RI Kejar Penuntasan CEPA dengan Uni Eropa, Australia, dan Turki
Presiden Joko Widodo dalam pertemuan bilateral dengan tiga pemimpin negara mendorong percepatan penyelesaian pembahasan kerja sama ekonomi (CEPA). CEPA diperlukan untuk meningkatkan perekonomian kedua belah pihak.
Oleh
Pascal S Bin Saju
·4 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Presiden Joko Widodo menggelar tiga pertemuan bilateral secara terpisah dengan Presiden Perancis Emmanuel Macron, Perdana Menteri Australia Scott Morrison, dan Presiden Turki Recep Tayyip Erdogan di sela-sela Konferensi Tingkat Tinggi G-20 di Roma, Italia, Minggu (31/10/2021). Salah satu topik yang konsisten dibahas Presiden dengan ketiga mitra itu ialah soal percepatan penuntasan negosiasi Perjanjian Kemitraan Ekonomi Komprehensif.
Menteri Luar Negeri Retno LP Marsudi mengatakan hal itu dalam jumpa pers yang disiarkan melalui kanal Youtube Sekretariat Presiden RI, Minggu. Retno menggelar jumpa pers bersama Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Airlangga Hartarto dan Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati.
Retno menjelaskan, dalam pertemuan dengan Macron, Presiden Jokowi mengharapkan negosiasi Perjanjian Kemitraan Ekonomi Komprehensif (CEPA) antara Indonesia dan Uni Eropa bisa cepat diselesaikan. Ini terkait dengan presidensi Perancis di Uni Eropa mulai 2022. ”Presiden Macron ingin memanfaatkan presidensi di Uni Eropa untuk memperkuat hubungan dengan ASEAN dan Indonesia, terutama berkoordinasi dengan Indonesia selaku ketua G-20,” ujarnya.
Akselerasi pembahasan CEPA Indonesia-Uni Eropa ini, kata Airlangga, diharapkan bisa meningkatkan hubungan perekonomian kedua pihak. ”Indonesa bisa meningkatkan ekspor ke Uni Eropa. Kue Indonesia di Uni Eropa bisa meningkat,” katanya.
Menurut Airlangga, dengan presidensi di G-20, Indonesia memiliki daya tawar tinggi. Ini akan bermanfaat untuk penuntasan pembahasan CEPA dengan Uni Eropa.
Perjanjian Kemitraan Ekonomi Komprehensif Indonesia-Uni Eropa (IEU-CEPA) terkait dengan perjanjian perdagangan bebas antarkedua negara. Negosiasi putaran ke-11 IEU-CEPA akan digelar pada November ini setelah beberapa kali mundur karena pandemi Covid-19.
Pembahasan negosiasi IEU-CEPA dilaporkan paling lengkap. Hal itu karena isinya tidak hanya soal perdagangan, tetapi kerja sama juga membahas investasi, peningkatan kapasitas, BUMN, hingga hak kekayaan intelektual.
Sawit menurun
Hal senada diungkapkan Presiden Jokowi saat bertemu Erdogan. Menurut Retno, pertemuan keduanya membahas upaya percepatan penyelesaian CEPA Indonesia-Turki lewat dialog tingkat tinggi kedua negara. Tahun depan, rencananya Erdogan akan berkunjung ke Indonesia. Kunjugan ini akan dimanfaatkan untuk menyelesaikan pembicaraan CEPA.
Airlangga menekankan pentingnya penuntasan CEPA Indonesia-Turki. ”Sebelumnya pasar minyak sawit (CPO) Indonesia di Turki sangat besar. Akan tetapi, pasar CPO saat ini turun karena tetangga kita sudah punya CEPA dengan Turki,” ujarnya.
Untuk mengembalikan pasar CPO tersebut, perlu akselerasi upaya penyelesaian pembahasan CEPA Indonesia-Turki.
Perundingan Perjanjian Kemitraan Ekonomi Komprehensif Indonesia-Turki (IT-CEPA) belum rampung dan ditargetkan selesai pada tahun ini. Beberapa waktu lalu Retno mengatakan, IT-CEPA adalah mandat yang diberikan langsung oleh Presiden Jokowi dan Presiden Erdogan untuk diselesaikan. Dalam pertemuan dengan Menteri Luar Negeri Turki Mevlut Cavusoglu di Jakarta, Desember 2020, Retno mengatakan, ”IT-CEPA berpotensi meningkatkan perdagangan bilateral Indonesia-Turki.”
IT-CEPA juga menunjukkan komitmen kedua negara terhadap sistem perdagangan multilateral yang terbuka, adil, dan bebas, serta upaya bersama mendukung pemulihan ekonomi pascapandemi. Minat investor Turki semakin meningkat di Indonesia. Beberapa proyek yang saat ini sedang dibahas adalah di bidang perkapalan, pertanian, dan infrastruktur.
Ekonomi digital
Adapun dengan Morrison, Presiden Jokowi membahas sektor ekonomi digital untuk menghidupkan kembali perekonomian dalam kerangka CEPA kedua negara. Menurut catatan Kompas, sejak diluncurkan pada 5 Juli 2020, Perjanjian Kemitraan Ekonomi Komprehensif Indoensia-Australia (IA-CEPA) menawarkan peluang dua arah dalam perdagangan barang dan jasa, penanaman modal, dan peningkatan kapasitas sumber daya manusia Indonesia. IA-CEPA juga mendukung upaya pemulihan ekonomi Indonesia di tengah pandemi Covid-19.
”Sebagai sektor potensial, (sektor ekonomi digital) menghidupkan kembali hak ekonomi Indonesia-Australia pascapandemi dan ini tentu saja sejalan dengan Indonesia-Australia CEPA,” kata Retno.
Dalam pertemuan virtual IA-CEPA pada 21 September 2021, Indonesia dan Australia meluncurkan Katalis, yakni program yang menghubungkan dunia usaha, akademisi, dan sektor publik dari kedua negara untuk bisa berkolaborasi secara efektif. Katalis berperan sebagai pendorong kolaborasi dan keikutsertaan Indonesia dalam rantai nilai global, searah dengan Visi Indonesia 2045 yang menargetkan Indonesia sebagai negara dengan ekonomi terbesar kelima di dunia pada tahun itu.
Lokasi strategis dan didukung pertumbuhan ekonomi yang cepat di dunia membuat Indonesia dan Australia berada di posisi yang tepat untuk menjalankan kemitraan baru dan berkembang. Dengan populasi usia muda dan ekonomi yang berkembang pesat hingga mencapai lebih dari 1 triliun dollar AS, Indonesia adalah negara dengan peluang yang luar biasa. Sementara Australia adalah negara maju berpendapatan tinggi dengan layanan dan keterampilan kelas dunia.
Australia berkomitmen mendorong optimalisasi peluang IA-CEPA demi peningkatan kualitas kemitraan antara kedua negara. Katalis mendukung implementasi IA-CEPA dalam tiga sektor prioritas, yakni agrifood, advanced manufacturing barang/jasa, dan keterampilan.