Pangeran Harry meminta masyarakat, terutama media massa, untuk tidak menggunakan istilah ”Megxit” karena bernada rasis dan mengandung unsur kebencian.
Oleh
Luki Aulia
·3 menit baca
Trauma dengan kecelakaan mobil ibunya saat dikejar-kejar paparazi di Paris, Perancis, Pangeran Harry memboyong Meghan, istrinya, beserta anaknya ke California, Amerika Serikat, Januari 2020. Gara-gara media massa Inggris yang memojokkan istrinya dengan pernyataan-pernyataan rasis, ia meninggalkan seluruh hak, tugas, dan tanggung jawab sebagai anggota keluarga Kerajaan Inggris.
Harry tak mau keluarganya menjadi korban media massa lagi. Apalagi setelah Meghan menjadi bulan-bulanan karena latar belakang keluarganya yang berdarah AS dan campuran kulit hitam dan kulit putih. Harry juga meminta publik, khususnya media massa, untuk tidak menggunakan kata ”Megxit”, istilah yang digunakan media massa Inggris untuk menyebut keputusan Harry dan Meghan meninggalkan istana.
Istilah Megxit dinilai Harry istilah misoginistis yang menunjukkan perasaan benci, tidak suka, atau prasangka terhadap perempuan. Istilah Megxit merupakan bentuk contoh kebencian media massa kepada Meghan.
”Mungkin orang tahu atau tidak tahu, istilah Megxit itu misoginistis dan dibuat orang yang jahat, lalu diperkuat wartawan kerajaan, lalu ke media utama. Ini semua gara-gara orang jahat,” kata Harry saat berbicara di video pada panel ”The Internet Lie Machine”, yang digelar majalah teknologi dan budaya di AS, Wired, Selasa (9/11/2021).
Harry dan Meghan yang secara formal bergelar Duke dan Duchess of Sussex itu lalu memilih hidup tenang dan mandiri di AS. Studi lembaga analisis media sosial, Bot Sentinel, Oktober lalu, yang dilaporkan BuzzFeed, mengidentifikasi 83 akun Twitter yang 70 persen isinya tentang konten ujaran kebencian dan informasi yang tidak benar soal Meghan dan Harry.
Merujuk pada hasil studi itu, Harry mengatakan, bagian yang terparah adalah adanya sejumlah wartawan Inggris yang berinteraksi dengan orang-orang jahat itu dan menyebarkan kebohongan lagi. Parahnya, mereka mengklaim kebohongan itu sebagai kebenaran. Harry dan Meghan kemudian gencar berkampanye melawan pemberitaan negatif media massa dan media sosial yang diyakini Harry memengaruhi kesehatan mental masyarakat.
Informasi bohong atau hoaks seperti itu, bagi Harry, menjadi krisis kemanusiaan global. ”Saya kehilangan ibu saya hanya gara-gara orang-orang jahat seperti itu dan jelas saya tidak mau kehilangan juga ibu dari anak-anak saya gara-gara mereka lagi,” ujarnya.
Situs Vanity Fair, 9 November 2021, menyebutkan, istilah Megxit sebenarnya muncul jauh sebelum Harry-Meghan memutuskan keluar dari istana. Bahkan muncul sejak pernikahan mereka pada 2018. Istilah itu digunakan secara daring oleh akun-akun yang kontennya penuh dengan rasisme dan kekerasan seksual.
Harry berbicara di panel itu karena peran dan posisinya di Komite Kesalahan Informasi Institut Aspen. Ia menilai, kesalahan informasi yang terjadi di masyarakat sudah dianggp terlalu parah untuk bisa diselesaikan. Namun, ia meyakini kondisi ini masih bisa diperbaiki.
Ia menyesali adanya akun-akun yang dibiarkan membuat rusuh dan kekacauan di dunia internet. Gara-gara kondisi media sosial masih tidak karuan itu, Harry-Meghan tidak mau membuat akun media sosial. ”Internet sudah dikendalikan kebencian, perbedaan, dan kebohongan. Mestinya tidak begitu,” lanjut Harry.
Ia meyakini, sistem media bisa diubah jika dilakukan bersama-sama. ”Masyarakat menginginkan dan membutuhkan kebenaran, kepercayaan, dan transparansi,” ujar Harry. (REUTERS)