Jangan Kaget, ”Influencer” Virtual Bisa Gusur ”Influencer” Betulan
Kemajuan teknologi kian mengaburkan batasan antara fantasi dan dunia nyata. Ini terjadi pada industri pemengaruh di Thailand, dari yang semula menggunakan manusia betulan menjadi memakai pemengaruh virtual.
Oleh
Luki Aulia
·4 menit baca
Semakin modern teknologi, semakin kabur pula batasan antara fantasi dan kenyataan. Lama-kelamaan akan semakin sulit juga membedakan antara manusia betulan dan ”manusia jadi-jadian”.
Salah satu bintang pemengaruh (influencer) di Asia, Bangkok Naughty Boo, ini contohnya. Ia adalah sosok berambut warna neon, berkulit halus dan menjanjikan badan yang awet muda, serta senantiasa mengikuti tren dan bebas skandal. Siapa yang menyangka, ternyata bintang pemengaruh yang sangat populer di kalangan remaja Asia itu bukan manusia betulan, melainkan hasil ciptaan komputer.
”Umur saya 17 tahun selamanya, non-biner, dan bercita-cita ingin menjadi bintang artis pop,” kata Bangkok Naughty Boo memperkenalkan diri dalam video yang dikirimkan ke kantor berita AFP, Rabu (17/11/2021).
Sebagai hasil produk komputer, Bangkok Naughty Boo ”dilahirkan” oleh perancang busana Adisak Jirasakkasem dan teman-temannya. Pemengaruh virtual ”Made in Thailand” ini lahir dari tekanan pandemi Covid-19.
Pada September lalu, Ai-Ailynn muncul untuk pertama kalinya. Ia hasil kreasi agensi yang frustrasi karena pergerakan pemengaruh manusia yang serba terbatas gara-gara kebijakan pembatasan selama Covid-19. Dianggap lebih efektif dan hemat, pemengaruh virtual lebih cocok digunakan di masa-masa ”normal baru”.
Produk kecerdasan buatan seperti ini kemudian menjadi pasar yang menguntungkan. Menurut data Statista, nilai pasar pemengaruh virtual itu diperkirakan mencapai 13,8 miliar dollar AS pada 2021. Kalangan analis industri meyakini industri pemengaruh virtual ini akan meledak di Asia dalam sepuluh tahun ke depan.
”Ini karena pengguna internet di Asia terbanyak itu adalah generasi Z. Generasi ini yang sudah lahir di tengah dunia digital dan terbiasa dengan media sosial dan segala macam virtual,” kata pakar marketing di Hype Auditor, Nick Baklanov.
Naik tiga kali lipat
Tren ini sudah terlihat. Dalam dua tahun terakhir ini saja, kata Baklanov, jumlah pemengaruh virtual naik tiga kali lipat menjadi 130 orang. Ia memperkirakan, investasi media sosial Facebook di metaverse menunjukkan akan adanya ledakan di industri ini.
Metaverse merupakan ruang virtual yang bisa digunakan bersama. Ruang virtual itu seperti dunia baru di mana para penggunanya direpresentasikan melalui avatar (karakter pengganti). Avatar inilah yang akan beraktivitas dan berinteraksi seperti layaknya di dunia nyata. ”Pemengaruh virtual lebih cocok untuk digunakan di metaverse,” ujarnya.
Salah satu contoh pemengaruh virtual yang terbilang sukses dan terbesar adalah Lil Miquela di Los Angeles, Amerika Serikat. Ia bekerja pada merek Prada dan Calvin Klein. Ia sudah bisa menghasilkan sekitar 7.000 dollar AS per satu ”iklan”.
Jasa pemengaruh virtual tak hanya berguna mendongkrak penjualan barang bermerek, tetapi juga sebagai penyampai pesan atau kampanye organisasi. Seperti yang dilakukan Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) yang merekrut Knox Frost, kecerdasan buatan berusia 21 tahun buatan Atlanta. Ia membantu menyebarkan pesan mengenai pandemi Covid-19 kepada 700.000 pengikutnya.
Di Asia, bintang musik pop yang dihasilkan komputer, seperti Hatsune Miku dari Jepang, Luo Tianyi dari China, dan grup K-Pop virtual bernama Eternity serta K/DA membuka jalan bagi industri untuk menciptakan bintang-bintang baru yang lahir berkat kemajuan teknologi.
Meski demikian, perlu diingat bahwa untuk menciptakan bintang virtual ini, tetap saja dibutuhkan manusia betulan yang dijadikan contoh atau ”cetakan”. Untuk membuat Bangkok Naughty Boo, Adisak terlebih dahulu memotret seorang model di lokasi-lokasi yang berbeda di Bangkok.
Dari hasil foto itu, barulah dibuat karakter virtual. Bangkok Naughty Boo sudah menandatangani kontrak dengan agensi model terkenal di Thailand. Ai-Ailynn pun sudah digandeng perusahaan layanan jaringan telekomunikasi yang besar di Thailand.
”Pengaruh pemengaruh lebih kuat di wilayah Timur dan lebih menguntungkan bagi pengguna jasanya karena konsep idola dan pengikut atau penggemar lebih kuat juga di budaya Timur,” kata analis industri mode dan kecantikan di perusahaan intelijen pasar Stylus, Saisangeeth Daswani.
Tak khawatir skandal
Bagi perusahaan pengguna jasa pemengaruh virtual, hal itu lebih menguntungkan. Mereka tidak perlu lagi terbebani dengan berbagai persoalan, seperti yang dialami jika menggunakan pemengaruh manusia betulan. Tidak perlu lagi ada urusan etos kerja dan kekhawatiran pemengaruh akan merusak reputasi perusahaan.
Banyak negara di Asia juga mengekang kebebasan berekspresi warganya. Itu sebabnya, pemengaruh virtual bisa menjadi pilihan tepat. Apalagi, karena cara ini bisa lebih dikendalikan. Seperti di China, misalnya. Tren ini diperkirakan akan meledak di China karena Pemerintah China membatasi kebebasan berekspresi warganya.
”Pemerintah China baru-baru ini menindak tegas pemengaruh yang vulgar dan dinilai tidak bermoral. Pemengaruh virtual tidak akan bisa membuat komentar berbau politik atau skandal seks,” kata Chen May Yee, Direktur APAC untuk Wunderman Thompson Intelligence.
Bagi pemengaruh manusia betulan, Mutchima Wachirakomain (25), kehadiran pemengaruh virtual ini tidak mengancam keberadaan dirinya. Ia malah menganggap mereka keren sekali.
”Orang-orang masih mendambakan keaslian dan realitas pemengaruh dalam kehidupan nyata. Saya tidak khawatir karena hubungan nyata antarmanusia itu tidak bisa digantikan,” kata Wachirakomain yang membagikan foto glamor dengan penampilan tanpa filter tanpa riasan kepada 21.100 pengikutnya di media sosial Instagram.
Namun, Bangkok Naughty Boo siap untuk mencoba menantang keyakinan itu. Konten atau materi di dalam Instagram-nya dibuat menarik dan mengundang perhatian dengan latar belakang Bangkok dan cuplikan kehidupan sehari-hari masyarakat Thailand.
”Saya harap bisa bertemu dengan Anda langsung suatu hari nanti. Love you!” kata Bangkok Naughty Boo sambil memberikan salam cium jauh. (AFP)