Para pemimpin negara anggota G20 diharapkan menghasilkan komitmen yang konkrit untuk menangani isu perubahan iklim. Ada kekhawatiran target tidak tercapai terutama pada isu pembiayaan iklim.
Oleh
Luki Aulia
·3 menit baca
ROMA, MINGGU - Para pemimpin negara-negara perekonomian maju anggota dari G-20 diharapkan akan bisa menyepakati komitmen pada perubahan iklim. Kesepakatan itu diharapkan dicapai menjelang pertemuan tingkat tinggi iklim COP26 di Glasgow, Inggris. Negara-negara anggota G-20 menyumbang sekitar 80 persen emisi karbon di dunia. Dari rancangan komunike yang ada dikhawatirkan G-20 tidak akan bisa memenuhi janji untuk menahan laju pemanasan global hingga 1,5 derajat celcius di atas tingkat pra-industri, atau batasan waktu yang jelas untuk mencapai emisi "net-zero".
Kalangan ahli menjelaskan pemenuhan target 1,5 derajat celcius itu berarti emisi global harus dikurangi hingga separuh pada 2030. Komitmen ini termasuk target paling ambisius yang dicapai dalam kesepakatan iklim Paris tahun 2015. Meski para ahli pesimis, kalangan aktivis masih memegang harapan akan ada perubahan di detik-detik terakhir. Presiden Amerika Serikat, Joe Biden, termasuk salah satu pemimpin negara yang mendorong hasil konkret dan aksi nyata untuk isu perubahan iklim. Padahal Biden sendiri kesulitan untuk mengegolkan kebijakan iklimnya di dalam Partai Demokrat.
Seorang pejabat senior AS mengatakan ada beberapa elemen akhir di bagian pernyataan akhir G-20 yang masih dinegosiasikan. Pertemuan G-20 di Roma, Italia, itu membantu membangun momentum sebelum pertemuan di Glasgow. Ia berharap para pemimpin negara akan bisa berkomitmen untuk mengakhiri pembiayaan batu bara di luar negeri, menawarkan "bahasa positif" tentang dekarbonisasi sektor listrik, dan akan ada lebih banyak negara yang ikut menetapkan target pengurangan metana.
Presiden Perancis, Emmanuel Macron, kepada mingguan Journal du Dimanche mengatakan pertemuan Roma harus bisa menghasilkan hasil yang terbaik untuk memastikan keberhasilan Glasgow. Hanya saja, belum pernah ada keputusan atau hasil yang disepakati sebelum COP. "Saat pembahasan kesepakatan Paris tahun 2015, belum ada yang diputuskan sebelum pertemuan itu," ujarnya.
Presiden China, Xi Jinping, tidak hadir dalam pertemuan. Begitu pula dengan Presiden Rusia, Vladimir Putin. Keduanya mengirimkan perwakilan dalam pertemuan itu. Pangeran Charles akan ikut hadir menjadi tamu undangan khusus pada pertemuan iklim. Tuan rumah pertemuan G-20, Perdana Menteri Italia, Mario Draghi, Sabtu lalu, mendorong para pemimpin negara G-20 untuk segera bertindak bersama menangani isu iklim dan menggenjot distribusi vaksin dan membantu pemulihan dunia paska pandemi Covid-19. Draghi mendorong, semua isu harus ditangani bersama, mulai dari pandemi, perubahan iklim, hingga perpajakan yang adil dan merata.
G-20 sepakat untuk bekerja sama menangani isu-isu penting dan genting itu. G-20 juga menyapakati pajak minimum 15 persen pada perusahaan global, sebagian besar dari rencana reformasi yang ditandatangani hampir 140 negara. Menteri Keuangan AS, Janet Yellen, dan Kanselir Jerman, Angela Merkel, menilai kesepakatan itu bersejarah.
Tantangan dalam menangani isu perubahan iklim juga terletak pada keengganan negara-negara berkembang untuk berkomitmen mengurangi emisi dan memilih menunggu negara-negara kaya memenuhi janjinya 12 tahun lalu. Sementara itu, negara-negara kaya berjanji akan menyediakan 100 miliar dollar AS per tahun mulai tahun 2020 untuk membantu negara-negara berkembang menangani dampak pemanasan global.
Hanya saja, janji itu belum juga terwujud sehingga menimbulkan rasa ketidakpercayaan. Sekretaris Jenderal Perserikatan Bangsa-Bangsa, Antonio Guterres, menilai ketidakpercayaan itu yang menghambat perundingan iklim. (REUTERS/AFP)