Pemberontak Tigray Bergerak ke Ibu Kota, Warga AS-Inggris Diminta Tinggalkan Etiopia
Pasukan Front Pembebasan Rakyat Tigray (TPLF) saat ini berada di kota Kemise di Negara Bagian Amhara, sekitar 325 kilometer dari Addis Ababa. TPLF berjanji meminimalkan korban dalam perjalanan merebut Addis Ababa.
Oleh
Pascal S Bin Saju
·4 menit baca
ADDIS ABABA, KAMIS — Konflik bersenjata di wilayah Tigray, Etiopia utara, kian meningkat. Kedutaan Besar AS di Addis Ababa, ibu kota Etiopia, Kamis (4/11/2021), mengizinkan staf pemerintah non-darurat dan anggota keluarga mereka untuk pergi dari negara itu secara sukarela. Keputusan ini dikeluarkan karena pasukan pemberontak di Tigray terus bergerak mengarah ke ibu kota Addis Ababa.
Pemerintah AS sehari sebelumnya menyatakan ”sangat prihatin” dengan terus meningkatnya kekerasan dan eskalasi permusuhan di Etiopia utara. Washington mengulangi seruannya, yakni mendesak Pemerintah Etiopia di Addis Ababa untuk menghentikan operasi militer. Hal itu penting agar pembicaraan damai atau gencatan senjata dapat berjalan.
Departemen Luar Negeri AS telah lebih dulu mengeluarkan peringatan kepada warganya agar tidak mengunjungi Etiopia. Sehari setelahnya, Rabu, Deplu AS mengizinkan pegawai non-darurat dan semua anggota keluarga staf itu untuk meninggalkan Etiopia secara sukarela. Washington menyebutkan, konflik bersenjata di negara itu bisa meluas dan mengakibatkan kerusuhan serta kemungkinan terjadinya kekurangan suplai kebutuhan.
”Perjalanan ke Etiopia tidak aman dan kemungkinan ada eskalasi lebih lanjut,” kata Deplu AS. ”Pemerintah Etiopia sebelumnya telah membatasi atau mematikan internet, data seluler, dan layanan telepon selama dan setelah kerusuhan sipil.”
Juru bicara Pemerintah Etiopia, Legesse Tulu, tidak segera menanggapi permintaan konfirmasi atas atas pernyataan Kedutaan Besar AS. Pada Selasa, Pemerintah Etiopia mengumumkan keadaan darurat saat pasukan dari wilayah Tigray mengancam bergerak menuju ke Addis Ababa.
Jeffrey Feltman, Utusan Khusus AS untuk Tanduk Afrika, diperkirakan akan tiba di Addis Ababa untuk mendesak penghentian operasi militer di Tigray dan untuk memulai pembicaraan gencatan senjata. Pada hari Rabu, Inggris mendesak warganya agar meninjau ulang kebutuhan mereka untuk tinggal di Etiopia dan mempertimbangkan untuk keluar sementara dari negara itu.
Perdana Menteri Abiy Ahmed berjanji untuk ”mengubur” musuh-musuh pemerintahannya ”dengan darah kami” ketika pasukan pemberontak Tigray dan sekutunya Oromo mengancam untuk menyerang ke Addis Ababa. Abiy dianugerahi Hadiah Nobel Perdamaian pada 2019 karena mampu menyelesaikan konflik lama Etiopia dengan Eritrea.
Namun, seruan Abiy untuk ”mengubur” musuh dalam sebuah pernyataan yang diunggah di halaman Facebook resmi Abiy pada akhir pekan lalu telah dihapus oleh platform tersebut. Facebook menyebut, seruan Abiy itu melanggar kebijakan platform medsos yang dikelolanya karena menghasut dan mendukung kekerasan.
Siap rebut ibu kota
Pasukan Front Pembebasan Rakyat Tigray (TPLF) saat ini berada di kota Kemise di Negara Bagian Amhara, sekitar 325 kilometer dari Addis Ababa. Juru bicara TPLF, Getachew Reda, mengatakan, kubunya berjanji untuk meminimalkan korban dalam perjalanan mereka untuk merebut Addis Ababa.
”Kami tidak bermaksud menembak warga sipil. Kami tidak ingin pertumpahan darah. Jika memungkinkan, kami ingin prosesnya berjalan secara damai,” kata Reda.
Seorang analis regional yang berhubungan dengan pihak-pihak dalam perang dan berbicara secara anonim mengatakan, TPLF kemungkinan akan menunda setiap kemajuan di Addis Ababa sampai mereka mengamankan jalan raya yang membentang dari Djibouti ke Addis Ababa. Untuk mencapai Adis Ababa mereka perlu merebut kota Mille.
Sementara itu, upaya-upaya baru guna mendesak para pihak yang terlibat konflik di Etiopa terus dilakukan. Utusan Khusus AS mengunjungi Etiopia pada Kamis ini. Sementara Presiden Kenya, Uhuru Kenyatta, menyerukan gencatan senjata segera di Etiopia, negara tetangganya. Kurangnya dialog ”sangat mengganggu,” kata Kenyatta dalam sebuah pernyataan.
Kementerian Luar Negeri Kenya secara terpisah mengatakan bahwa pernyataan Abiy yang menghasut warga biasa ke dalam konflik ”harus dijauhi”. Kenya juga telah meningkatkan keamanan di sepanjang perbatasannya karena khawatir akan gelombang pengungsian dari Etiopia yang dapat membawa krisis kemanusiaan terburuk di Etiopia menyebar ke Kenya.
Konflik bersenjata di Etiopia mulai meletus pada November 2020. Konflik itu telah menewaskan ribuan orang dan menyebabkan jutaan orang telantar atau mengungsi.
Dalam beberapa hari terakhir, TPLF merebut kota-kota utama dan bergabung dengan kelompok bersenjata lainnya. Hal itu membuat pemerintahan Abiy mengumumkan keadaan darurat nasional.
Juru bicara Perdana Menteri Abiy Ahmed, Billene Seyoum, Kamis ini, tidak segera merespons permintaan konfirmasi apakah Abiy telah bertemu Feltman. Abiy semula berkeras tak mau bertemu.
Sekretaris Jenderal Perserikatan Bangsa-Bangsa Antonio Guterres mengatakan dia telah berbicara dengan Abiy ”untuk menawarkan jasa baik saya menciptakan kondisi untuk dialog agar pertempuran diakhiri.” Namun, sejauh ini, upaya untuk diskusi tersebut telah gagal.
PBB mencatat, lebih dari dua juta orang mengungsi dan 400.000 orang lainnya menghadapi bencana kelaparan akibat konflik bersenjata di Etiopia. PBB dan AS mengatakan, pertempuran yang tidak memperlihatkan tanda-tanda akan berakhir dipastikan akan memperburuk krisis kemanusiaan yang telah menimpa banyak orang di Etiopia. PBB dan Washington meminta para pihak menghentikan perang. (AFP/AP/REUTERS)