Negara-negara anggota OPEC+ pada Juli sepakat secara perlahan meningkatkan produksi minyak setiap bulan ke tingkat prapandemi. Namun, gelombang baru Covid-19 dikhawatirkan menurunkan kembali permintaan atas minyak.
Oleh
BENNY D KOESTANTO
·3 menit baca
PARIS, RABU — Badan Energi Internasional atau IEA pada Rabu (24/11/2021) mendesak Organisasi Negara-negara Pengekspor Minyak atau OPEC dan negara-negara pengekspor minyak non-OPEC untuk mengambil langkah-langkah guna membantu menurunkan harga minyak ke tingkat wajar. Desakan IEA seiring langkah Pemerintah Amerika Serikat menggalang dukungan negara-negara konsumen minyak terbesar melepaskan cadangan minyak strategis mereka guna meredam harga minyak.
”Saya sangat berharap ada langkah meredam gejolak di pasar minyak global pada pertemuan mereka dan membantu menurunkan harga pada tingkat wajar,” kata Kepala Badan Energi Internasional (IEA) Fatih Birol kepada wartawan. Birol, yang dalam kapasitasnya menyatukan negara-negara konsumen minyak global juga menyinggung secara khusus posisi Rusia terkait dengan pasar gas. ”Rusia bisa dengan mudah meningkatkan ekspor ke Eropa sekitar 15 persen dan secara signifikan menenangkan pasar gas Eropa,” kata Birol.
Negara-negara anggota OPEC dan sekutunya, termasuk Rusia, sepakat pada Juli untuk perlahan-lahan meningkatkan produksi minyak setiap bulan menuju tingkat prapandemi. Namun, mereka menolak bergerak lebih cepat meskipun terjadi lonjakan harga minyak ke level di atas 80 dollar AS per barrel. Padahal, level harga itu dikhawatirkan banyak analis dapat merusak pemulihan ekonomi global pascapandemi.
Kelompok negara yang sering disebut sebagai OPEC+ itu menyatakan bakal meninjau strategi mereka pada pertemuan bulan Desember. Kenaikan harga minyak juga seiring dengan kenaikan harga gas. Harga gas alam di Eropa telah melonjak tahun ini. Rusia sebagai pemasok utama gas di kawasan itu dilaporkan lambat meningkatkan pengiriman.
Presiden Joe Biden pada Selasa (23/11) mengatakan, pihaknya akan melepaskan cadangan minyak strategis sebesar 50 juta barrel.
Di tengah kondisi itu, AS menggalang negara-negara konsumen minyak terbesar global untuk melepaskan cadangan strategis minyak. Presiden Joe Biden, Selasa (23/11/2021), menyatakan akan melepaskan cadangan minyak strategis sebesar 50 juta barrel. Langkah itu diikuti sejumlah negara lain, seperti India dan China. Jepang tengah mengkaji sejumlah hal terkait dengan perubahan aturan hukum untuk ikut melepas cadangan minyak strategisnya.
Langkah-langkah itu bertujuan meredam lonjakan harga di tingkat konsumen, yakni di kalangan pengguna kendaraan pribadi dan pemerintah yang membiayai transportasi umum. ”Kenaikan harga minyak membebani konsumen di banyak negara, termasuk negara berkembang,” kata Birol. ”(Kenaikan harga minyak) ini juga memberi tekanan tambahan pada inflasi di masa pemulihan ekonomi yang tidak merata dan masih menghadapi sejumlah risiko.”
Inflasi mendorong bank-bank sentral di dunia untuk menaikkan suku bunga. Langkah itu dinilai bisa memperlambat pemulihan ekonomi global sekaligus mengurangi permintaan minyak. Harga minyak mentah global naik setelah pengumuman pelepasan cadangan strategis karena para pelaku pasar tetap menilai langkah tersebut kurang ambisius.
Birol mengakui, pelepasan cadangan minyak strategis oleh sejumlah negara konsumen terbesar itu bukanlah tanggapan kolektif anggota IEA. Respons kolektif IEA terkait dengan pelepasan cadangan minyak strategis sejauh ini baru terjadi tiga kali dalam sejarah, yakni ketika terjadi guncangan pasokan besar minyak akibat Perang Teluk 1991, badai Katrina di AS pada pertengahan 2005, dan perang saudara Libya 2011.
Analis lembaga Price Futures Group, Phil Flynn, yakin IEA berusaha memberikan perlindungan politik bagi langkah Pemerintah AS lewat komentar dan dorongan terhadap OPEC dan sekutunya. Di mata Flynn, kontradiktif saat IEA menunjuk jarinya ke OPEC. Itu karena IEA juga ikut menyarankan pengurangan bahan bakar fosil kepada anggotanya untuk memenuhi target iklim secara global.
Dari Beijing dilapokarkan, Pemerintah China tidak berkomitmen untuk melepaskan cadangan minyak strategisnya seperti diminta AS. China adalah importir minyak mentah terbesar di dunia. Pada tengah pekan ini, China menyatakan sedang berproses untuk melepaskan cadangan minyak strategis, tetapi tidak memberikan waktu pelaksanaannya.
Kelompok OPEC+ tetap bergeming untuk menambah produksi minyak. Sejauh ini tidak ada indikasi perubahan taktik itu. Menteri Perminyakan Irak Ihsan Abdul Jabbar mengatakan, OPEC+ memantau apakah pasar minyak seimbang dan merasa masih perlu mempelajari data terbaru sebelum membuat keputusan tentang pasokan. Kelompok OPEC+ tetap khawatir peningkatan kasus Covid-19 dapat kembali menurunkan permintaan minyak global. (AFP/AP/REUTERS)