Indonesia, Penyeimbang dan Jembatan di Presidensi G-20
Presidensi G-20 memberikan dua implikasi sekaligus: panggung dan tanggung jawab. Mulai hari ini, Rabu (1/12/2021), hingga setahun ke depan, Indonesia menyandang atribusi itu.
JAKARTA, KOMPAS — Presidensi G-20 tidak hanya menjadi panggung diplomasi dan promosi bagi Indonesia. Melekat pada atribusi itu pula adalah tanggung-jawab ke dalam dan ke luar. Ke dalam, Indonesia mewakili kepentingan 277,58 juta jiwa warga domestik. Ke luar, Indonesia mewakili negara miskin-berkembang dan komunitas global.
Berdasarkan informasi yang dihimpun Kompas di Istana Kepresidenan, Jakarta, Selasa (30/11/2021), Presiden Joko Widodo sedianya akan berpidato dan membuka secara resmi Presidensi G-20 Indonesia di Lapangan Banteng, Jakarta, Rabu (1/12/2021), pukul 18.30-20.30 WIB. Presiden akan berpidato mengenai peran dan kepemimpinan Indonesia di G-20.
Baca juga : Tantangan dan Peluang Pasca-KTT G-20 Roma
Acara pembukaan tersebut akan dikemas dengan acara seni pertunjukan bertema ”Bangkit Bersama Seni Budaya Nusantara”. Akan ada pula penyematan pin G-20, serta peluncuran situs G-20 dan video Presidensi G-20 Indonesia.
Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati menyatakan, Presidensi G-20 Indonesia akan menjadi sarana artikulasi diplomasi Indonesia dalam memperjuangkan kepentingan domestik ataupun kepentingan negara-negara miskin-berkembang.
”Agenda Presidensi G-20 akan menyeimbangkan agenda global dengan prioritas dan kepentingan domestik, serta menyelaraskan kepentingan berbagai pihak, baik negara maju maupun negara berkembang,” kata Sri Mulyani.
Pada satu sisi, Sri Mulyani mengelaborasi, Presidensi G-20 Indonesia akan menunjukkan peran aktif dan kepemimpinan Indonesia di forum global. Di tengah ketidakpastian global yang masih tinggi akibat pandemi, Presidensi G-20 Indonesia akan menjadi momentum untuk mengokohkan peran penting multilateralisme dalam mengatasi isu ekonomi, sosial, dan politik global.
Salah satunya melalui kemampuan meningkatkan mobilisasi dukungan internasional bagi negara berkembang dan negara miskin dalam upaya penanganan pandemi. Hal lain adalah dengan meningkatkan kerja sama multilateral dalam percepatan pemulihan ekonomi global yang inklusif dan berkelanjutan.
Baca juga : Presidensi G-20 Indonesia Bakal Hadapi Sejumlah Tantangan
Di sisi lain, Sri Mulyani melanjutkan, Presidensi G-20 Indonesia menjadi sarana untuk memperkuat citra positif dan membangun kepercayaan internasional terhadap perekonomian Indonesia. Harapannya, kepercayaan investor dalam dan luar negeri meningkat.
Hal itu akan ditempuh dengan menunjukkan kemajuan pembangunan dan realisasi reformasi struktural di Indonesia. Pemerintah juga akan menampilkan capaian dalam penanganan pandemi dan ketahanan ekonomi terhadap krisis.
Presidensi G-20 Indonesia mengusung tema ”Recover Together, Recover Stronger”. Tema ini dipilih dalam konteks pemulihan dunia dari krisis multidimensi akibat pandemi Covid-19. Pada saat yang sama, komitmen iklim dan tranformasi digital menjadi rezim global di tengah perubahan geopolitik besar-besaran di kawasan dan seantero dunia.
Dengan latar itu, tiga topik utama akan diangkat dalam Presidensi Indonesia, yakni memperkuat arsitektur kesehatan global, memajukan transformasi digital yang inklusif, serta transisi energi. Hal ini akan dijabarkan lebih detail ke dalam sejumlah topik dalam dua arus besar pembahasan, yakni keuangan dan sektor riil.
Baca juga : Dampak Positif Keketuaan G-20 Dinanti
Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian bersama dengan Kementerian Luar Negeri akan mengoordinasikan topik sektor riil. Kementerian Keuangan dan Bank Indonesia akan mengoordinasikan topik keuangan. Adapun untuk dukungan penyelenggaraan acara, koordinasinya di tangan Kementerian Koordinator Bidang Politik Hukum dan Keamanan.
Untuk itu, pemerintah telah membentuk panitia nasional. Dasar hukumnya adalah Keputusan Presiden (Keppres) Nomor 12 Tahun 2021 yang kemudian diubah dengan Keppres Nomor 18 Tahun 2021.
Sebanyak 150 kegiatan menurut rencana akan digelar selama setahun ke depan. Peserta diperkirakan mencapai 20.988 orang dari semua negara G-20 dan negara undangan.
Kegiatannya berupa program Road to G-20 Indonesia 2022, program sampingan, pertemuan tingkat kelompok terkait, pertemuan tingkat kelompok kerja, pertemuan tingkat deputi, pertemuan tingkat sherpa, pertemuan tingkat menteri dan gubernur bank sentral, hingga puncaknya berupa konferensi tingkat tinggi (KTT).
Menteri Luar Negeri Retno Marsudi menyatakan, Presidensi G-20 Indonesia memiliki makna bahwa ada kepercayaan dan harapan dunia terhadap kepemimpinan Indonesia. Harapan itu agar kepemimpinan Indonesia dapat menjadi bagian upaya akselerasi dunia keluar dari pandemi dan pulih bersama.
”Makna kedua, ini adalah sebuah tanggung jawab besar yang harus ditunaikan dengan baik. Tanggung jawab besar ini hanya dapat ditunaikan dengan dukungan semua elemen bangsa dan dukungan kerja sama semua negara anggota G-20. Memperjuangkan kepentingan nasional, tentunya akan mewarnai kepemimpinan Indonesia,” kata Retno.
Baca juga : Melalui Keketuaan G-20, Indonesia Siap Mengelola Rivalitas Kekuatan Dunia
Namun, dalam Presidensi G-20, Retno menambahkan, Indonesia juga harus mampu memperjuangkan kepentingan negara berkembang lain, menjadi jembatan di antara perbedaan kepentingan yang tajam, serta mempersempit gap antara negara maju dan berkembang.
”Rekam jejak diplomasi Indonesia menunjukkan bahwa Indonesia selalu mampu menjadi jembatan. Rekam jejak ini menimbulkan trust dan kredibilitas. Trust inilah yang akan dikapitalisasi Indonesia dalam menjalankan kepemimpinannya,” katanya.
Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Airlangga Hartarto menyatakan, Indonesia melalui Presidensi G-20 bertanggung jawab menyukseskan agenda global. Namun, pada saat yang sama, Indonesia juga akan berupaya mengapitalisasinya untuk kepentingan nasional.
Untuk jangka pendek, menurut Airlangga, pertemuan dan kunjungan selama berlangsungnya KTT G-20 akan memberikan pemasukan devisa yang akan mendorong roda perekonomian nasional. Ini terutama akan dinikmati sektor transportasi, akomodasi dan makan minum, pariwisata, serta usaha mikro kecil dan menengah. Manfaat jangka pendek lainnya berupa penciptaan lapangan pekerjaan yang akan menyerap sekitar 33.000 tenaga kerja.
Penyelenggaraan Presidensi G-20 diperkirakan akan memberi manfaat ekonomi yang secara agregat berkisar 1,5-2 kali lebih besar daripada penyelenggaraan acara Pertemuan Tahunan IMF-Bank Dunia di Bali 2018. Penyelenggaraan juga akan meningkatkan produk domestik bruto nasional sebesar Rp 7,43 triliun.
Lihat juga : Saat Bali Berharap Kembali
Adapun kapitalisasi jangka menengah-panjang, Airlangga melanjutkan, terdapat dua implikasi. Pertama, makin intensifnya kerja sama multilateral yang akan bermanfaat bagi perekonomian Indonesia.
”Kedua, Indonesia dapat mengusung isu-isu strategis dengan menyelaraskan agenda kerja sama dalam G-20 dengan arah kepentingan negara melalui agenda setting. Isu-isu strategis tersebut adalah infrastruktur, regulasi keuangan, perubahan iklim, serta isu ketimpangan dan kemiskinan,” kata Airlangga.
Asisten Menteri Luar Negeri Amerika Serikat (AS) Daniel J Kritenbrink menyatakan, AS sangat mendukung Presidensi Indonesia. Apalagi, sebagian kerja sama Indonesia-AS mencerminkan target-target yang ditetapkan Indonesia selama menjadi ketua.
”Kami sangat berharap pada kepemimpinan negara Anda (Indonesia) di G-20. Kami berkomitmen menjadi mitra dan akan ada kerja sama untuk mempercepat semuanya,” ujarnya pada media briefing di Jakarta. (HAR/LUK/BEN/RAZ/DIM/HEN/LAS)