Menjalin Hubungan Mesra Antarnegara lewat Pengabadian Nama
Kehadiran Presiden Joko Widodo di Uni Emirat Arab terasa hangat. Bukan hanya karena sambutannya, melainkan juga pengabadian nama Presiden Jokowi sebagai nama jalan di sana membuat hubungan antarnegara kian mesra.
Di awal November 2021 ini, sejumlah acara diagendakan pada kunjungan Presiden Joko Widodo ke Abu Dhabi, Uni Emirat Arab. Tiba di Istana Al-Shatie pada Rabu (3/10/2021) siang, Presiden Jokowi disambut langsung Putra Mahkota Abu Dhabi dan Wakil Panglima Tertinggi Angkatan Bersenjata Uni Emirat Arab Sheikh Mohamed bin Zayed al-Nahyan.
Penyambutan berlangsung penuh keakraban. Seusai berbincang, Pangeran Mohamed bin Zayed pun mempersilakan Presiden Jokowi memasuki ruangan istana. Setelah bertemu dengan Putra Mahkota Abu Dhabi, Presiden Jokowi kemudian meninjau Jubail Mangrove Park, Rabu sore.
Deputi Bidang Protokol, Pers, dan Media Sekretariat Presiden Bey Machmudin menuturkan, di Jubail Mangrove, Presiden Jokowi juga akan menanam pohon. Dalam perjalanan menuju Jubail Mangrove ini Presiden bersama rombongan melewati Joko Widodo Street, Masjid Presiden Joko Widodo, dan melihat kantor baru Kedutaan Besar Republik Indonesia (KBRI) Abu Dhabi.
Hubungan bilateral antara Pemerintah Indonesia dan Uni Emirat Arab (UEA) yang telah terjalin selama 45 tahun terlihat semakin mesra. Ketika meluncurkan Perundingan Persetujuan Kemitraan Ekonomi Komprehensif Indonesia-Uni Emirat Arab (Comprehensive Economic Partnership Agreement/IUAE-CEPA) pada Kamis (2/9/2021) di Bogor, Jawa Barat, Minister of State for Foreign Trade Uni Arab Emirates (UAE) Thani bin Ahmed al Zeyoudi pun tak lupa menyinggung relasi yang makin erat di antara kedua negara ini dalam pidatonya.
Sebelum menandatangani Joint Ministerial Statement on the Launching of Negotiation for IUAE-CEPA, Thani menggambarkan hubungan erat tersebut terwujud, antara lain, dengan saling memberi nama jalan. Pada Oktober 2020, Pemerintah Uni Emirat Arab (UEA) mengabadikan nama Presiden Joko Widodo menjadi nama President Joko Widodo Street di Abu Dhabi, Uni Emirat Arab.
Baca juga: ”President Joko Widodo Street” dan Jalan Bilateral RI-UEA
Jalan Presiden Joko Widodo tersebut berada di sebuah jalan utama strategis antara Abu Dhabi National Exhibition Center dan kawasan kantor kedutaan besar. Jalan ini dulu bernama Al Ma’arid Street atau jalan pameran yang menghubungkan Jalan Rabdan dan Jalan Tunb Al Kubra. Hal ini merupakan sebuah kehormatan kepada bangsa Indonesia yang diberikan oleh Pemerintah UEA, khususnya Sheikh Mohamed bin Zayed.
Pemerintah Indonesia kemudian juga menetapkan nama Sheikh Mohamed bin Zayed sebagai nama Jalan Tol Jakarta-Cikampek II Elevated sehingga menjadi Jalan Layang MBZ Sheikh Mohamed bin Zayed. MBZ merupakan singkatan dari nama Pangeran Mahkota Kerajaan Emirat Abu Dhabi yang juga merupakan Deputi Komandan Tertinggi Pasukan Angkatan Darat UEA tersebut.
Sebagai gambaran, berdasarkan data Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PUPR), Jalan Tol Jakarta-Cikampek II Elevated memiliki panjang 36,4 kilometer. Konstruksi jalan layang terpanjang Indonesia tersebut dimulai sejak awal 2017 dan diresmikan pengoperasiannya oleh Presiden Joko Widodo pada 12 Desember 2019. Penetapan nama Jalan Tol Jakarta-Cikampek II Elevated menjadi Jalan Layang MBZ Sheikh Mohamed Bin Zayed tersebut dilakukan melalui Keputusan Menteri PUPR Nomor 417 tanggal 8 April 2021.
”Kerja sama Uni Emirat dan Indonesia dilandasi hubungan selama 45 tahun. Ikatan kuat di antara dua negara dilanjutkan dengan membuat peluang di bidang ekonomi. Hubungan ekonomi dan budaya yang dekat adalah dasar dari hubungan Indonesia dan Uni Emirat Arab,” ujar Menteri Thani.
Kerja sama Uni Emirat dan Indonesia dilandasi hubungan selama 45 tahun. Hubungan ekonomi dan budaya yang dekat adalah dasar dari hubungan Indonesia dan Uni Emirat Arab.
Thani kemudian menyebut bahwa hubungan diplomatik yang dibangun sejak 1976 ini semakin diperkuat ketika kedua negara saling memberi nama jalan. ”Anda bisa melihat kedalaman dari kemitraan yang strategis ini hanya dengan berkendara di jalan ibu kota negara dari dua bangsa,” katanya saat itu.
Sebagai gambaran, kesepakatan untuk meningkatkan kerja sama ekonomi melalui IUAE-CEPA telah dicapai pada pertemuan intensif antara Menteri Perdagangan RI Muhammad Lutfi dan Menteri Thani al-Zeyoudi pada 8 April 2021 dan 30 Maret 2021. Rencana perundingan IUAE-CEPA ini juga telah mendapatkan persetujuan pemimpin kedua negara, yaitu Presiden Jokowi dan Putra Mahkota Abu Dhabi Sheikh Mohammed bin Zayed al-Nahyan.
Thani mencontohkan bahwa pada awal tahun ini UEA telah mengumumkan rencana untuk investasi 10 miliar dollar AS di berbagai bidang, seperti infrastruktur pariwisata dan pertanian. Selama lima tahun terakhir, total volume perdagangan nonminyak antara Indonesia dan UEA melebihi 11 miliar dollar AS. UEA telah menjadi salah satu negara tujuan utama ekspor dari Indonesia. UEA disebut mengimpor barang dari Indonesia senilai 8,5 miliar dollar AS.
Baca juga: Babak Baru Hubungan Perdagangan RI-Uni Emirat Arab
UEA sebagai anggota Gulf Cooperation Council (GCC) merupakan salah satu pasar ekspor nontradisional yang menjadi hub perdagangan internasional ke tujuan pasar Timur Tengah, Afrika, dan Eropa. Total perdagangan Indonesia-UEA pada periode Januari-Juni 2021 tercatat 1,85 miliar dollar AS. Ekspor Indonesia ke UEA pada periode Januari-Juni 2021 tercatat 852,26 juta dollar AS. Sedangkan impor Indonesia dari UEA pada periode yang sama tercatat 1 miliar dollar AS.
Menteri Sekretaris Negara Pratikno saat memberikan sambutan pada peresmian nama jalan layang tol Jakarta-Cikampek II menjadi Jalan Layang MBZ Sheikh Mohamed bin Zayed, Senin (12/4/2021), juga menuturkan hubungan sosial, budaya, ataupun ekonomi di antara dua negara yang semakin lama kian akrab. Di bidang ekonomi, investasi dari Uni Emirat Arab merupakan salah satu investasi terbesar di Indonesia. Investasi dari Uni Emirat Arab tersebut untuk pembangunan infrastruktur ataupun dukungan terakhirnya dalam volume besar kepada Indonesia Investment Authority atau lembaga sovereign wealth fund yang dibentuk beberapa waktu lalu.
Kenangan pengabadian nama
Menengok ke belakang, negara lain pun memberikan kehormatan kepada Presiden Indonesia di era sebelumnya, termasuk dengan mengabadikan namanya sebagai penanda jalan di luar negeri, ribuan kilometer jauhnya dari Tanah Air. Jarak dan waktu tidak membatasi kenangan terhadap kiprah nama yang ditorehkan tersebut berikut keeratan relasinya dengan negara bersangkutan.
Keeratan hubungan Indonesia-Mesir yang terjalin sejak era Presiden Soekarno hingga masa terkini, misalnya, tergambarkan pada acara Bedah Buku dan Dialog tentang Timur Tengah di Gedung Pascasarjana Universitas Gadjah Mada, Yogyakarta, 11 tahun lalu. Duta Besar Indonesia untuk Mesir saat itu, AM Fachir, melalui bukunya yang berjudul Jauh di Mata Dekat di Hati: Potret Hubungan Bilateral Indonesia-Mesir memaparkan sejarah perjalanan hubungan bilateral kedua negara.
Saat itu, buku yang diterbitkan dalam bahasa Indonesia dan Arab tersebut menjadi penanda peringatan 63 tahun hubungan diplomatik kedua negara. ”Ketika kami melihat ke timur, kami melihat Indonesia sebagai sahabat,” kata Dubes Mesir untuk Indonesia Ahmed El Quwesny yang hadir sebagai pembicara di acara tersebut, seperti ditulis Kompas, Rabu 13 Oktober 2010.
Keeratan hubungan diplomatik kedua negara, antara lain, terlihat dari seringnya kunjungan kenegaraan Presiden Soekarno ke Mesir, negara pertama di dunia yang mengakui kemerdekaan Indonesia. Dalam 10 tahun, Soekarno tercatat enam kali ke Mesir dan nama Presiden pertama Indonesia ini pun diabadikan sebagai nama jalan dan nama buah mangga di Mesir.
Perihal kisah ”tukar-menukar” tanaman yang melibatkan spesies mangga ini pun dicatat Guntur Soekarnoputra pada bukunya yang berjudul Bung Karno & Kesayangannya (PT Karya Unipress, 1981). Pada bab berjudul Bung Karno dan Konco-konconya di buku tersebut, Guntur menulis mengenai pohon-pohon flamboyan yang saat itu tumbuh di tepian Jalan Veteran belakang Istana Negara dan di Jalan Pos dekat Pasar Baru yang ke jurusan Jalan Gunung Sahari, Jakarta.
Pohon-pohon flamboyan itu disebutkannya sudah terbang ribuan kilometer dari Kairo, Mesir, karena ”diutus” oleh Gamal Abdul Nasser, Pemimpin Revolusi Arab, Singa dari Mesir, untuk menetap di Indonesia atas permintaan ”konconya” dari Indonesia, yaitu Presiden Soekarno. Demikian pula sebaliknya, Presiden pertama RI tersebut waktu itu memerintahkan sepasukan pohon mangga Harumanis Probolinggo untuk segera berimigrasi ke Kairo, Mesir.
Saling ”bertukar nama” jalan pun bukan hanya dilakukan UEA dan Indonesia, seperti disaksikan belakangan ini antara Sheikh Mohamed bin Zayed dan Presiden Jokowi. Indonesia dan Maroko yang membuka hubungan diplomatik sejak kunjungan Presiden Soekarno ke Maroko tahun 1960 pun memiliki kenangan serupa.
Ada ruas jalan bernama Jalan Soekarno atau Rue Soukarno (menurut bahasa setempat) di Rabat, ibu kota Maroko. Adapun di Jakarta ada Jalan Casablanca.
Ada ruas jalan bernama Jalan Soekarno atau Rue Soukarno (menurut bahasa setempat) di Rabat, ibu kota Maroko. ”Adapun di Jakarta ada Jalan Casablanca (nama sebuah kota besar di Maroko),” kata Minister Plenipotentiary Kedutaan Besar Kerajaan Maroko di Jakarta Zakaria Rifki (Kompas, 6 Desember 2014).
Ketika menelusuri dokumentasi di Kompas, nama beberapa Presiden Indonesia pun memiliki kaitan dengan masjid di luar negeri. Pada tulisan berjudul Menapaki Jejak Soekarno di St Petersburg, misalnya, ditulis bahwa Presiden Soekarno terkenal di Leningrad atau sekarang St Petersburg karena jasanya mengembalikan masjid kota itu pada fungsi semula. Hal ini disebutkan menjadikan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono mengaku terharu dan bangga. Sebelumnya, Presiden Megawati Soekarnoputri pun sampai menangis mendengar kisah dan catatan jasa ayahnya yang dituturkan Imam Central Mosque St Petersburg Zhapar N Panchaev.
Baca juga: Kisah Dua Kota: Jakarta dan Moskwa
”Tahun 1956, Presiden Soekarno datang di Leningrad. Karena kunjungannya ke masjid ini yang dijadikan gudang sejak Perang Dunia II, masjid lantas dikembalikan ke komunitas Muslim di sini. Tidak lama, hanya 10 hari setelah kunjungan Presiden Soekarno,” kata Panchaev saat bertutur tentang sejarah masjid tersebut seusai Presiden Yudhoyono shalat tahiyattul masjid (shalat sunah) di masjid terbesar yang berposisi paling utara di dunia itu, Kamis (30/11/2006).
Trias Kuncahyono dalam rubrik Kredensial di Kompas berjudul ”St Petersburg” menulis, antara lain, tak jauh dari Benteng Petrus dan Paulus berdiri megah Masjid St Petersburg yang ikonik. Masjid yang didominasi warna biru ini bernama asli Jamul Muslimin, tetapi lebih sering dijuluki sebagai Blue Mosque atau Masjid Biru. Sebagian orang yang mengetahui sejarahnya lebih sering menyebut masjid ini sebagai Masjid Soekarno.
Sementara itu, Kompas, Rabu (24/9/1997), memberitakan, dengan diiringi gema takbir oleh sekitar 200 orang yang hadir, terdengar seperti halnya malam menjelang Idul Fitri di Indonesia, peletakan batu pertama pembangunan Masjid H Muhammad Soeharto berlangsung di Sarajevo, ibu kota Bosnia-Herzegovina, Senin 22 September 1997 pukul 17.30 waktu setempat atau 22.30 WIB.
Baca juga: Masjid Istiklal, Lambang Persahabatan Indonesia-Bosnia
Peletakan batu pertama pembangunan masjid diiringi gema takbir merupakan suatu yang baru bagi masyarakat Indonesia dan masyarakat Bosnia sendiri. Presiden Bosnia-Herzegovina Alija Izetbegovic, yang hadir dan duduk di atas panggung kehormatan, menjadi saksi peristiwa yang meningkatkan persaudaraan kedua negara.
Sebelumnya, Presiden Soeharto menyetujui gagasan untuk menggunakan nama Haji Mohammad Soeharto sebagai nama masjid raya bantuan Indonesia di Bosnia-Herzegovina. Hal ini disampaikan Ketua Majelis Ulama Indonesia (MUI) KH Hasan Basri kepada wartawan seusai diterima Presiden Soeharto di Istana Merdeka, Jakarta, Jumat (20/9/1996).
KH Hasan Basri mengatakan, gagasan mendirikan Masjid Indonesia di Bosnia muncul terutama mengingat banyaknya umat Islam di Bosnia yang tidak bisa sembahyang dengan baik karena sekitar 1.000 masjid di Bosnia hancur akibat perang. Hal itu dilakukan, terutama, karena Panitia Nasional Muslim Bosnia telah lama terbentuk di Indonesia. Bahkan, sudah mengirimkan bantuan sebanyak Rp 4 miliar. Masjid sumbangan Indonesia di Bosnia itu, kata KH Hasan Basri, dapat merupakan monumen yang mengingatkan rakyat Bosnia bahwa Indonesia membantu mereka.
Sementara itu, wartawan Kompas J Osdar dari Zagreb, Kroasia, Selasa (10/9/2002), melaporkan, setelah meninggalkan Hongaria, Presiden Megawati Soekarnoputri secara maraton berkunjung ke Sarajevo (Bosnia-Herzegovina) selama beberapa jam dan kemudian terbang ke Zagreb. Sebelum meninggalkan Sarajevo, Megawati mengunjungi Masjid Istiklal (dibangun dengan bantuan Pemerintah Indonesia) yang tidak jauh dari bandar udara Sarajevo, Ferihegy I.
Nama-nama tokoh Indonesia tak hanya ada di negara-negara Timur Tengah, Belanda pun menggunakan nama Mohammad Hatta, Raden Adjeng Kartini, dan Munir sebagai nama jalan. Semua memiliki latar sendiri. Namun, ketiganya memiliki kedekatan dengan Belanda.
Mohammad Hatta atau Bung Hatta, Proklamator dan Wakil Presiden pertama Indonesia, sempat menjalani studi di Belanda. Tahun 1921 atau saat berusia 19 tahun, Bung Hatta menjadi mahasiswa Handelshogeschool atau Sekolah Tinggi Bisnis di Rotterdam. Di Belanda, Bung Hatta bergabung dengan Indische Vereeniging atau organisasi mahasiswa Hindia Belanda di sana.
Baca juga: Bung Kecil yang Besar
Tahun berikutnya, organisasi tersebut berganti nama menjadi Indonesische Vereeniging dan tahun 1924 menjadi Perhimpoenan Indonesia. Organisasi ini juga menerbitkan majalah organisasi Hindia Poetra mulai 1923.
Raden Adjeng Kartini yang tak pernah menginjakkan kaki ke Belanda pun dijadikan nama jalan di negara ini. Sebab, surat-menyurat ataupun pemikiran yang dikirimkan ke surat kabar di Belanda membuat nama Kartini dikenal.
Adapun Munir yang dikenal sebagai aktivis HAM dikenang sebagai Munirpad di Den Haag. Munir meninggal di atas pesawat jurusan Amsterdam dalam perjalanan untuk melanjutkan studi di Utrecht University, Belanda.
Meskipun berada ribuan kilometer dari Tanah Air, diabadikannya nama tokoh-tokoh nasional kita di negara sahabat sebagai nama jalan dan masjid membuat hubungan mesra antarnegara pun terasa kekal. Hubungan mesra ini dengan sendirinya menjaga hubungan kerja sama antarnegara.