OPEC Bergeming, AS Cari Kawan untuk Rogoh Cadangan Minyak
Amerika Serikat menggandeng sejumlah negara konsumen minyak terbesar untuk merogoh cadangan strategisnya masing-masing. Tujuannya, harga minyak turun. Ini dilakukan setelah OPEC Plus bergeming.
Oleh
Luki Aulia
·4 menit baca
WASHINGTON, SELASA - Guna menurunkan harga minyak dunia, Pemerintah Amerika Serikat berencana melepaskan 50 juta barel minyak dari cadangan strategisnya. Kebijakan ini diperluas dengan menggandeng negara-negara konsumen minyak terbesar lainnya, seperti China, India, Korea Selatan, Jepang, dan Inggris.
Langkah merogoh cadangan strategis itu diambil setelah negara-negara yang tergabung dalam Organisasi Negara-negara Ekpsortir Minyak Bumi atau Organization of the Petroleum Exporting Countries (OPEC) serta sejumlah negara eksportir minyak di luar OPEC bergeming atas permintaan Amerika Serikat (AS) dan beberapa negara konsumen lainnya.
AS meminta OPEC menambah produksi minyak mentah agar harga pasar turun. Dalam beberapa bulan terakhir, harga minyak terus meroket seiring naiknya permintaan pasar menyusul mulai berjalannya pemulihan ekonomi di sejumlah negara akibat jumlah kasus Covid-19 yang berangsur-angsur turun.
Baru-baru ini, harga minyak bahkan menyentuh level tertinggi dalam tujuh tahun terakhir. Meski masih jauh dari level pada 2011 dan 2014, yakni hingga 100 dollar AS per barel, banyak konsumen keberatan dengan lonjakan harga saat ini.
Namun OPEC memutuskan tetap menjalankan rencana produksi sebagaimana kesepakatan awal, yakni secara bertahap menambah produksi 400.000 barel per hari per bulan. OPEC menganggap tahapan ini masih relevan karena pandemi Covid-19 masih bergejolak sehingga permintaan pasar masih bisa turun.
Sementara AS menilai rencana produksi itu belum cukup dan terlalu lambat. Oleh karena itu, Presiden AS Joe Biden menggalang kekuatan negara-negara konsumen terbesar minyak dunia untuk merogoh cadangan strategis masing-masing negara guna menurunkan harga. Ini baru kali pertama dilakukan AS.
AS berencana melepas 50 juta barel atau setara dengan sekitar 2,5 hari konsumsi domestik AS. India akan melepas 5 juta barel dan Inggris akan melepas 1,5 juta barel minyak dari cadangan swasta. Adapun Korea Selatan, Jepang, dan China belum mengumumkan rencananya.
Tak efektif
Kalangan pengamat menilai, merogoh cadangan minyak strategis nasional mungkin tidak akan mampu mengendalikan kenaikan harga. "Cadangan minyak tidak cukup kuat untuk menurunkan harga dan malah akan menjadi bumerang bagi OPEC," kata Kepala Ekonom Komoditi di Capital Economics Ltd, Caroline Bain.
Kelompok pengkritik Biden menilai rencana Biden itu justru mencegah pengembangan sumber energi terbarukan di AS. "Melepaskan cadangan minyak strategis tidak akan menyelesaikan persoalan. Harga minyak naik karena pemerintah dan Partai Demokrat di kongres sedang berperang dengan energi AS," kata Senator John Barrasso, perwakilan Partai Republik di komite energi di Senat AS.
Pelepasan cadangan minyak strategis AS ditujukan untuk pinjaman dan penjualan kepada perusahaan. Pinjaman 32 juta barel akan diberikan selama beberapa bulan ke depan. Sementara 18 juta barrel cadangan akan dijual. Ini sudah disetujui kongres. Sumber di OPEC Plus dan sejumlah pengamat pasar mengatakan, pelepasan cadangan minyak AS itu sebenarnya tak terlalu besar seperti yang digembar-gemborkan.
Sebelum perkara mutakhir ini, AS juga pernah mengkoordinasikan pelepasan cadangan dengan Badan Energi Internasional (IEA), kelompok yang terdiri dari 30 negara industri konsumen energi. Jepang dan Korsel merupakan anggota dari IEA itu. Sementara China dan India adalah anggota tidak tetap.
Dalam kerangka pelepasan cadangan minyak AS, perusahaan minyak yang mengambil minyak mentah harus mengembalikan minyak mentah itu atau produk olahannya dengan tambahan bunga. Solusi ini biasanya ditawarkan kepada perusahaan minyak ketika mereka menghadapi gangguan pasokan seperti pemadaman pipa atau kerusakan akibat bencana alam.
Penjualan langsung tidak lazim dilakukan. Presiden-presiden AS pernah mengizinkan penjualan darurat tiga kali yakni semasa perang di Libya pada 2011, perang Teluk pada 1991, dan setelah Badai Katrina pada 2005.
Menteri Energi Uni Emirat Arab, Suhail Al-Mazrouei, menyatakan, tidak logis menambah pasokan minyak Uni Emirat Arab untuk pasar global. Bahkan sumber di OPEC Plus menyebutkan, melepaskan cadangan minyak hanya akan memperumit penghitungan OPEC Plus.
"Ketegangan politik antara konsumen terbesar dunia dan OPEC Plus meningkat dan ini menyiratkan adanya peningkatan volatilitas harga minyak," kata Henning Gloystein dari Eurasia Group.
Tekanan AS pada OPEC Plus untuk menambah produksi minyak mengangkat persoalan baru bagi OPEC Plus, yakni keterbatasan kapasitas produksi. Meskipun ada keinginan menambah produksi lebih cepat, OPEC Plus dinilai tak memiliki kemampuan produksi sekuat itu. Target produksi sebesar 700.000 barel per hari pun tak tercapai. OPEC Plus sendiri khawatir minyak tak laku jika produksi terlalu banyak seperti saat awal pandemi Covid-19.
Dulu, negara-negara penghasil minyak, terutama negara kecil di Afrika, bisa menambah kuotanya ketika sedang membutuhkan tambahan uang. Ini bahkan biasa terjadi ketika harga minyak sedang rendah. Namun karena jatuhnya investasi dalam produksi akibat pandemi Covid-19 dan tekanan lingkungan pada perusahaan minyak di negara-negara OPEC, maka berat bagi OPEC menambah kapasitas produksi. Saat ini, hanya ada tiga negara anggota OPEC yang memiliki kapasitas ekstra meningkatkan pasokan dengan lebih cepat, yakni Arab Saudi, UEA, dan Irak. (REUTERS/AFP/LUK)