Pembahasan tentang Pengaruh China Mendominasi KTT ASEAN
Isu-isu keamanan, politik, ekonomi, dan pandemi Covid-19 menjadi sorotan dalam KTT ASEAN. Mayoritas isu terutama isu keamanan terkait dengan meningkatnya pengaruh China di kawasan.
Oleh
Luki Aulia
·4 menit baca
BANDAR SERI BEGAWAN, RABU -- Isu-isu keamanan, pandemi Covid-19, politik, dan ekonomi menjadi sorotan dalam pertemuan tingkat tinggi Asia Timur atau East Asia Summit di Konferensi Tingkat Tinggi Perhimpunan Bangsa-Bangsa Asia Tenggara atau ASEAN, Rabu (27/10/2021). Pertemuan secara virtual ini dihadiri para pemimpin dunia, termasuk Presiden Amerika Serikat Joe Biden, Perdana Menteri China Li Keqiang, dan Presiden Rusia Vladimir Putin.
Mereka bergabung dengan para pemimpin negara dari India, Australia, Selandia Baru, Rusia, Korea Selatan, Jepang, dan negara-negara anggota ASEAN. Dalam pertemuan itu, Biden menyatakan, AS akan mendukung para mitra di Asia Tenggara dalam mempertahankan kebebasan di laut, demokrasi, dan hak asasi manusia.
Biden juga mengungkapkan keprihatinan yang mendalam atas "tindakan-tindakan koersif dan proaktif China di Selat Taiwan". Ia juga mengangkat isu "hak-hak asasi manusia di Xinjiang dan Tibet serta hak-hak rakyat Hong Kong.
Asia Tenggara menjadi arena pertarungan strategis antara AS dan China, yang saat ini menguasai sebagian besar wilayah perairan Laut China Selatan (LCS). Di forum EAS, PM China Li Keqiang menegaskan bahwa menjaga kebebasan navigasi dan penerbangan di atas LCS menjadi kepentingan semua negara.
Li menyebut, negara-negara harus menyelesaikan perbedaan di antara mereka melalui kerja sama internasional. "Laut China Selatan adalah rumah kita bersama. Untuk menjaga perdamaian dan stabilitas di Laut China Selatan serta guna menjunjung tinggi kebebasan navigasi dan penerbangan menjadi kepentingan semua orang," kata Li, sambil menekankan pentingnya sentralitas ASEAN di kawasan.
Pada pertemuan sebelumnya, KTT ASEAN-Jepang, Perdana Menteri Jepang Fumio Kishida menyampaikan penolakannya pada gangguan terhadap tatanan maritim yang bebas dan terbuka. Ia mengkhawatirkan kawasan regional mengingat China kian agresif meningkatkan kekuatan militernya.
Pertemuan itu sebelumnya membahas mengenai kekhawatiran pada militerisasi dan konfrontasi di Laut China Selatan. Selain itu juga membahas seruan untuk segera menyelesaikan kode etik ASEAN-China yang konsisten dengan hukum internasional.
Kawasan Asia Tenggara menjadi medan pertempuran strategis persaingan antara AS dan China. AS dan sekutu-sekutunya aktif berpatroli mengantisipasi pergerakan China yang mengklaim kedaulatan sebagian besar wilayah LCS. Pengadilan arbitrase internasional pada 2016 sebenarnya sudah membatalkan klaim China yang tumpang tindih dengan Malaysia, Vietnam, Taiwan, Filipina, dan Brunei. Namun, China tak mau mendengar.
Pakta keamanan trilateral antara AS, Inggris, dan Australia pada bulan lalu justru menambah kekhawatiran akan terjadinya perlombaan persenjataan di Asia Tenggara. Ini karena Australia akan mendapatkan akses ke kapal selam bertenaga nuklir.
Keprihatinan Indonesia
Menteri Luar Negeri RI, Retno LP Marsudi, mengatakan bahwa Presiden Joko Widodo menyampaikan Indonesia prihatin dengan menajamnya persaingan antara kekuatan besar di kawasan ASEAN. Dinamika yang sangat tinggi dapat mengancam stabilitas kawasan. Oleh karena itu, ASEAN dan Australia perlu terus membangun kepercayaan agar bisa berkontribusi bersama menjaga stabilitas dan perdamaian kawasan.
Retno menambahkan, ASEAN bisa bertahan selama lebih dari 50 tahun dan bisa berkontribusi pada stabilitas, perdamaian serta kesejahteraan karena ASEAN percaya akan kekuatan kerja sama dan kekuatan dialog untuk mengatasi perbedaan. "Indonesia tidak ingin kawasan ini menjadi ajang perlombaan senjata dan menjadi power projection yang dapat mengancam stabilitas. Indonesia ingin mendorong semua pihak di kawasan untuk mengubah budaya konflik menjadi budaya damai, dan trust deficit menjadi strategic trust," kata Retno, mengutip pernyataan Presiden.
Presiden Joko Widodo juga menyampaikan kekhawatiran Indonesia atas pembentukan AUKUS dan pengembangan kapal selam nuklir Australia yang dapat memantik semakin tingginya rivalitas di kawasan. Indonesia berharap Australia dapat melanjutkan keterbukaannya terhadap ASEAN dan menjadi salah satu mitra ASEAN dalam menciptakan stabilitas, perdamaian, dan kesejahteraan kawasan Indo-Pasifik.
Filipina mendukung AUKUS, tetapi Presiden Filipina Rodrigo Duterte menegaskan kesepakatan itu sifatnya harus melengkapi, bukan malah mempersulit metode kerja untuk bekerja sama.
Perdana Menteri Australia Scott Morrison mengusulkan penguatan hubungan ke tingkat kemitraan strategis komprehensif antara Australia dengan ASEAN. Ini menjadikan Australia sebagai negara pertama yang menyetujui kesepakatan semacam itu dengan ASEAN.
Morrison juga meyakinkan ASEAN bahwa AUKUS disepakati bukan untuk mendapatkan persenjataan nuklir dan kelompok ini bukan ancaman bagi keamanan regional. "AUKUS ini menambah jaringan kerja sama yang mendukung stabilitas dan keamanan regional," ujarnya.
Keinginan Australia untuk memperkuat hubungan dengan ASEAN ini juga didorong adanya kekhawatiran akan pengaruh China yang meluas di kawasan Asia Pasifik. Morrison berharap kerja sama strategis komprehensif ini tidak hanya sekadar menjadi label tanpa makna, tetapi menghasilkan bentuk kerja sama nyata. "Kami akan mendukung dengan substansi yang bisa membantu mengatasi persoalan kompleks di masa depan," ujarnya.
Pada kesempatan itu, Morrison juga menyoroti persoalan genting, seperti Covid-19, kejahatan antarnegara, dan keamanan energi. Australia akan memberikan dana tambahan sebesar 124 juta dollar Australia untuk membiayai proyek-proyek yang menangani isu-isu genting itu.
Australia juga berjanji akan menyumbangkan sedikitnya 10 juta vaksin Covid-19 dan menawarkan bantuan finansial 92,6 juta dollar AS. "ASEAN berada di pusat kawasan Indo-Pasifik dan kami akan terus memberikan dukungan," ujarnya. (REUTERS/SAM)