-20 untuk memperjuangkan aspirasi dan kepentingan negara-negara berkembang sehingga dapat tercipta tata kelola dunia yang lebih adil,” ujarnya.
Sementara itu, Menteri Luar Negeri Retno Marsudi pada World Indonesianist Congress 2021 yang diselenggarakan secara hibrida, Rabu (1/12), menekankan, Presidensi G20 Indonesia 2022 selaras dengan agenda prioritas Visi 2045. ”Agenda prioritas itu kebetulan selaras dengan target-target Indonesia selama menjadi Ketua G20,” kata Retno.
Visi 2045 yang disusun Badan Perencanaan Pembangunan Nasional merupakan gambaran ideal capaian Indonesia pada 100 tahun usia kemerdekaan. Visi itu memuat peta jalan untuk mencapai target-target. Tantangannya, visi dibuat atas dasar asumsi-asumsi sebelum pandemi Covid-19.
Agenda pertama untuk mencapai Visi 2045 adalah meningkatkan keamanan dan ketahanan kesehatan. Ini, menurut Retno, sejalan dengan agenda pertama Presidensi G-20 Indonesia, yakni memperkuat arsitektur kesehatan global.
Demikian pula dengan agenda prioritas kedua Visi 2045, yakni pembangunan berkelanjutan dan ramah lingkungan. Ini sejalan dengan agenda ketiga Presidensi G-20 Indonesia, yakni transisi energi.
”Transisi menuju energi baru dan terbarukan cukup mahal serta membutuhkan keahlian khusus. Karena itu, investasi dan alih teknologi yang ramah lingkungan dan terjangkau amat penting. Negara maju harus mewujudkan komitmennya, meningkatkan kontribusi,” katanya. (CAS/DIM/RAZ/BEN)