Inggris merangkul institusi keuangan di negara itu untuk mengalihkan sumber daya ke proyek-proyek rendah karbon. PM Boris Johnson memperingatkan agar dunia tidak terjebak antusiasme berlebihan selama KTT Perubahan Iklim.
Oleh
Mahdi Muhammad
·3 menit baca
GLASGOW, RABU — Pemerintah Inggris berambisi untuk menjadi pusat keuangan hijau (green financing) dengan merangkul semua institusi keuangan di negara itu untuk mengalihkan sumber daya ke proyek-proyek rendah karbon pada 2023. Namun, Pemerintah Inggris tidak mewajibkan institusi keuangan untuk membuat komitmen net-zero atau larangan berinvestasi dalam kegiatan intensif karbon.
Transisi institusi keuangan ke ekonomi rendah karbon menjadi tanggung jawab investor yang akan menentukan rencana institusi itu memadai atau sebaliknya. Pemerintahan Perdana Menteri Boris Johnson juga akan membentuk satuan tugas baru yang akan menawarkan model transisi keuangan untuk menghindari greenwashing. Greenwashing merujuk pada salah persepsi yang dimunculkan institusi lewat produk atau jasa yang diklaim ramah lingkungan, padahal fakta mengatakan sebaliknya.
Selain itu, tahun depan, Inggris akan menerbitkan penjabaran rencana kerja transisi sektor keuangan menuju perekonomian bebas karbon.
”Akan ada persyaratan baru bagi institusi keuangan di Inggris dan perusahaan yang terdaftar untuk memublikasikan rencana transisi mereka. Isinya merinci bagaimana mereka beradaptasi dan dekarbonisasi saat Inggris bergerak menuju ekonomi nol bersih (net zero economy) pada 2050,” kata Menteri Keuangan Inggris Rishi Sunak, dalam pernyataan yang dikeluarkan Kementerian Keuangan Inggris, Selasa (2/11/2021).
Pemerintah Inggris, menurut Sunak, menyambut baik pengumuman Glasgow Financial Alliance for Net Zero yang menyatakan lebih dari 130 triliun dollar AS modal swasta, atau setara 40 persen aset keuangan dunia, akan diselaraskan dengan berbagai kegiatan untuk membatasi pemanasan global. Pengumuman aliansi institusi keuangan dunia yang dipimpin mantan Gubernur Bank of England Mark Carney itu akan membantu ”menghijaukan” seluruh institusi keuangan global dan mendukung terwujudnya pembangunan bersih, rendah karbon.
Selain melakukan perubahan di lembaga keuangan, Sunak menyatakan, Inggris akan ikut andil mengatasi hambatan keuangan yang dihadapi negara-negara berkembang. Pemerintah Inggris berencana mengucurkan dana hijau baru senilai 100 juta pound (sekitar Rp 1,9 triliun) yang bisa dimanfaatkan negara berkembang untuk mengembangkan program pembangunan rendah karbon.
Sunak berharap bisa mengumpulkan setidaknya 100 miliar dollar AS hingga 2023 nanti untuk membantu mendanai proyek rendah karbon di negara-negara paling rentan. Pengembangan listrik tenaga angin atau surya di negara berkembang, seperti yang sudah dilakukan dengan Proyek Mentari di Indonesia, adalah bagian dari investasi energi bersih yang direncanakan Inggris.
Keuntungan investasi hijau Inggris itu, menurut Kemenkeu Inggris, akan disuntikkan lagi ke dalam Dana Investasi Iklim, proyek keuangan baru yang didukung Bank Dunia. Nantinya mereka akan menerbitkan obligasi untuk proyek-proyek energi bersih.
Janji palsu
Pada saat bersamaan, PM Johnson memperingatkan agar dunia tidak terjebak antusiasme berlebihan selama KTT Perubahan Iklim di Glasgow, Skotlandia, berlangsung. Dia juga mengingatkan, sangat penting bagi para pihak untuk tetap sadar, menjaga diri dari kemungkinan harapan palsu.
Namun, Johnson juga optimistis sisa pelaksanaan KTT Perubahan Iklim sepanjang 10 hari ke depan akan menghasilkan hal konkret untuk menjaga agar upaya pembatasan kenaikan suhu Bumi berada pada jalur yang benar. Johnson mengutip janji India untuk mengurangi emisi karbon pada 2030 dan janji lebih dari 100 pemimpin dunia untuk menghentikan deforestasi atau penghancuran hutan.
Ketidakhadiran China di Glasgow menimbulkan tanda tanya besar para aktivis lingkungan tentang komitmen negara penghasil emisi karbon terbesar di dunia itu untuk mencegah kerusakan Bumi lebih luas. Xi Zhenhua, Utusan Khusus PBB Urusan Iklim untuk China, mengatakan, AS dan negara maju lainnya harus berbuat lebih banyak untuk mengurangi emisi yang telah berdampak pada iklim global, bukan China semata.
China telah berjanji untuk mencapai emisi karbon nol bersih pada 2060. Janji China 10 tahun lebih lambat dari banyak negara.
Xi mengklaim, China telah melakukan upaya besar untuk mengatasi perubahan iklim. Status China sebagai penghasil emisi terbesar saat ini, menurut Xie, adalah bagian dari tahap pengembangan khusus agar di masa depan ”Negeri Tirai Bambu” itu bisa lepas dari ketergantungan mereka pada energi kotor. (AP/REUTERS)